Jakarta-wapresri.go.id. Menghadapi keadaan dan permasalahan dunia saat ini, harus dipandang secara realistis. Jangan terlalu pesimis, tapi juga jangan terlalu optimis berlebih yang akan menimbulkan kekecewaan bila yang diharapkan tidak tercapai.

“Dunia hari ini selalu saya katakan dunia yang kurang senyum karena penuh pesimisme, ketidakpastian walaupun masih ada optimisme, karena itu lebih baik kita katakan kita realistis saja menghadapi keadaan. Tidak terlalu pesimis, jangan juga terlalu optimis. Realistis saja,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menyampaikan Keynote Speech dalam acara Breakfast Meeting dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Kamis (8/12/2016).

Wapres menjelaskan, terdapat dua faktor yang mempengaruhi ekonomi Indonesia, yaitu faktor luar dan faktor dalam. Hasil pemilihan presiden Amerika Serikat (AS), keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit), hingga munculnya pandangan proteksionis dan permasalahan Timur Tengah yang mempengaruhi harga minyak dan batu bara tidak dapat dipungkiri berdampak kepada Indonesia.

“Itulah apa baiknya atau buruknya di dunia ini tetap saja mengefek pada kita. Itu tidak bisa dihindari siapapun,” ucap Wapres.

Menurut Wapres, terkadang orang berpikir terlalu jauh terhadap efek kebijakan, padahal kenyataan yang terjadi tidak sejauh yang dipikirkan.

“Soal Trump misalnya, apakah dia akan sangat proteksionis? Saya kira tidak,” tutur  Wapres.

Rencana Trump untuk membuat pajak sebesar 45% bagi produk-produk China yang masuk ke AS dinilai Wapres merupakan hal yang tidak mungkin, karena 90% barang-barang di Walmart Amerika merupakan produk dari China dan sisa lainya dari Indonesia, Bangladesh, Vietnam atau Mexico.

“Bila dia lakukan itu yang pertama brontak ya rakyat Amerika, karena pasti akan mahal, yang artinya daya belinya menurun, kalau menurun dia akan jatuh miskin,” jelas Wapres.

Wapres pun menceritakan pertemuan dengan Presiden AS Barrack Obama pada saat menghadiri APEC di Peru, dimana Obama meyakini bahwa Trump akan bersifat pragmatis ketika ia resmi menjadi Presiden AS. Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe juga sependapat dengan hal tersebut. Menurutnya, apa yang terjadi nanti tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak akan sama seperti yang dikampanyekan oleh Trump. Hal ini terjadi tidak hanya di AS tapi pada kampanye yang dilakukan di manapun, tak terkecuali di Indonesia.

Terkait kondisi perekonomian dalam negeri, Wapres menjelaskan, Indonesia saat ini mengalami penurunan ekspor yang mengakibatkan pendapatan negara menurun. Oleh karena itu, pemerintah pun realistis untuk melakukan penghematan dan pemotongan pada beberapa bagian agar ekonomi Indonesia dapat terus berjalan dan seimbang.

“Memang terkadang banyak yang kecewa, tapi lebih baik beberapa pihak marah daripada seluruh bangsa ada masalah di belakang hari apabila kita berlebihan,” jelas Wapres.

Menghadapi tahun yang akan datang, Wapres pun mengimbau untuk menghadapinya secara realistis dan menjalaninya dengan lebih baik. Salah satunya dengan menggunakan inner strength (kekuatan dalam).

“Kita beruntung mempunyai kekuatan yang lebih baik dibanding negara lain. Pertama penduduk, penduduk itu kekuatan. Jangan anggap penduduk itu adalah beban. Kekuatan dalam hal produktivitas dan kekuatan dalam hal konsumtif. Apapun yang ingin kita tingkatkan harus ada pendapatannya. Maka kekuatan dalam negeri itulah yang harus kita kuatkan untuk meningkatkan pendapatan itu. Karena itu orang bertanya lagi, kalau ingin produktivitas naik, harus ada pasar. Apa pasarnya? Pasarnya tinggi dengan 250 juta (penduduk), yang segala macam masih kita import,” tegas Wapres.

Selain itu, Wapres juga mengajak masyarakat untuk bersyukur karena kondisi politik di Indonesia relatif aman. Justru yang mengkhawatirkan akhir-akhir ini adalah masalah sosial. Efek dari pengaruh penggabungan masalah politik dan masalah ekonomi telah menjadikan sebuah permasalahan baru yaitu masalah sosial.

“Keseimbangan sosial harus dicapai di Indonesia ini, artinya bagaimana keadilan harus dicapai. Apapun yang kita buat secara tidak adil, akan menimbulkan masalah. Jangan ada pengusaha-pengusaha besar menguasai ribuan hektar di sekeliling Jakarta, tapi orang kesulitan lahan, orang tinggal di emperan. Itu harus dicegah,” tegas Wapres.

Sebagai penutup, Wapres mengimbau PWI untuk dapat mendukung agar tidak terjadi pemahaman-pemahaman yang salah tentang permasalahan sosial tadi.

“Jangan yang menonjol hanya pertengkaran yang terjadi dan perbedaan pandangan. Kalau tidak ada perbedaan, tidak laku koran. Untuk sisi koran, mungkin saja baik, tapi untuk sisi masyarakat tidak,” tegas  Wapres.

Intinya, dalam menjaga keseimbangan politik, ekonomi, dan sosial, menurut Wapres, diperlukan ketenangan dalam masyarakat. Walaupun sekarang zaman demokrasi, namun demokrasi juga ada batasannya, tentunya selama hak-hak orang tidak dirugikan.

“Peran media harus membawa situasi lebih tenang”, tutup Wapres.

Sebelumnya, Ketua Umum PWI Margiono menyampaikan, kedatangan Wapres untuk memberikan gambaran dan harapan tentang masa depan ekonomi Indonesia.

“Hari ini Bapak Wakil Presiden berkenan memberikan pencerahan, memberi wawasan bahwa di tengah suasana yang super sibuk dan super damai ini, Bapak tentunya memiliki pandangan titik-titik terang untuk masa depan ekonomi kita,” ujar Margiono.

Breakfast Meeting ini diselenggarakan oleh PWI dengan mengambil tema “Masa depan Ekonomi Indonesia”. Acara ini merupakan pertemuan antara regulator, praktisi maupun pengusaha dalam rangka memberikan gambaran ekonomi Indonesia satu tahun kedepan serta membangun perspektif semua pemangku kepentingan dalam memandang perekonomian Indonesia di masa depan yang diharapkan dapat membantu dunia industri, manufaktur dan lainnya dalam menentukan target bisnis yang dicapai. (KIP, Setwapres)