Kwesi Bekoe Amissah Arthur

Jamuan Santap Malam Triannual Cocoa Dinner

London. Potensi pasar kakao olahan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi global. Bahkan, perlambatan ekonomi yang saat ini banyak terjadi di berbagai belahan dunia, tidak akan mempengaruhi permintaan coklat secara global. “Mengkonsumsi coklat telah menjadi kebiasaan baru,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika memberikan sambutan pada jamuan santap malam Triannual Cocoa Dinner di JW Marriot London, Jumat malam 15 Mei 2015.

Wapres menjelaskan bahwa Uni Eropa dan Amerika Serikat akan tetap menjadi konsumen terbesar diikuti oleh negara-negara Asia Pasifik. Selanjutnya, pasar seperti Tiongkok, Rusia, India, Jepang dan Timur Tengah diperkirakan akan meningkatkan permintaan akibat pertumbuhan ekonomi negara-negara Asia di tahun-tahun mendatang.

Dalam sambutannya, Wapres mengutip laporan tentang pertumbuhan konsumsi dan permintaan kakao yang dirilis oleh Euromonitor International Limited. Laporan itu menyebutkan bahwa nilai konsumsi kembang gula coklat di pasar negara berkembang termasuk Asia, Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika akan tumbuh lebih dari 5 persen per tahun dalam lima tahun melalui 2018. “Atau lebih dari dua kali lipat dari rata-rata dunia,” ucap Wapres.

Laporan tersebut, lanjut Wapres, menyatakan bahwa di Asia, coklat secara tradisional belum menjadi pilihan. Saat ini, India dan Tiongkok memiliki total populasi lebih dari 2,5 miliar dan hanya mengkonsumsi 250 gram cokelat per kapita per tahun. “Tapi seiring dengan pertumbuhan ekonomi Asia, sehingga permintaan akan meningkat,” tutur Wapres.

Dikatakan Wapres bahwa tahun ini, penjualan coklat di Tiongkok diperkirakan akan meningkat 10 persen dan India diharapkan meningkat hingga 7 persen. Sementara penjualan coklat Indonesia diharapkan meingkat hingga 25 persen dalam 5 tahun ke depan. “Secara keseluruhan, pasar Asia diharapkan dapat menguasai 20% pangsa pasar global pada tahun 2016,” ujar Wapres.

Di awal sambutannya, Wapres menyampaikan bahwa sebagai negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia, Indonesia sangat diuntungkan oleh lokasi geografis. Kakao diperkenalkan oleh pedagang dari Spanyol dan ditanamkan pertama kali di Minahasa pada tahun 1560, serta menghasilkan 11 ton pada saat itu.

Wapres menjelaskan bahwa setelah Malaysia mengganti perkebunan kakao menjadi kelapa sawit pada tahun 1980-1990-an, banyak tenaga kerja Indonesia kembali dari Malaysia dan mulai menanam kakao di kampung mereka, khususnya di daerah-daerah yang berbatasan dengan Malaysia. “Sekarang, sudah lebih dari 1,2 juta hektar tersebar di wilayah Indonesia. Kami memproduksi rata-rata 700 ribu ton setiap tahunnya,” kata Wapres.

Saat ini, tidak kurang dari 95% perkebunan kakao di Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat dan menghidupi sekitar 1,7 juta rumah tangga petani. Lebih dari setengah kakao ditanam di Pulau Sulawesi, tepatnya di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat. “Daerah ini adalah daerah asal saya,” ucap Wapres.

“Kakao merupakan penghasil devisa terbesar ketiga di sektor pertanian Indonesia, setelah karet dan kelapa sawit,” ucap Wapres.

Kapasitas produksi industri kakao Indonesia telah meningkat menjadi 600.000 ton pada tahun 2015, dari hanya 151.000 ton pada tahun 2010. Sejak 2010, pendapatan dari ekspor kakao telah mengalami penurunan, karena fakta menunjukkan bahwa sebagian besar kakao diolah di dalam negeri oleh industri coklat sehingga memiliki nilai tambah dan juga dikonsumsi di dalam negeri. “Posisi Indonesia saat ini agak unik karena secara bersamaan menjadi kultivator, produsen dan konsumen serta importir kakao pada waktu yang sama,” jelas Wapres.

Wapres menggarisbawahi bahwa Indonesia tetap berkomitmen untuk terus meningkatkan produksi, dan saya yakin pada tahun 2020 Indonesia akan meningkatkan produksi secara signifikan hingga 50% melalui program peremajaan tanaman nasional.

Tantangan Kakao

Wapres mengingatkan bahwa peningkatan permintaan kakao tidak didukung oleh kapasitas produksi karena adanya pembatasan yang ditetapkan oleh negara-negara penghasil utama. “Sampai saat ini, ekspor kakao Indonesia ke Uni Eropa masih menghadapi hambatan tarif yang diskriminatif,” ujar Wapres.

Selain itu, ketersediaan lahan dan topografi dianggap sebagai tantangan besar untuk meningkatkan produksi secara signifikan. Pada tahun 2020, seiring dengan meningkatnya kebutuhan kakao sebagai bahan baku di Asia dan Amerika Latin, Tiongkok dan Brasil pada khususnya, Internasional Cocoa Organisation (ICCO) memperkirakan dunia akan kekurangan bahan baku. “Namun, dalam pandangan saya, tantangan ini berarti kesempatan untuk kita semua,” tegas Wapres.

Gerakan Nasional Kakao

Wapres mengatakan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dan negara demokrasi terbesar ketiga dengan 250 juta penduduk, dan pendiri ASEAN. Pada 1 Januari 2016 akan diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dengan jumlah penduduk mencapai 600 juta orang. “Dibandingkan dengan wilayah regional lainnya di dunia, ASEAN telah membuktikan dan akan terus menjadi salah satu tempat paling menarik untuk perdagangan dan investasi,” ujar Wapres.

Indonesia, lanjut Wapres, dilimpahi dengan begitu banyak sumber daya alam dan iklim yang mendukung berbagai industri termasuk perkebunan kakao, terutama cuaca tropis dan wilayah yang luas. “Saya dengan bangga menyampaikan bahwa Indonesia telah membentuk Gerakan Nasional Kakao,” kata Wapres.

Gerakan pengembangan kakao di Indonesia ini didasarkan pada konsep “Petani sebagai Fokus”. Dimulai pada tahun 2009, gerakan ini memiliki fokus pada tiga kegiatan: peremajaan, rehabilitasi, dan intensifikasi tanaman untuk meningkatkan kesejahteraan petani kakao kami, dengan meningkatkan produktivitas kakao dengan kualitas yang lebih baik.

Saat ini lebih dari setengah juta petani serta tenaga penyuluh bekerja di perkebunana kakao. Selain itu, di Indonesia juga telah dibangun banyak pusat penelitian kakao, laboratorium dan memproduksi banyak biji kakao fermentasi. “Terbukti dengan jelas bahwa kebijakan kami ini mulai untuk memberikan hasil yang baik,” ucap Wapres.

Wapres menyebutkan bahwa bahwa kakao Indonesia dikenal dengan karakteristik yang khas. Kakao kami memiliki ‘rasa buah’ dengan titik didih tinggi. “Itu yang membuat kakao Indonesia berbeda dari orang lain,” kata Wapres.

Dengan nilai investasi lebih dari USD 2 miliar pada makanan olahan dalam lima tahun terakhir telah menjadikan sektor ini sebagai investasi asing terbesar ketiga di Indonesia. Beberapa perusahaan besar dunia seperti Nestle, Mars, dan Cargill sudah hadir di Indonesia. Selain itu, dengan nilai investasi di sektor tanaman pangan dan perkebunan sebesar USD 600 juta menjadikan investasi asing terbesar keempat di kuartal 4 tahun 2014. Indonesia semakin menjadi tujuan pilihan. “Hal ini merupakan prestasi yang mengejutkan, tapi hanya beberapa contoh fantastis dari berbagai peluang investasi yang ada di Indonesia,” kata Wapres.

Wapres menyampaikan bahwa petani kecil merupakan tulang punggung industri kakao di Indonesia. Oleh karenanya, intervensi pemerintah diperlukan untuk memastikan produktivitas yang tinggi dengan memberikan dukungan berupa tanaman dengan kualitas yang baik dan pengolahan pasca panen yang lebih baik serta metode pengolahan. “Berdasarkan pengalaman kami, produktivitas yang lebih baik akan memberikan penghasilan yang lebih tinggi untuk petani kecil, yang pada gilirannya akan memberikan motivasi yang tinggi untuk menumbuhkan pohon kakao lebih banyak lagi,” ucap Wapres.

Kerjasama Internasional

Wapres mengingatkan pentingnya memperkuat kerjasama internasional yang bertujuan meningkatkan produktivitas kakao secara global, khususnya ddalam menaggulangi hama dan meningkatkan metode pengolahan.

Wapres menegaskan kehadirannya di FCC untuk menegaskan kembali komitmen Pemerintah Indonesia untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu tempat yang paling kompetitif untuk berinvestasi. “Saya mendorong Anda untuk melakukan bisnis dan untuk masa depan yang lebih baik dari ini dunia, khususnya di bidang kakao,” kata Wapres.

Dalam acara ini, Wapres diberi kejutan dengan dinyanyikannya lagu selamat ulang tahun dan disambut meriah oleh semua peserta. Sebagaimana diketahui pada Jumat, 15 Mei 2015 ini adalah tepat ulang tahun Wapres ke-73. Tampak hadir pada acara ini adalah Wakil Presiden Ghana Kwesi Bekoe Amissah Arthur, Ketua Federation of Cocoa Commerce (FCC) Gerard Menley, dan 80 pengusaha besar coklat.

Jamuan santap malam ini dihelat oleh Federation Of Cocoa Commerce (FCC). FCC adalah organisasi kakao terbesar di dunia. Organisasi ini bertujuan selain menjadi platform untuk sektor perdagangan dan industri kakao di dunia, juga bagaimana mendukung sustainability. Organisasi ini juga peduli dengan masalah-masalah sosial seperti isu tenaga kerja anak-nak dan rain forest. FCC Dinner merupakan pertemuan antara negara-negara Timur dan Barat yang terkait dengan industri kakao sekali dalam 2 tahun. (Jeri Wongiyanto)

****