Jakarta. Berbagai konflik yang terjadi di Timur Tengah saat ini menyebabkan banyaknya penduduk dari negara-negara Islam di kawasan tersebut hijrah ke negara-negara lain non Islam untuk mencari keselamatan. Hal ini sangat memprihatinkan dan perlu dicegah untuk kebahagiaan umat. Untuk itu, negara-negara Islam harus mampu menyebarkan nilai-nilai yang damai, pluralis, toleran dan anti kekerasan.
“Indonesia dan Mesir serta negara-negara Islam lainnya memikul tanggung jawab bersama meluruskan citra Islam yang saat ini ternoda dari aksi orang-orang yang mengatasnamakan perjuangan Islam,” kata Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat menerima courtesy call dari Imam Besar Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir, Ahmad Muhammad Ahmad Al Tayyeb di Istana Wakil Presiden, Merdeka Selatan, Selasa, (23/2/2016).
Wapres meyakini Al Azhar sebagai universitas tertua di dunia dan Indonesia sebagai negara yang memiliki umat Islam terbesar di dunia mampu berperan mengembalikan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin.
“Kita juga harus mampu mengurangi keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan yang membuat mereka menjadi target rekrutmen yang mudah bagi para teroris,” ajak Wapres.
Wapres mengungkapkan Indonesia dengan Mesir memiliki sejarah panjang jauh sebelum Indonesia merdeka karena banyak pelajar dan pemuda Indonesia yang menuntut ilmu di Al Azhar, dengan sebutan pelajar jauh.
“Dengan keberadaan para pelajar tersebut Mesir muncul sebagai negara yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945,” ungkap Wapres Jusuf Kalla.
Universitas Al Azhar Mesir, kata Wapres, merupakan tujuan favorit mahasiswa Indonesia untuk belajar di Timur Tengah. Banyak tokoh dan pejabat Indonesia merupakan alumni universitas tersebut, mulai dari tokoh di parlemen, tokoh politik, dan tokoh di pemeritahan, terutama para ulama yang mengabdikan dirinya pada penyebaran agamna dan pendidikan di Indonesia.
“Saat ini seperti yang disampaikan Yang Mulia lebih dari 3000 mahasiswa Indonesia menempuh pendidikan dan menimba ilmu di Mesir. Sumbangan Al Azhar kepada Indonesia cukup besar mulai dari pemberian beasiswa dan kerja sama pembangunan asrama mahasiswa Indonesia dengan Al Azhar yang baru-baru ini diserahterimakan dari pemerintah Indonesia kepada Al Azhar,” jelas Wapres.
Atas nama pemerintah Indonesia, Wapres Jusuf Kalla menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas pembangunan asrama tesebut.
“Kiranya asrama tersebut dapat meningkatkan intelektual mahasiswa Indonesia dan menjauhkan mereka dari pemikiran-pemikiran ekstrimisme yang saat ini sangat mudah didapatkan di luar kampus,” harapnya.
Sebelumnya, Imam Besar (Grand Syeikh) Ahmad Muhammad Ahmad Al Tayyeb mengatakan, hubungan Al Azhar dengan Indonesia sangat kuat, karena mahasiswa Indonesia jumlahnya yang paling banyak belajar di universitas tersebut.
“Lebih dari 3000 mahasiswa Indonesia belajar di Al Azhar, mereka semua mahasiswa-mahasiswa yang bagus dan apabila pulang, dapat bermanfaat di Indonesia dengan ilmu-ilmu yang mereka dapat di Al Azhar,” ujarnya.
Menurut Syeikh Tayyeb, pemerintah Indonesia telah membangun asrama bagi mahasiswa yang belajar di Universitas Al Azhar di atas tanah pemberian Mesir dan dana yang berasal dari Indonesia. Hal ini menurutnya mempermudah mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang belajar di universitas tersebut.
“Selama ini Pemerintah Mesir memberikan beasiswa tiap tahunnya kepada 20 mahasiswa asal Indonesia, dan setelah kunjungan ini, pemerintah Mesir akan menambah [beasiswa] menjadi 50 untuk mahasiswa Indonesia,” paparnya.
Dalam kesempatan itu, Syeikh Tayyeb mengaku sempat terkejut membaca sebuah ulasan dari beberapa peneliti Eropa bahwa Indonesia dengan Mesir ternyata memiliki hubungan jauh ke belakang dimana Mesir juga banyak mengimpor beberapa bahan-bahan dari Indonesia.
“Demikian pula para mahasiswa di Indonesia yang paling pertama belajar di Al Azhar sejak awal ketika didirikannya universitas untuk menimba ilmu dari para guru dan professor di Al Azhar. Saya juga terkejut dan kagum pada siswa yang datang ke Al Azhar, ternyata mereka datang pada tingkat SMP dan SMA. Saya membayangkan kesabaran anak-anak ini, bagaimana mereka bisa meninggalkan negerinya dalam masa yang lama. Tapi saya tahu ini dilakukan untuk cita-cita yang panjang dan hubungan yang erat dengan Al Azhar,” kata Syeikh Tayyeb mengungkapkan kekagumannya.
Kemudian ia menceritakan, seringkali ia menghadiri pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan di Luxor, kota tua di tepi Timur Sungai Nil yang jauhnya sekitar 700 km dari Mesir, dirinya kembali terkejut ketika mengetahui mahasiswa yang hadir terbanyak berasal dari Indonesia. Untuk itu ia sangat mengapresiasi kedatangan mahasiswa Indonesia yang antusias dan rela menempuh jarak yang lumayan jauh ke daerah Luxor, meskipun hanya untuk menghadiri acara yang sederhana. Ia juga sangat tekesan dengan sikap yang ditunjukkan oleh mahasiswa Indonesia karena rata-rata mahasiswa Indonesia memiliki akhlak yang baik dan hati yang teduh.
Dalam pertemuan ulama-ulama internasional dimana para pemikir sering mengkaitkan antara pikiran dan kemajuan keislaman, Syeikh Tayyeb selalu menunjuk Indonesia sebagai contoh negara yang maju di teknologi dan intelektual, namun secara bersamaan menjadi negara yang religius dan beragama.
“Oleh karena itu saya memohon kepada Allah SWT agar Allah selalu menjaga dan memelihara negeri ini dari segala goncangan-oncangan dan pertikaian-pertikaian,” harapnya.
Ia juga berharap akhlak dan sifat yang dikembangkan di Indonesia, mampu menghadapi perbedaan antar mazhab di negara ini, serta mampu menerapkan toleransi antar golongan, antar kelompok dan antar muslimin dengan non muslim.
“Banyak orang bertanya kepada saya posisi Islam kepada agama lain seperti Buddha, Confisius, dan lainnya, saya jawab dengan mengutip ayat Al Quran. Ada ayat yang dimaksud dengan cinta dan kasih sayang terhadap sesama manusia. Seperti di Mesir banyak berdiri patung-patung peninggalan Mesir kuno namun petinggi Al Azhar yang sering melihat dan melewati tidak mempermasalahkannya. Malah menurut sejarah yang menghacurkan patung-patung tersebut adalah bangsa Romawi. Toleransi Islam terkenal sangat tinggi, jika dikaji dari prinsip-prinsip dasarnya maka kita dapat mengetahui bahwa tanpa toleransi negara dan bangsa akan hancur,” jelas Syeikh Tayyeb.
Indonesia menurutnya juga mampu mematahkan pendapat negara-negara Barat yang menuduh Islam merupakan agama kemunduran.
“Karena Islam di Indonesia mampu menggunakan tekonologi sebagai sarana syiar agama ke seluruh negeri,” ujar Syeikh Tayyeb.
Dalam pertemuan bilateral itu, Syeikh menyampaikan terima kasih atas penyambutan yang luar biasa dan hangat serta penuh suasana kekeluargaan oleh pemerintah Indonesia kepada para utusan dari Al Azhar dan delegasi majelis ulama muslimin. Ia merasa sebagai orang Mesir disambut sangat luar biasa oleh bangsa Indonesia. “Kami menjumpai masyarakat yang menjunjung tinggi akhlak, yang sangat religius dan agamis,” tuturnya.
“Sudah lama sekali kunjungan ini dinantikan, semoga ini bisa membuka kerja sama di berbagai bidang, seperti agama dan pendidikan. Terima kasih atas kunjungannya ke Indonesia,” ucap Wapres.
Pertemuan dilanjutkan dengan santap malam yang penuh dengan keakraban, bahkan Wapres Jusuf Kalla sempat melontarkan gurauan bahwa Mesir tidak hanya dikenal oleh bangsa Indonesia melaui suvenir-suvenirnya dan tempat-tempat wisata yang indah saja, tetapi karena di Indonesia rakyatnya mengenal makanan Martabak Mesir. Begitu juga dengan negara Mesir yang mengetahui Indonesia dari mangga yang pertama kali ditanam oleh Presiden Soekarno di tahun 1957 silam.
Turut hadir mendampingi Wapres, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir, Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah dan OKI Alwi Shihab, dan Mantan Menteri Agama Quraish Shihab (Gita Savitri)