Assalamualaikum warahmatullaahi wabarakaatuh, bismillah walhamdulillah wa ‘ala alihi wa shahbihi wa mawwalah.

Yang saya muliakan Bapak Wakil Ketua DPR RI Dr. K. H. Muhaimin Iskandar, Panglima Santri dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa; Wakil Gubernur Jawa Barat beserta Anggota Forkopimda Provinsi Jawa Barat; Wali Kota Bogor dan Wakil Wali Kota Bogor beserta Anggota Forkopimda Kota Bogor; Ketua Yayasan Al Falak Tubagus K. H. Fauzan; dan juga seluruh keluarga Bani Falak, terutama Tubagus Rahmatullah Thahir Falak, para habaib, para ulama, al ulama analkiram wa habaibana afadhil wabil khusus Syekh Fadhil Al Hasani Al Jaelani, dan para hadirin sekalian, para santriyin dan santriyat sekalian.

Alhamdulillah malam ini saya bisa hadir dalam rangka Haul Al Maghfurlah Al ‘Alim Al‘Allamah Mama K. H. Tubagus Muhammad Falak Abbas. Dan saya masih pernah melihat beliau ketika beliau masih hidup, alhamdulillah. Walaupun sudah sepuh, mudah-mudahan dapat barokahnya.

Beliau seorang ulama dan seorang pejuang yang patut menjadi contoh teladan bagi kita. Beliau yang terus menjalankan, mengumandangkan panggilan hak, panggilan Allah, dan juga panggilan tanah air.

Sebagai ulama, beliau adalah warasatul anbiya, yang mengajak kita semua untuk menjalankan panggilan Allah. Sesuai dengan firman Allah SWT, wahai orang yang beriman, penuhilah panggilan Allah dan rasulnya kalau memanggilmu untuk sesuatu yang menghidupkan kamu sekalian.

Jadi, panggilan Allah itu untuk membuat kita hidup. Bukankah kita sudah hidup sekarang? Hidup sekarang itu hidup dalam arti bergerak. Hidup ketika kita berada di dalam perut ibu kita selama 120 hari, kemudian oleh Allah. Kemudian ditiupkan ruh, kita menjadi hidup. Ini semua seperti itu, semua orang hidup, dalam arti itu semua orang hidup, yang baik, yang tidak baik, yang mukmin, yang kafir, semua hidup.

Tapi hidup yang dimaksudkan itu adalah hidup hayatan tayyibah, supaya kita hidup dalam kehidupan yan baik. Yang baik itu artinya yang menyenangkan, yang tentram, yang damai, yang melegakan. Bukan kehidupan yang sempit, bukan kehidupan yang saling bermusuhan, tetapi saling menopang. Itulah Allah itu membuat kita hidup yang nyaman. Kalau tidak, hidup kita sempit. Kalau berpaling daripada-Ku, kata Allah, nanti kamu dalam kehidupan yang sempit, yang susah, yang ruwet, yang gawat.

Jadi, kalau kita sekarang mengalami kegawatan, keadaan yang tidak nyaman, baik misalnya terutama di dunia ini. Kata orang sekarang ini dunia lagi tidak baik-baik saja ya, ada krisis, ada perang, ada akibat krisis energi, ada krisis, itu pasti karena kita berpaling daripada panggilan Allah SWT. Ini saya kira yang harus kita ikuti ajakan-ajakan beliau ketika beliau masih hidup, mengajak kita.

Kita dipanggil oleh Allah memang dengan panggilan apa? Ya Bani Adam, wahai anak cucu Adam. Tapi banyak yang tidak mendengar. Mungkin dia merasa bukan anak cucu Adam, sebab dulu ada yang bilang, manusia ini asalnya dari monyet. Jadi dulu perdebatan zaman dulu. Manusia itu asalnya mana? Dari Nabi Adam. Ada yang bilang dari monyet. Adam, monyet, Adam, monyet, akhirnya apa? Kata orang Islam begini saja, kalau begitu manusia ini asalnya dua, yang satu asalnya dari Nabi Adam turunannya orang Islam, dan yang satu asalnya dari monyet, turunannya orang komunis. Habis disuruh ngaku Nabi Adam nggak mau ya sudah. Kalau begitu keturunan.

Makanya, ketika dipanggil oleh Allah, ya Bani Adam, wahai anak Adam, kamu jangan terfitnah oleh setan yang dulu pernah mengeluarkan orangtua kamu, Adam dan Hawa dari surga. Dia nggak dengar, mungkin dia bukan anak cucu Adam. Jangan-jangan dia anak cucu monyet. Dipanggil lagi kita, ya ayyuhannas, wahai manusia sembahlah Tuhanmu yang menjadikan kamu. Nggak dengar juga. Mungkin dia bukan menjadi manusia, merasa manusia, atau menjadi manusia super yang tidak terkena oleh panggilan dari Allah. Orang manusia yang sombong. Nah itu yang disebut oleh Allah, orang-orang yang membohongkan ayat kan, dan sombong. Mereka itu tidak akan dibukakan pintu langit dan tidak akan masuk surga sampai ada unta bisa masuk di lubang jarum. Emang ada unta masuk lubang jarum? Nggak ada, Artinya, nggak mungkin masuk surga. Dipanggil ya ayyuhannas, ya ayyuhannas, nggak dengar juga.

Dipanggil lagi, ya ayyuhalladzina amanu, wahai orang yang beriman, nggak dengar juga, mungkin tidak beriman. Karena kalau orang beriman selalu menyahut. Ucapan orang mukmin itu kalau dipanggil kepada Allah, ucapannya cuma satu, ucapannya orang mukmin itu sami’na wa atha’na, satu saja. Bukan sami’na wa malasna, min ghairi tawakufin, tanpa dia itu menunda-nunda. Kenapa orang ini tidak menjawab langsung? Kata Syekh Nawawi Al Bantani, itu beliau mengatakan, jadi orang itu bisa menjawab, panggilan Allah, kalau sifat-sifat di dalam dirinya yang menghalangi pengabdiannya kepada Allah itu hilang.

Jadi, orang kalau belum bisa menjawab karena sifatnya belum hilang, sifat buruknya, sifat kemanusiaan yang buruknya itu, sombongnya, misalnya itu angkuhnya, tamaknya itu belum hilang. Kalau sudah hilang baru dia menjawab min ghairi tawakufin, tanpa menunda-nunda. Itulah sebabnya oleh Imam Ibnu Athaillah mengatakan keluarlah kamu dari sifat kemanusiaanmu yang menghalangi kamu untuk beribadah kepada Allah, supaya kamu bisa mujiban, yaitu memenuhi panggilan Allah, dan dekat dari hadrat-nya. Inilah panggilan Allah yang disampaikan oleh para ulama, oleh Mama Falak dulu ketika hidupnya.

Saudara-saudara sekalian, tapi Mama Falak ini juga seorang pejuang, yaitu mengajak kita untuk panggilan tanah air. Karena para ulama menganggap tanah air itu hubbul wathan minal iman. Yalal wathan, yalal wathan, yalal wathan hubbul wathan minal iman, baru saja tadi. Cinta tanah air itu termasuk daripada iman. Karena itu, dulu para ulama mengajak para santrinya untuk berjuang dari sejak zaman Geger Cilegon, itu kiai santri. Syekh Abdul Karim Tanara mengatakan harus diperangi Belanda, tahun 1988. Dan kalau Belanda belum datang, belum pulang, belum pergi dari Indonesia, saya tidak akan pulang ke Indonesia. Maka, terjadilah Geger Cilegon, yang oleh Prof. Sartono Kartodirdjo disebut sebagai religious revival, kebangkitan agama. Tapi sesungguhnya itu yang betul adalah Islamic revival, itu adalah kebangkitan Islam. Karena yang bergerak adalah umat Islam. Lebih tepat lagi disebut santri revival, itu adalah kebangkitan santri, karena yang berjuang pada waktu itu adalah santri. Kebangkitan santri inilah, kebangkitan Islam inilah yang memberi inspirasi lahirnya kebangkitan nasional yang kemudian melahirkan gerakan kemerdekaan Indonesia. Ini sejarah begitu.

Jadi, santri itu sudah mulai dari akhir abad ke-19. Ketika kita sudah merdeka, Indonesia merdeka baru beberapa hari, beberapa bulan, Agustus, September, Oktober, penjajah datang lagi ke sini, mau menjajah lagi. Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari tampil mengeluarkan Fatwa Jihad pada tanggal 22 Oktober untuk melawan Belanda, dan menyatakan bahwa melawan Belanda hukumnya fardu ain. Maka hari itu kemudian oleh pemerintah Indonesia dijadikan sebagai Hari Santri Nasional.

Alhamdulillah dengan Fatwa Jihad itu lahirlah 10 November, perang di Surabaya, dan Belanda dapat diusir. Indonesia tetap merdeka sampai sekarang. Ini momen-momen penting, itu semua adalah dalam rangka memenuhi panggilan tanah air.

Oleh karena itu, ulama-ulama muta’akhirin memasukkan hifdzul wathan itu menjadi bagian daripada maqashid syariah atau maqashidul kubra li syari’atil Islamiyah, maqashid syariah. Ulama-ulama dulu, Imam Ghazali dan yang lain-lain memasukkan maqashid syariah itu lima, satu namanya hifdzu din (menjaga agama), yang kedua hifdzun nafs (menjaga diri) itu maqashid syariah, menjaga diri itu bagian dari syariah. Kemudian, hifdzun aql (menjaga akal) akal itu harus dijaga, makanya jangan minum-minuman, akalnya nanti tidak sehat. itu dari tujuan syariah. Kemudian, hifdzun nasl (menjaga keturunan) makanya hati-hati, keturuanan jangan disembarang-sembarangi, itu harus dijaga. Jangan sembarang naruh ya, hati-hati. Hifdzun maal (menjaga harta). Itu yang disebut prinsip lima sebagai maqashid syariah. Syariah itu kalau dijumlah seluruh intinya itu pada lima hal itu. Kalau perintahnya cuma dua, if’al la taf’al. Agama itu begitu, hanya dua, kerjakan dan jangan dikerjakan. Ini yang harus dikerjakan, if’al; kemudian la taf’al, ini jangan dikerjakan. Ini perintah, ini larangan. Jadi kalau dibilang Allah if’al, kerjakan. Kalau ada Allah bilang la taf’al, jangan dikerjakan. Jangan sebaliknya, yang disuruh dikerjakan nggak dikerjakan, yang tidak boleh dikerjakan, dikerjakan. Itu namanya terbalik.

Tetapi ulama muta’akhirin menambah satu lagi, di samping hifdzu-hifdzu tadi, menambah satu hifdzu lagi, yaitu hifdzu wathan, menjaga tanah air, termasuk maqashid syariah. Saya bilang, ulama Indonesia sudah dari dulu memasukkan menjaga tanah air bahkan sebagai bagian daripada iman dan perjuangan santrinya. Jadi sekarang maqashid syariah itu menjadi enam.

Saudara-saudara sekalian, kalau dulu kita menjaga agama, menjaga tanah air itu dengan mengusir penjajah. Kalau sekarang, apa yang harus dikerjakan oleh santri, yaitu membangun negara, membangun sumber daya manusia yang hebat, membangun ekonomi. Karena itu, pesantren selain sebagai tempat ya’dadul mutafakkihina fiddin, menyediakan orang-orang yang paham agama untuk melanjutkan misi perjuangan para ulama, para nabi, termasuk perjuangan Mama Falak, maka pesantren harus melahirkan al mutafakihina fiddin orang yang paham agama untuk melanjutkan mereka. Karena apa? Karena untuk melanjutkan agama ini perlu ilmu. Dan ilmu itu adanya di para ulama.

Rasulullah mengatakan Allah tidak mengangkat ilmu itu dari dada manusia. Artinya, ilmu itu tidak hilang dari orang. Tapi Allah mengambil ilmu dengan mengambil ulamanya. Ulama kalau meninggal, istrinya dibawa apa tidak? Tidak. Mobilnya dibawa tidak? Rumahnya dibawa apa tidak? Ilmunya? Dibawa. Ilmunya dibawa. Nah ini, sehingga kalau tidak tersisa orang alim satupun, orang akan mengambil pemimpin orang-orang yang bodoh-bodoh, orang yang tidak punya ilmu. Kalau ditanya memberi fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan.

Karena itu, harus ada penggantinya, penerusnya, yaitu para santri yang ada di pesantren-pesantren supaya mereka melanjutkan perjuangan ulama. Saya kira itu. Itu penting. Karena itu pesantren harus dipertahankan.

Dan sekarang pesantren, selain sebagai tempat ya’dadul mutafakkihina fiddin, juga harus menyediakan al mu’ammirinal ardha, yang memakmurkan bumi, membangun kemakmuran. Karena apa? Karena Allah juga memerintahkan kepada kita untuk memakmurkan bumi, wa ansya’akum minal ardhi wasta’marakum fiha, Allah membuat kamu, menumbuhkan kamu dari tanah, dan Allah meminta kamu memakmurkan bumi. Imaratul ardhi, artinya makmur itu melalui dengan apa? Dengan membangun ekonomi, perdagangan, industri, pertanian itu, untuk itu namanya asbabul imara, kata ulama. Sebab kemakmuran itu harus ada upaya-upaya mengembangkan ekonomi.

Kata Syekh Nawawi, imaratul ardhi itu Allah memerintahkan kita untuk memakmurkan bumi ini sebagai pengabdian, sebagai ibadah, dan sebagai kebiasaan bahwasannya membangun kemakmuran itu adalah melalui pengembangan ekonomi. Jadi, membangun ekonomi bagian dari perintah agama.

Oleh karena itu, maka pesantren juga harus menjadi pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat. Jadi, ini fungsi yang tidak boleh kita, kita bangun pesantren ini dalam rangka membangun kekuatan umat, supaya umat mandiri. Kita sebenarnya umat Islam tidak usah repot-repot, tidak usah mengislamkan orang. Kalau saya, hanya dua saja, satu, membangun, memberdayakan umat Islam, santri-santri diberdayakan. Kedua, santrinisasi yang belum jadi santri.

Karena banyak orang sekarang ini Islam tapi belum mengerjakan Islam, ajarannya. Itu namanya Islam abangan. Jadi, Islam itu ada yang santri, ada yang Islam abangan. Karena itu, yang penting kita sekarang, sudah 87% bangsa indoensia ini islam, tinggal bagaimana sekarang mensantrikan yang abangan-abangan itu, santrinisasi abangan. Tidak perlu islamisasi, tapi cukup santrinisasi.

Kemudian, penguatan santri di dalam pemberdayaan ekonomi. Karena itu, pesantren harus dibangun menjadi basis ekonomi. Apalagi kita Indonesia memang sedang membangun sumber daya manusia, sedang membangun ekonomi masyarakat, ingin menjadikan Indonesia ini menjadi negara yang maju dan sejahtera. Jadi, kita ingin menjadikan kehidupan Indonesia ini nanti menjadi kehidupan yang hayyatan tayyibah, intinya itu. Menjalankan agama dengan benar, membangun kemakmuran.

Saya kira inilah yang harus kita ambil daripada peringatan haul apa yang dilakukan oleh Almaghfurlah K. H. Mama Falak Abbas, yaitu bagaimana kita bisa memenuhi panggilan Allah dan memberikan, menjawab, atau memenuhi panggilan tanah air sesuai dengan kondisi yang ada sekarang ini. Kalau dulu berjuang menghadapi Belanda, tapi sekarang berjuang dalam membangun kemakmuran dan kesejahteraan bangsa kita.

Mudah-mudahan Allah SWT memberikan kepada kita kemampuan, hidayah, memberikan kita ini orang yang bisa memilih jalan yang benar. Karena apa? Karena memang Allah ini memanggil kita, para nabi menyampaikan, para ulama melanjutkan, tapi kita manusia ini makhluk yang diberi pilihan. Memilih apa? Jadi, akhirnya bagaimana manusia ini bisa menerima panggilan itu dan mudah-mudahan kita termasuk orang yang bisa memenuhi panggilan itu. Itu inti daripada apa yang saya sampaikan.

Mudah-mudahan Allah SWT mengampuni Almaghfurlah, memberikan tempat yang lebih baik di sana. Dan mudah-mudahan ilmunya yang sudah pernah disampaikan memberikan keberkahan kepada kita semua, dan apa yang telah dilakukan memberikan inspirasi kepada kita untuk menjadi manusia yang baik, yang bisa melaksanakan tugas-tugas yang sejak dulu oleh beliau Almaghfurlah Mama K. H. Tubagus Falak itu dirintis, diajarkan kepada kita semua, terutama kepada para santri.

Demikian yang bisa saya sampaikan, aqulu qauli hadza wastaghfirullahaladzim, in uridu ilal ishlah wa mataufiqi illa billah, wallahul muwaffiq ila aqwamit thariq, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

***