Jakarta-wapresri.go.id. Indonesia dan Jepang mempunyai pengalaman panjang tentang tsunami, dimana kedua negara sama-sama kehilangan banyak korban jiwa. Mengingat tsunami dapat terjadi kapan pun, perlunya memberikan pendidikan dan persiapan dini kepada masyarakat.

“Karena itulah, upaya bersama kita untuk mendidik masyarakat, mengajarkan, dan juga memberikan perhatian atas bahaya dan persiapan menghadapi bahaya tsunami apabila terjadi, sangat penting sekali,” tegas Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika memberikan Keynote Speech pada acara World Tsunami Awareness Day 2016, di Hotel Fairmont, Senayan, Jakarta, Kamis (15/12/2016).

Lebih jauh Wapres mengharapkan pendidikan persiapan menghadapi tsunami nantinya dapat menjadi kultur yang melekat pada masyarakat, sehingga bencana ini bisa dihindari, sebagaimana yang terjadi di Pulau Simeulue, Provinsi Aceh.

“Di Pulau Simeulue, apabila ada gempa di laut, maka serentak seluruh masyarakat akan berlarian ke gunung untuk menyelamatkan diri,” ujar Wapres.

Wapres mengungkapkan, ketika terjadi tsunami tahun 2004 di Aceh dan menelan korban lebih dari 200 ribu jiwa, hanya 7 orang yang menjadi korban di Pulau Simeulue.  Hal ini terjadi, karena ratusan tahun masyarakat di pulau ini dididik orang tuanya untuk menghindari bencana tersebut.

“Karena itulah, memang untuk menghindari terjadinya bencana perlu kerjasama dan pendidikan, serta kultur yang melekat di masyarakat. Dewasa ini di Indonesia, khususnya di Sumatera bagian Barat dan juga di Jawa bagian Selatan yang potensial tsunami, kultur itu sudah melekat,” imbuhnya.

Selain pendidikan maupun kultur, Wapres menekankan, diperlukan juga persiapan-persiapan teknologi dan juga kerjasama antar masyarakat. Untuk itu Wapres menyampaikan ucapan terima kasih kepada negara-negara yang telah membantu, khususnya Jepang, ketika tsunami menerjang Aceh tahun 2004.

“Pada saat tsunami tahun 2004 saya bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah tersebut sebagai Ketua Bakornas (Badan Koordinasi Nasional). Dan saya berterima kasih atas support seluruh dunia, lebih dari 50 negara datang ke Aceh, termasuk Jepang tentunya yang sangat besar kontribusinya untuk membantu. Sehingga, korban yang begitu besar dan pembangunan yang menelan biaya 6 miliar dollar (US) dapat kita selesaikan dalam waktu 5 tahun,” ucap Wapres.

Wapres juga membagi pengalamannya ketika terjadi tsunami di Fukushima tahun 2011. Pengevakuasian korban warga negara Indonesia sebanyak kurang lebih 600 orang dihadapkan oleh banyak hambatan, salah satunya ialah terputusnya komunikasi saat itu. Wapres pun mengambil keputusan meminta KBRI di Jepang mengirim tenaga dan transportasi berupa bis dengan speaker diatasnya sambil memainkan lagu-lagu indonesia, termasuk lagu dangdut, agar semua orang indonesia dapat berkumpul dalam satu tempat.

“Jadi bukan kita mencari orang, tetapi orang mencari Indonesia pada waktu itu. Jadi dengan cara sederhana mengevakuasi ini, dan menjadi pelajaran juga apabila kita menghadapi bencana-bencana seperti itu. Itu adalah cara yang paling sederhana,” jelas Wapres berbagi.

Wapres mengharapkan dengan adanya Hari Tsunami ini, masyarakat mempunyai suatu kesadaran, pengetahuan, dan budaya bagaimana menghindari kematian bencana besar, akibat tsunami.

Di akhir sambutannya, Wapres mengungkapkan dukungan dan rasa terima kasihnya kepada Pemerintah Jepang dan seluruh peserta yang hadir.

“Sekali lagi saya ingin menyampaikan terima kasih kepada pemerintah Jepang yang menginisiasi ini, dan Indonesia sangat mendukung. Dan sekali lagi, mudah-mudahan mempunyai manfaat untuk rakyat banyak dimanapun terjadi,” pungkasnya.

Sebelumnya, penyelenggara Simposium Hari Tsunami Dunia 2016, Presiden Economic Research Institute or ASEAN and East Asia (ERIA) Hidetoshi Nishimura menyampaikan, Rapat Pleno Majelis Umum PBB ke-70, mengadopsi “Hari Kesadaran Tsunami Dunia” (World Tsunami Awareness Day), pada 22 Desember 2015. Gagasan ini diprakarsai oleh Sekjen Liberal Democratic Party Toshihiro Nikai, dan diikuti 142 negara termasuk Jepang.

Ia mengatakan, bencana tsunami sangat fatal, sebagaimana yang terjadi di Aceh tahun 2004 dan merenggut 227.000 jiwa. Agar tragedi ini dapat dimengerti oleh  generasi mendatang, maka bagi mereka yang hidup harus menceritakannya.

“Oleh karena itu, resolusi ‘Hari Kesadaran Tsunami Dunia’ sangat merekomendasikan pendidikan dalam mencegah bencana secara efektif dan pelatihan bencana untuk meningkatkan kesadaran akan tsunami di setiap negara anggota,” tutur Nishimura.

Dalam kesempatan tersebut Wapres juga menyaksikan penyerahan bantuan berupa tenda darurat sebanyak 500 buah bagi korban gempa bumi Pidie Jaya, Aceh, dari Duta Besar Jepang untuk Indonesia Yasuaki Tanazaki kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang diwakili Sekretaris Utama BNPB, Dody Ruswandi. Disamping itu, bantuan juga diberikan Anggota Parlemen Majelis Rendah Jepang Teru Fukui kepada Kementerian Sosial yang diwakili oleh Sekjen Kemensos Harry Soeratin.

Hadir dalam kesempatan tersebut Duta Besar Jepang untuk ASEAN Kazuo Sunaga, Direktur JICA Ando Naoki, dan mantan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel. (KIP, Setwapres)