Jakarta. Pemerintah maupun perusahaan membutuhkan strategi untuk mengumpulkan informasi strategis terkait pasar dan pesaingnya, baik untuk keperluan perdagangan, daya saing industri, pariwisata, jasa, maupun berbagai komoditas unggulan lainnya. Untuk itu diperlukan market intelligence (intelijen pasar), yakni strategi mendapatkan informasi pasar. Di samping membantu menyiapkan produk barang dan jasa Indonesia untuk masuk di pasar tujuan, hasil market intelligence (MI) juga dapat memetakan pesaing dari negara lain yang berpotensi menggerus pangsa pasar Indonesia.

Menyadari pentingnya peran MI bagi ekonomi Indonesia, Sekretariat Wakil Presiden mengadakan focussed group discussion (FGD) dengan tema “Optimalisasi Hasil Market Intellegence untuk Kepentingan Ekonomi Indonesia”, di Auditorium Istana Wakil Presiden, Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu, (30/3/2016).

Hadir menjadi pembicara dalam FGD tersebut Plh. Ketua Harian Kelompok Kerja (Pokja) Diplomasi Ekonomi, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Nur Syahrir Rahardjo, Direktur Pengembangan Pasar dan Informasi Ekspor Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional, Kementerian Perdagangan (Kemendag), Tuti Prahastuti, dan Praktisi Bisnis, Sudjana Setiadharma.

Mengawali FGD, Nur Syahrir Rahardjo yang pernah menjabat Duta Besar (Dubes) RI untuk Suriname merangkap Republik Guyana, memaparkan sinergitas yang dilakukan Kemenlu dalam menjalankan fungsi marketer dan MI. Nur Syahrir mengatakan bahwa Kemenlu memiliki peran untuk meningkatkan diplomasi ekonomi (DE), dimana DE ini harus membumi dan terkoneksi langsung dengan kepentingan rakyat, baik untuk perdagangan, investasi, maupun pemberdayaan Usaha Kecil Menengah (UKM), seperti yang disampaikan oleh Menlu Retno Marsudi.

Nur Syahrir menambahkan, DE merupakan perwujudan Nawa Cita Presiden-Wakil Presiden 2014-2019, yakni meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional (poin 6), dan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi dan domestik (poin 7). Di samping itu, Presiden Joko Widodo mengarahkan dalam Raker Kepala Perwakilan RI pada Februari 2015, agar Duta Besar dan Diplomat RI menjadi sales  dan marketer perdagangan, investasi dan pariwisata.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai marketer, Pokja Kemlu telah melakukan berbagai koordinasi, diantarnya membantu mendatangkan buyer, bekerjasama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) lain, melakukan pameran berskala internasional, seperti Trade Expo Indonesia, memberikan training dan networking bagi diplomat sebelum penempatan di luar negeri, serta memastikan agar transaksi yang dilakukan memberi hasil nyata kepada pelaku usaha.

“Tidak dipungkiri, masih banyak kendala dan permasalahan dalam  perdagangan dan investasi antara pelaku usaha di Indonesia dengan mitra kerja di luar negeri. Pokja Diplomasi telah berhasil menyelesaikan beberapa diantaranya. Untuk itu, peran Pokja harus lebih ditingkatkan. Selain itu, agar pelaku usaha juga melihat upaya jemput bola pemerintah Indonesia sebagai peluang besar, terutama dengan memanfaatkan berbagai event internasional, seperti TEI, Inacraft, dan KTT Asia-Afrika,” ujar Nur Syahrir.

Sebagai pembicara kedua FGD, Tuti Prahastuti menjelaskan pemanfaatan hasil MI untuk K/L dan pelaku usaha. Dalam paparannya Tuti menyampaikan,  MI bertujuan untuk mengamankan pasar ekspor di pasar utama, memperluas pangsa pasar ekspor dan meningkatkan diversifikasi produk ekspor.

Selain melakukan strategi dalam diplomasi perdagangan dengan mendatangkan/mendatangi buyers (buying mission), lanjut Tuti, strategi market baru yang tengah dikembangkan oleh Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) saat ini adalah pembuatan website Directorate General for National Export Development (DGNED). DGNED menyediakan informasi mengenai prospek pasar di negara tujuan, berdasarkan laporan Atase dari seluruh ITPC dan promosi digital produk Indonesia yang pemasoknya telah menjadi mitra DGNED.

“DGNED berupaya menjadi solusi masalah ekspor, yakni menjadi customer service center bagi permasalahan eksportir maupun calon eksportir yang memiliki kendala dalam business matching. Di samping itu, DGNED juga dapat dimanfaatkan para periset yang ingin mengetahui statistik perdagangan produk tertentu di luar negeri,” jelas Tuti.

Selain mengundang pembicara dari perwakilan pemerintah, FGD juga menghadirkan Praktisi Bisnis, yang kali ini diwakili Sudjana Setiadharma dari PT. Graha Power Kalimantan Timur. Sebagai pelaku usaha, Sudjana menyampaikan bahwa masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah dalam mengoptimalkan MI. Untuk itu ia menyarankan agar pemerintah dapat memanfaatkan sistem pemasaran online dan statistik konsumen, sebagaimana yang dilakukan perusahaan online commerce dari Tiongkok, Alibaba.

“Bila perlu ada kerjasama untuk membuka kantor operasi di Indonesia. Hal ini akan membantu pemasaran produk UKM Indonesia memasuki pasar global dengan sistem yang sudah established, baik cara pembayaran, pengiriman dan keamanan transaksi,”saran Sudjana.

Selain itu, Sudjana juga menekankan pentingnya pemikiran out of the box di kalangan pembuat kebijakan maupun pelaksana kebijakan dalam mengawal peran MI.

Sementara di sektor jasa pariwisata, Sudjana menyarankan agar pelaku usaha perhotelan, travel, dan penerbangan, seperti Garuda Indonesia  memanfaatkan idle capacity saat low season dengan paket-paket murah untuk target seperti wisata konferensi (MICE), atau wisata belanja yang spendingnya 4 kali wisata biasa.  

Usai pemaparan, dilakukan diskusi dalam menentukan pola ideal sinergitas antar K/L dan pelaku usaha dalam menjalankan MI dan memanfaatkannya. Diharapkan pemanfaatan informasi hasil intelligence fokus pada UKM yang ingin memasuki pasar luar negeri, mengingat perusahaan besar telah memiliki tim market intelligence sendiri. Di samping itu, perwakilan RI dapat mencari informasi tentang pabrik-pabrik yang potensial untuk diakuisisi investor atau BUMN Indonesia agar BUMN Indonesia bisa outward investment, seperti PT. PINDAD yang saat ini mengincar pabrik di Eropa.

Selain pegawai Setwapres dan Setneg, FGD dihadiri oleh peserta yang datang dari K/L dan pelaku usaha diantaranya Kemenlu, Kemendag, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perindustrian, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Kadin, APINDO, PT. PINDAD, dan PT. Panorama Tour. (KIP, Setwapres)