Jakarta, wapresri.go.id – Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin mengatakan bahwa saat ini pemerintah tengah fokus berupaya mengatasi kemiskinan ekstrem, yang menurut data BPS dialami oleh 4 persen dari total penduduk Indonesia atau sekitar 10,86 juta jiwa. Adapun hasil yang ditargetkan dari upaya ini adalah tingkat kemiskinan ekstrem yang mencapai nol persen pada 2024.

Hal tersebut diungkapkan Wapres saat memimpin Rapat Pleno Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem bersama Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) pada Rabu (25/08/2021).

Terkait hal ini, Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi menjelaskan secara rinci bahwa program percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem ini sebenarnya untuk menyasar penduduk miskin ekstrem di 25 provinsi dan 212 kabupaten/kota di Indonesia. Namun, Presiden meminta Wapres dan para menteri untuk fokus di tujuh provinsi terlebih dahulu, yakni Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Papua, Maluku, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

“Jadi kemiskinan ekstrem itu sebenarnya ada di 25 provinsi dan berada di 212 kabupaten/kota, tapi arahan Presiden Jokowi, karena yang bertanggungjawab mengkoordinasi ini adalah Wapres, Presiden meminta kepada Wapres dan Menteri-Menteri untuk fokus di 7 provinsi dulu,” ungkap Masduki saat melakukan wawancara dengan RRI Ende dalam program Lintas Ende Pagi melalui sambungan telepon, Jumat, (27/08/2021).

Lebih lanjut, mengenai alasan dipilihnya 7 provinsi tersebut, Masduki menjelaskan bahwa hal ini didasari keterbatasan dana dan ketujuh provinsi tersebut dinilai memiliki tingkat kemiskinan ekstrem yang signifikan. Diibaratkan hujan dengan air yang terbatas, kata Masduki, tentu tidak maksimal membasahi seluruh area yang luas, sehingga perlu fokus di daerah tertentu dahulu agar hasilnya optimal.

“Ibarat hujan menyirami, kalau semua tempat dengan air yang terbatas, maka tidak semuanya akan basah. Maka harus dilakukan focusing. Focusing-nya di 7 provinsi itu, dan memang relatif cukup signifikan kemiskinan ekstrem di daerah itu,” jelasnya.

Dari 7 provinsi yang terpilih tersebut, tutur Masduki, nantinya akan diambil 5 kabupaten/kota dari masing-masing provinsi, sehingga secara total fokus penanganan kemiskinan ekstrem tahun ini akan menyasar 35 kabupaten/kota. Menurutnya pemilihan kabupaten/kota ini didasarkan pada data BPS.

“Jadi nanti setelah tahun ini ada di 7 provinsi, maka berikutnya akan ke provinsi-provinsi yang lain dari 25 provinsi itu, dan itu ditargetkan sampai 2024,” jelasnya.

Konsolidasi Data

Dalam upaya mengatasi kemiskinan ekstrem utamanya di 7 provinsi yang menjadi fokus tahun ini, menurut Masduki, Wapres menekankan pentingnya konsolidasi dan pembaharuan data.

“Yang diminta oleh wapres itu sebenarnya ada konsolidasi data, updating data. Karena banyak sekali data ini masih perlu dikonsolidasi, perlu diupdate. Contoh, sekarang akibat pandemi itu banyak juga orang-orang yang miskin baru, orang yang ditinggal mati suami/istri itu akan (bisa) menjadi miskin, anak-anak apalagi, anak-anak yatim juga makin banyak. Nah ini harus dikonsolidasi,” jelasnya.

Terkait konsolidasi data ini, kata Masduki, Wapres meminta Menteri Sosial (Mensos) untuk menyempurnakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Menurutnya, DTKS ini bukan data umum dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) atau lembaga survei penduduk, tetapi data yang benar-benar menyasar rumah tangga.

“Ini diminta ke Mensos agar berkoordinasi dengan kementerian-kementerian yang lain, salah satunya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,” ungkapnya.

Secara khusus, lanjut Masduki, koordinasi dengan Kemendes penting dilakukan, karena Kemendes telah melakukan konsolidasi data terlebih dahulu untuk kepentingan bantuan dana desa, termasuk di dalamnya data jumlah orang miskin dan miskin ekstrem, serta data lembaga instruktur sosial kemasyarakatan di desa.

“Ini yang menjadi koordinasi penting dari Wapres dan ini juga dibantu berbagai kementerian, termasuk juga Kementerian Keuangan,” tambahnya.

Untuk itu, menurut Masduki, Wapres meminta kepada para kepala daerah di 7 provinsi yang menjadi target program penanganan kemiskinan ekstrem agar juga melakukan koordinasi dan konsolidasi data dengan Kemensos.

“Jadi tolong itu dibantu untuk konsolidasi data. Dan apabila itu sudah dilakukan, maka kemudian nanti Wapres akan melakukan rapat-rapat koordinasi (lanjutan),” tuturnya.

Di samping itu, lanjut Masduki, koordinasi mengenai data ini penting karena nantinya akan terkait dengan dana yang akan dikirim ke daerah, sehingga diharapkan benar-benar tepat sasaran.

“Termasuk juga ada dana yang dikirim ke daerah, sehingga nanti Wapres akan berkoordinasi dengan gubernur dan menteri-menteri terkait untuk bagaimana agar tepat sasaran,” ujarnya.

Terakhir, selain konsolidasi data, terang Masduki, Wapres juga menekankan pentingnya keterbukaan para kepala daerah mengenai keadaan dan berbagai masalah yang dihadapi di daerah masing-masing, terutama terkait dengan kemiskinan ekstrem.

“Langkah-langkah yang banyak koordinasi dan terbuka untuk pendataan itu penting. Dan yang lebih penting lagi agar bisa segera terlaksana dengan baik. Respon dari pemimpin daerah itu kita perlu lebih responsif mengatasi persoalan bersama ini,” pungkasnya. (EP-BPMI Setwapres)