Jakarta, wapresri.go.id–Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menggelar rapat terbatas tentang evaluasi dan percepatan penanganan pascabencana di Palu, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Selat Sunda di Kantor Wapres Jl. Merdeka Utara Jakarta, Rabu, (9/1).

Kepada awak media, Wapres menyampaikan bahwa kalau di NTB menurutnya diperlukan percepatan penyiapan komponen-komponen untuk pembuatan Hunian Tetap dan juga penyediaan pendamping atau fasilitator untuk pembangunan Hunian Tetap agar diperbanyak lagi. Hal ini dibutuhkan untuk memastikan bahwa pabrikasi atau pembuatan Hunian Tetap untuk masyarakat yang aman dan tahan gempa.

“Karena dananya sudah tersedia tinggal percepatannya saja,” ujarnya.

Demikian juga di Sulawesi Tengah, lanjut Wapres, sudah ada penetapan Peta Zona Rawan Bencana. Masyarakat diberikan petunjuk secara jelas wilayah mana yang boleh dihuni, atau dibangun kembali dengan persyaratan pembangunan tertentu (Zona Kuning), dan wilayah mana yang sama sekali tidak boleh dihuni karena membahayakan masyarakat (Zona Merah).

“Penetapan Zona Rawan Bencana dilengkapi dengan penggunaan warna yang melambangkan tingkat bahaya bencana. Merah sama sekali tidak diperbolehkan pembangunan kembali karena potensi bencana yang sangat tinggi seperti kemungkinan terjadinya likuefaksi yang sangat tinggi,” tegasnya.

Wapres mengintruksikan agar dilakukan percepatan penyelesaian hunian sementara dan segera disiapkan rencana relokasi untuk pembangunan Hunian Tetap.

“BPN harus membantu menyiapkan penataan atau pengadaan pertanahannya. Kemudian PUPR membuat planologinya, disamping itu untuk pencepatan pembangunan rumah yang tidak butuh direlokasi maka langsung aja perbaiki rumah,” pintanya.

Selain itu, dalam rapat Wapres juga meminta laporan penanganan bencana di Selat Sunda.Dalam kaitan ini, Wapres juga mengintruksikan kepada BNPB, BMKG, dan Badan Geologi untuk meningkatkan mitigasi bencana di wilayah tersebut.

BMKG menyampaikan bahwa akhir Januari sampai dengan Februari dapat terjadi puncak hujan ekstrim, maka sungai-sungai perlu di perhatikan jika sewaktu-waktu terjadi banjir besar atau banjir bandang. Sehingga perlu adanya mitigasi seperti pembuatan peta zona rawan bencana.

Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati potensi bencana Selat Sunda tidak hanya erupsi Gunung Anak Krakatau tetapi juga adanya potensi gempa megathrust. “Kadang-kadang peringatan untuk antisipasi gempa lebih lambat datangnya daripada gempanya,” ucapnya.

Sementara itu Kepala Badan Geologi Rudi Suhendar mengungkapkan bahwa Gunung Anak Krakatau mulai aktif 29 Juni 2018, intensitasnya meningkat sejak tanggal 21 Desember 2018.

Turut Hadir dalam rapat Menteri Koordnator Bidang Politik, Hukum, dan Kemananan Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro, Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo, Kepala BPKP Ardan Adiperdana, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Kepala Badan Geologi Rudi Suhendar, Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar, dan Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangungan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Bambang Widianto, Staf Khusus Wapres Bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin. (RMS/RN-KIP Setwapres)