Kantor Wakil Presiden. Reformasi pajak di ASEAN memang dibutuhkan. Tetapi harus dilihat juga kondisi ekonomi negara-negara yang termasuk komunitas ASEAN dan juga hubungan bilateral negara lain, seperti Tiongkok dand Jepang. Indonesia memerlukan waktu untuk itu. “Indonesia tidak hanya membutuhkan reformasi pajak, tetapi juga pelaksanaannya. Kombinasi keduanya. Karena reformasi dapat diartikan ketidakpastian, oleh karena itu perlu pelaksanaan,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menerima Presiden International Tax and Investment Center (ITIC) Daniel Witt di Kantor Wakil Presiden, Selasa 3 Februari 2015.
Witt yang datang bersama Direktur Utama Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik Rachbini memberikan buku Excise Tax in ASEAN: A Guide to Reform Ahead of AEC 2015 kepada Wapres. Buku ini adalah intisari dari Eight Meeting of Asia-Pacific Tax Forum yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan tahun 2011 di Bali.
Buku ini, kata Witt, mencoba menjawab pertanyaan umum yang sering muncul terutama tentang pemberlakuan bea cukai untuk perdagangan lintas perbatasan, misalnya cukai untuk komoditi seperti rokok, alkohol dan sebagainya. Buku ini juga telah diberikan kepada Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro.
Witt berharap buku yang menggunakan bahasa Inggris ini dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan menjadi referensi untuk universitas-universitas di Indonesia. “Saya merasa bangga menulisnya karena di dalamnya ada rancangan kebijakan fiskal dimana kantor anda turut berpartisipasi,” kata Witt.
Witt melihat Indonesia memilik potensi yang sangat besar untuk menjadi pionir di ASEAN terkait dengan reformasi pajak ini. Karena Presiden Indonesia turut mendukung perdagangan bebas, dan hal itu sangat penting. Sementara di negara-negara tetangga Indonesia, pemberlakuan bea cukai untuk melindungi industri dalam negeri. “Saya rasa itu bukan hal yang tepat,” ucap Witt.
Bicara tentang reformasi pajak, menurut Wapres, harus diawali dengan reformasi mental, terutama eksekusinya. “Selain itu, kita juga harus memahami bagaimana pajak dapat mendorong ekonomi dan ekonomi dapat meningkatkan pajak. Keduanya berjalan beriringan,” harap Wapres.
Menjawab itu, Witt menyarankan agar struktur perpajakan, baik bea cukai, atau pajak perusahaan, di buat lebih sederhana. “Semakin sederhana strukturnya, semakin mudah pembayar pajak memahaminya, dan juga semakin mudah administrasi pajak memperkuatnya,” jelas Witt.
“Sistem kita masih rumit, bagaimana pembayar pajak dan administrasi pajak lebih baik?” ujar Wapres berseloroh.
Untuk itu, Wapres berharap ke depan masalah perpajakan tidak di bawah Kementerian Keuangan, harus ada badan khusus yang menanganinya. “Pajak itu tidak terlalu mudah. Oleh karena itu harus diurus dengan badan setingkat menteri, supaya mudah mengontrolnya,” tegas Wapres.
The International Tax and Investment Center (ITIC) adalah organisasi jaringan fiskal yang diakui secara global. Didirikan pada tahun 1993, ITIC adalah lembaga independen nirlaba yang fokus pada penelitian dan pendidikan dengan kantor di Azerbaijan, Brasil, Irak, Kazakhstan, Myanmar, Filipina, Rusia, Thailand, Ukraina, Uni Emirat Arab, Inggris, dan Amerika Serikat. (Siti Khodijah)
****