Jakarta, wapresri.go.id – Inti dari kemajuan adalah nilai tambah, yang didasari oleh pendidikan dan inovasi. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan alokasi dana pendidikan. Diharapkan, diaspora Indonesia yang telah memanfaatkan pendidikan tersebut dapat menciptakan banyak inovasi dan budaya yang diakui dunia.

“Tidak banyak negara yang telah mengalokasikan anggaran sebesar 20% untuk pendidikan, sedang Indonesia telah membuat [alokasi tersebut] dalam konstitusi. Hanya terdapat tiga negara di dunia ini yang menganggarkan alokasi besar untuk pendidikan seperti Taiwan, dan salah satu negara Amerika Selatan,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika membuka Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) Tahun 2019, di Auditorium Kantor Wakil Presiden, Jl. Medan Merdeka Utara No.15, Jakarta, Senin (19/8/2019).

Lebih jauh Wapres mengungkapkan Pemerintah Indonesia telah mengalokasikan dana cukup besar melalui program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang diperuntukkan bagi masyarakat yang memenuhi syarat untuk belajar di 100 universitas terbaik di dunia.

“Alokasi anggaran tahun 2019 sudah mencapai 30 triliun dan tahun depan akan menjadi 50 triliun. Pemerintah akan terus menambahkan alokasi dana untuk mendukung generasi muda belajar dengan biaya penuh dari Pemerintah,” paparnya.

Terkait inovasi, Wapres menekankan, merupakan hal yang sangat dibutuhkan terutama menghadapi dunia saat ini yang penuh dengan persaingan dan ketidakpastian. Ia pun mencontohkan inovasi Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang menjadi pengakuan dunia.

“Banyak negara kewalahan dari persaingan (RRT) termasuk Amerika, sehingga membuat peraturan untuk menghadapi Tiongkok. Sebagian besar barang yang beredar made in China, artinya Tiongkok berhasil mengembangkan industri dari agraris ke industri hebat di dunia ini,” ungkapnya.

Saat ini, Wapres mencermati, RRT dengan jumlah penduduk terbesar di dunia (hampir 1,4 miliar) dan memiliki universitas sebanyak 2500, telah menjadi negara maju. Sementara, jumlah penduduk Indonesia seperlima dari RRT dan memiliki sekitar 4700 universitas.

Dalam kesempatan tersebut Wapres juga menegaskan bahwa diaspora tidak harus kembali ke negara asal, melainkan dapat menetap di berbagai negara untuk mendapat pengalaman. Sebab pengalaman adalah guru terbaik. Diaspora mempunyai pengetahuan dan pengalaman sehingga yang dibutuhkan adalah sharing informasi bagi pendidikan di Indonesia.

“Saya tidak bermaksud mengundang kembali, tetapi belajar pengalaman dari berbagai negara seperti RRT. Di seluruh dunia ada China Town, ada China Kecil, begitu hebatnya diaspora mereka,” jelas Wapres.

Menyinggung tawaran menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) kepada para diaspora, Wapres mengingatkan bahwa gaji ASN hanya 10% dari gaji diaspora, sehingga apabila ingin menjadi ASN harus bermotifkan pengabdian.

“Seperti Bu Sri Mulyani bila dari segi gaji (Direktur Pelaksana di Bank Dunia) ratusan juta, ketika jadi menteri gaji turun menjadi 19 juta. Hal tersebut dilihat bukan dari segi gaji, namun lebih pada motif pengabdian,” ujarnya.

Selain itu, Wapres berharap ke depan Indonesia dapat mengubah kebijakan luar negeri, yang semula tangan di bawah menjadi tangan di atas .

“Kita harus membantu negara Fiji dan negara-negara di Afrika dengan membangun paradigma bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Agama juga mengajarkan tangan di atas lebih utama daripada tangan di bawah,” pesannya.

Wapres pun menyampaikan bahwa hal yang paling penting ialah bagaimana budaya maju itu bisa ditularkan menjadi virus kebaikan bagi semua, budaya juga harus menjadi bagian dari perubahan tersebut. Karena itu, peran diaspora selain untuk memajukan bangsa, juga diharapkan mampu meningkatkan harkat martabat bangsa.

“Hal-hal itulah yang menjadi bahagian dan harapan kita,” ucapnya.

Melalui simposum ini, Wapres meminta para diaspora untuk saling berbagi pengalaman, agar ke depan Indonesia bisa menjadi negara yang lebih maju dibanding negara lain.

“Momen ini bertepatan dengan 17 Agustus dengan terus memupuk semangat kebangsaan,” tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Ikatan Ilmuan Indonesia Internasional Deden Rukmana menyampaikan apresiasi kepada perwakilan diaspora atas terselenggaranya acara ini.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir menyampaikan bahwa acara ini dihadiri para ilmuan dari 13 negara, yang merupakan akademisi muda berprestasi dan diakui internasional, bahkan beberapa di antaranya menjabat sebagai profesor di institusinya.

Sementara, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir menyampaikan harapan agar diaspora yang berada di luar negeri mendapatkan kesempatan atau memperoleh diskresi untuk menjadi ASN.

SCKD Tahun 2019 merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, dengan Kementerian Luar Negeri, dengan mengusung tema “Mari Bersinergi dan Berkolaborasi”.

Hadir mendampingi Wapres Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Bambang Widianto, dan Tim Ahli Wapres Sofyan Wanandi, (SA/AF/SK–KIP, Setwapres).