Jakarta, wapresri.go.id – Adanya Pemilihan Umum (Pemilu) serantak membuat atensi masyarakat pada Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) berkurang. Padahal, pileg tidak kalah penting dari Pemilihan Presiden (Pilpres) karena turut menentukan kualitas kebijakan pemerintah selama lima tahun ke depan. Untuk itu, diharapkan Pileg dilakukan terpisah dari Pilpres pada Pemilu 2024 mendatang.

“Kembali dipisahkan Pemilu DPR dan Presiden, agar faktor suara DPR dulu dihitung baru masyarakat untuk suatu Pemilu Presiden,” ungkap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menerima Institut Otonomi Daerah (i-OTDA) di Istana Wakil Presiden, Jalan Merdeka Selatan Nomor 6, Jakarta, (9/10/2019).

Lebih lanjut Wapres menyampaikan bahwa pemisahan Pileg dan Pilpres juga memiliki efek positif terkait keberlanjutan suatu sistem pemerintahan sehingga tidak semuanya merupakan sistem baru. Ia memberi contoh melalui sistem pemerintahan di Amerika Serikat dimana dikenal sistem mid-term dalam pergantian pemimpin.

“Kalau pilkada 3 kali dalam 5 tahun, supaya sepertiga, sepertiga, sepertiga. Sehingga ada suatu keberlanjutan pemerintahan. Jangan sekaligus potong,” tegas Wapres.

“Seluruh negara, sistem jangan sekaligus ganti orang. Kalau digabung dengan pilkada berarti diganti presidennya, diganti gubernurnya, diganti bupatinya. Jangan. Saya bilang sama teman-teman di DPR, kembali deh kita tiga kali pilkada. Supaya seluruh sistem jangan berganti bersamaan. Jadi kalau rapat dengan gubernur semua pada tahu,” tambahnya.

Selain itu, Wapres juga menilai bahwa Pemilu serentak memiliki sistem yang rumit dan tidak efisien. Oleh karena itu, sesuai pemberitaan di media, banyak terdapat petugas pemilihan yang mengalami sakit bahkan meninggal dalam tugas.

“Karena Pemilu itu kemarin ini memeriksa atau menghitung kira-kira 500 faktor. Coba ya, pemilu nasional 14 partai, kemudian tiap partai punya 8 calon. Jadi berarti 120 sekian. Dikalikan 3 karena DPR, DPRD, MPR. Ditambah DPD. Ditambah 2 calon presiden. Kurang lebih 400 dihitung,” ujar Wapres memberikan analogi.

Wapres juga memandang bahwa tingginya beban yang ditanggung oleh para petugas pemilihan menjadi salah satu faktor banyaknya korban yang terjadi.

“Itulah masalahnya, karena bagaimana orang tua atau yang tidak biasa menghitung matriks tiba-tiba matriksnya 500 faktor. Kita saja disuruh menghitung 500 faktor dalam satu malam, dalam keadaan ngantuk, dalam keadaan lapar, itu menjadi stress,” tutur Wapres.

Menutup audiensi, Wapres mengatakan bahwa rencana mengenai revisi RUU Pemilu lebih baik mulai disiapkan. Meskipun tidak seharusnya undang-undang selalu berubah, namun berkaca dari pengalaman sebelumnya, revisi RUU Pemilu dapat dipertimbangkan.

“Semua harus siap-siap. Memang kita setiap lima tahun selalu ubah undang-undang. Seharusnya tidak, kan. Tapi melihat ini kan dari pengalaman. Morally politik kita berbahaya. Moralnya rakyat, moralnya anggota DPR, moralnya jatuh karena sistem. Jadi resiko tersebar itu moral. Yang meninggal itu besar resikonya. Tapi moral itu lebih besar,” pungkasnya.

Sebelumnya, pendiri i-OTDA, Djohermansyah Djonan melaporkan beberapa kegiatan serta kajian yang telah dilaksanakan oleh i-OTDA, diantaranya evaluasi pemilu serentak 2019, kajian mengenai Papua dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), serta rencana pemindahan ibukota. Walaupun nantinya Wapres Jusuf Kalla sudah tidak lagi berada di pemerintahan, ia berharap Wapres tetap mendukung i-OTDA.

“Mudah-mudahan ini kita bisa terus jalan. Kalaupun perubahan pemerintahan, kita kalau bisa mohon Pak JK bisa terus mendorong i-OTDA,” pintanya.

Lebih lanjut Djohermansyah mengatakan bahwa pihaknya telah memiliki beberapa publikasi yang diterbitkan, dimana salah satunya adalah buku yang berjudul Koki Otonomi. Ia pun meminta kesediaan Wapres untuk memberikan kata pengantar pada buku tersebut.

Selain Sementara itu, pendiri i-OTDA lainnya J. Kristiadi juga meminta kesediaan Wapres untuk menjadi Ketua Dewan Penasihat i-OTDA.

“Semangat kita pada otonomi daerah tidak pernah padam. Tapi tetap kita memerlukan bimbingan, restu, dan marwah dari tokoh yang kita anggap pemikirannya baik, yaitu Bapak Wakil Presiden untuk menjadi ketua dewan penasihat tunggal kamil,” ucapnya.

Sebagai informasi, i-OTDA didirikan oleh sejumlah praktisi dan pakar di bidang pemerintahan, hukum pemerintahan daerah, politik lokal dan otonomi daerah. I-OTDA hadir guna memberi kontribusi pemikiran kepada pemerintah pusat dan dan pemerintah daerah untuk memajukan desentralisasi dan otonomi daerah, baik dalam perumusan kebijakan maupun implementasi desentralisasi dan otonomi daerah. i-OTDA juga memberikan konsultasi, asistensi, asesmen dan edukasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggara pemerintahan daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah secara efektif, efisien dan akutantabel.

Selain J. Kristiadi, hadir bersama Djohermansyah Djonan, Siti Zuhro dan Rizal Labolo.

Sementara Wapres Jusuf Kalla didampingi Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar, Staf Khusus Wapres Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otonomi Daerah Syahrul Udjud, Staf Khusus Wapres Bidang Reformasi Birokrasi Azyumardi Azra, Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi, Plt.Deputi Dukungan kebijakan Pemerintahan Muhammad Iqbal. (RP/NN/SK, KIP-Setwapres)