Jakarta. Kenaikan harga beras yang terjadi sejak November 2014 telah mengusik perhatian pemerintah. Untuk itulah secara mendadak, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengadakan rapat tentang stabilitas harga beras pada hari Senin, 24 Februari 2015 di Kantor Wakil Presiden. Rapat dadakan tersebut dihadiri Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardoyo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog), dan Kepala Badan Pusat Statistika Suryamin.

Dalam pandangan Wapres, kenaikan harga beras disebabkan faktor suplai, karena permintaan beras tidak berubah. Kenaikan harga pangan, lanjut Wapres, sangat mempengaruhi kondisi masyarakat golongan bawah, karena 60 persen pengeluaran mereka untuk membeli beras. “Kenaikan Rp. 1.000,- hingga Rp. 2.000,- per kg sangat terasa berat bagi masyarakat golongan bawah,” ucap Wapres.

Dalam paparannya, Menko Perekonomian Sofyan Djalil menjelaskan bahwa kenaikan harga beras terus terjadi sejak Oktober 2014 hingga kini. Sementara itu, jelas Sofyan, produksi padi tahun 2014 menurun dari produksi padi dan lebih rendah dibanding 2012. “Defisit suplai beras terjadi bulan November 2014 hingga Februari 2015 dan stok beras turun signifikan,” ujar Sofyan.

Mendengarkan penjelasan Menko Perekonomian, Wapres menjelaskan alasan harga beras bergerak naik. Sebagai gambaran, ucap Wapres, jumlah penduduk kita sebanyak 250 juta. Kebutuhan beras sebesar 128 kg setiap penduduk per tahun, artinya kita membutuhkan beras sebanyak 32 juta ton dalam satu tahun. Kebutuhan setiap bulannya adalah 2,66 juta ton/bulan. “Mestinya suplai ini ada di pasar, termasuk raskin 232 ribu ton atau 9 persen dari suplai,” kata Wapres.

Tetapi selama tiga bulan ini, penyaluran raskin (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) tidak berjalan lancar karena masalah administrasi, inilah yang menjadi penyebab defisit suplai beras sehingga beras mengalami kenaikan harga. “Jadi, orang miskin yang biasa membeli beras seharga Rp. 1.600/kg, kini selama 3 bulan membeli Rp. 8.000/kg,” ucap Wapres.

Menurut Kepala Bulog, selama 3 bulan ini raskin yang seharusnya dikeluarkan sebanyak 232.000 ton setiap bulannya, baru dikeluarkan sebanyak 2 x 144.500 ton. “Untuk mengatasi kekurangan ini, Bulog segera keluarkan raskin 300.000 ton,” ucap Wapres.

Untuk memperlancar penyaluran ini, Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri akan mengingatkan pemerintah daerah untuk mengajukan Surat Penentuan Alokasi (SPA) agar Bulog dapat segera melakukan penyaluran kekurangan raskin. Kekurangan raskin ini diambil dari cadangan Bulog, karena saat ini ketersediaan cadangan Bulog sebesar 1,4 juta ton dan pada bulan Maret 2015 diperkirakan telah mulai panen, bahkan pada bulan April 2015 sudah panen raya.

****