Jakarta-wapresri.go.id Tiga pilar dasar kerjasama Asia Tenggara, yaitu politik dan keamanan, ekonomi, serta sosial-budaya menjadi kunci untuk membangun hubungan baik antara Asia Tenggara dan Eropa. Perwujudan pilar-pilar tersebut akan menghindarkan Asia Tenggara dari konflik, menciptakan perdamaian, dan mewujudkan kemakmuran.

Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menyampaikan hal ini dalam Forum Kebijakan Asia-Eropa di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Rabu (7/6/2017), menjawab pertanyaan mengenai apa yang dapat ASEAN lakukan dalam menghadapi ketidakpastian dunia saat ini.

“Apabila Anda ingin meningkatkan kesejahteraan sosial, hal utama yang Anda butuhkan adalah kedamaian. (Jika) tidak ada perdamaian, maka tidak ada kesejahteraan sosial,” jelas Wapres.

Dalam mengatasi berbagai konflik, Wakil Presiden menilai bahwa dalam beberapa dekade terakhir negara-negara di Asia Tenggara cukup mampu menyelesaikannya melalui cara-cara damai.

“Bila dibandingkan dengan wilayah lain di Asia, seperti Timur Tengah, Asia Selatan, dan Asia Timur, Asia Tenggara relatif baik. Kami di Asia Tenggara cukup gembira akan sifat damai di kawasan ini meskipun ada sedikit konflik di beberapa negara. Saya berharap ini dapat selesai dengan cara damai,” tuturnya.

Di usianya yang ke-50 tahun, menurut Wapres, ASEAN memiliki hubungan yang relatif baik dengan Eropa.

“Tidak ada permasalahan besar. Karena seluruh permasalahan di ASEAN diselesaikan berdasarkan konsensus bersama. Apa yang kami kerjakan berjalan secara stabil,” tegasnya.
Wapres kemudian menyinggung maraknya terorisme dan Islamofobia yang juga berpengaruh pada hubungan Asia-Eropa.

“Selama ini, orang hanya membicarakan “apa” atau “di mana”. Tidak banyak yang berpikir tentang “bagaimana” hal itu terjadi. Apabila kita melihat orang-orang yang menjadi aktornya, mereka berasal dari negara-negara gagal (failed states),” jelas Wapres.

“Apabila negara Anda gagal, bangkrut, dan hancur, maka akan sangat banyak anak muda yang marah. Tidak ada harapan. Tidak ada masa depan. Bila tidak ada masa depan, maka mereka akan berfikir radikal dan ekstrem. Karena begitu banyak orang yang berpikir tidak ada harapan, kemudian mereka berpikir tentang surga. Hanya karena berpikir tentang surga, maka mereka melakukan bom bunuh diri,” lanjutnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, menurut Wapres, semua pihak harus mengedepankan resolusi damai.

“Rehabilitasi mental akan lebih murah daripada membom banyak negara,” tegasnya.
Sebelumnya, Jusuf Wanandi, senior fellow dan salah satu pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS), penyelenggara acara ini, melaporkan bahwa Forum Kebijakan Asia-Eropa ini berlangsung selama dua hari dari 7–8 Juni 2017 dengan tema “Where does ASEAN Stand and Where Will It Go: the State and Future of ASEAN and Responses of External Partners”.

“Hari ini seharian penuh kami telah berdiskusi, dan saya kira kami telah memulainya dengan cukup baik. Besok kami akan berdiskusi kembali membicarakan isu-isu tentang ASEAN yang akan berumur 50 tahun,” jelas Jusuf Wanandi.

Turut hadir pada acara ini Menteri Luar Negeri di era Presiden Megawati Soekarno Putri dan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Hassan Wirajuda, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) periode 2004–2009 Anwar Nasution, Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar, dan Anggota Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi. (KIP, Setwapres)