Jakarta. Insinyur memainkan peranan penting bagi kebangkitan bangsa. Oleh karena itu insinyur dituntut untuk menciptakan inovasi baru yang dapat mendatangkan kemajuan. “Artinya adalah apabila insinyur tidak melakukan inovasi dan tidak membuat kemajuan, maka tidak akan ada kebangkitan,” tegas Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika berbicara dalam seminar pra Kongres XX Persatuan Insinyur Indonesia (PII) di Hotel Sari Pan Pasifik, Jakarta, Jumat pagi, 11 Desember 2015.

Untuk itu, Wapres menyampaikan apresiasinya kepada PII atas upaya-upaya yang telah dilakukan organisasi tersebut dalam memajukan bangsa. Menurutnya, memajukan profesi dan mencari jalan yang baik untuk kemajuan bersama itu penting. “Yang paling penting, dari 7 Presiden Republik Indonesia, 3 insinyur ya, Bung Karno, Pak Habibie dan Pak Jokowi sendiri. Tentu ini memberikan kita semua [pemahaman] bahwa profesi ini sangat penting dan juga bisa memberikan kita semua kemajuan apabila kita laksanakan sebaik-baiknya,” ujar Wapres.

Wapres mengingatkan peserta kongres bahwa Indonesia masih kekurangan insinyur. Lebih jauh ia menggambarkan perbandingan di Indonesia 1 insinyur 10.000 orang, di Malaysia 1 banding 3000 dan di Singapura 1 banding 1000 orang. Wapres menyayangkan, di Indonesia, hanya 45% yang bekerja sesuai dengan pendidikannya, sisanya mengangggur atau bekerja tidak sesuai dengan ilmu insinyurnya. “Solusinya adalah job creation, employment creation dan tentu perkembangan teknologi profesi itu sendiri,” imbau Wapres.

Terkait dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang diluncurkan bulan ini, Wapres mengajak para peserta untuk tidak khawatir Indonesia akan dibanjiri dengan insinyur yang datang dari negara-negara lain. “Saya tidak pernah khawatir bahwa insinyur dari luar akan masuk ke Indonesia, karena tren profesi itu bergerak dari negara yang penghasilannya rendah ke tinggi, dan bukan sebaliknya. Namun yang perlu dikhawatirkan adalah free trade yaitu saat insinyur kita yang ke luar, ke Malaysia dan Singapura karena pergerakannya ke dua negara itu,” ungkap Wapres.

Sedangkan persaingan dengan negara lainnya seperti Thailand dan Vietnam yang perlu diperhatikan adalah persaingan dalam bentuk produk-produk, apabila kita tidak efisien dalam produk dalam negeri. Karena itu menurut Wapres Jusuf Kalla industri dalam negeri yang harus diefisienkan. “Oleh sebab itu pemerintah ingin meningkatkan tingkat kompetisi kita dan mengurangi tingkat yang mahal,” kata Wapres.

Tingkat yang mahal menurut Wapres, contohnya di Indonesia ongkos finansial dan bunga tinggi. “Hal ini policy yang harus diubah kalau di Indonesia 10% di Malaysia 5% maka, kita akan kalah ongkos keuangan dengan Malaysia,” jelas Wapres.

Untuk itu, lanjut Wapres, pemerintah akan menyesuaikan cost logistic dengan cara mengurangi ongkos finansial dan perbaikan infrastruktur. “Karena kita negara kepulauan maka kita masih banyak membutuhkan infrastruktur, oleh sebab itu kita harus banyak membangun sebesar-besarnya infrastruktur jalan tol dan pelabuhan-pelabuhan,” papar Wapres.

Di samping itu, dengan paket kebijakan yang telah dikeluarkan, diharapkan dapat meningkatkan daya saing pembangunan dengan negara lain.

Dalam kesempatan itu Wapres mengimbau agar insinyur selalu memandang sisi positif dari tantangan pembangunan infrastruktur yang belum sempurna, karena dengan pembangunan infrastruktur yang belum merata, insinyur dapat melihat tantangan dan peluang. “Banyak daerah yang masih padam, tapi sebenarnya ini merupakan tantangan bagi anda semua, kalau listrik semua sudah lengkap, sudah baik tidak ada pemadaman, nanti insinyur listrik apa kerjanya lagi kan? Disitulah maka dibutuhkan lebih banyak insinyur untuk bekerja membangun infrastruktur listrik. Sama juga dengan kemacetan, karena Indonesia maju tapi tidak diimbangi dengan infrastruktur untuk mengurai macet, maka dibutuhkan insinyur,” ungkap Wapres.

Wapres melanjutkan, bangsa ini tidak boleh pesimis, maka dari itu dibutuhkan tekad oleh beberapa pihak untuk bekerja sama untuk membangun negeri ini, yaitu pemerintah sebagai pengambil dan pembuat kebijakan, konektivitas swasta atau pengusaha dan tekad profesional. “Tanpa ketiga-tiga nya Indonesia tidak akan maju, tapi semua juga dibutuhkan keberanian mengambil resiko,” papar Wapres Jusuf Kalla.

Menanggapi keluhan Ketua Umum PII Bobby Gafur Umar, yang menyatakan kesedihannya melihat pembangkit listrik yang dibangun oleh pengusaha Tiongkok, Wapres akan mengundang Bobby melihat pembangkit listrik di puncak gunung di Poso, yang dibangun oleh putra daerah dan tidak satupun pihak asing yang turut mengerjakan pembangkit listrik tersebut. “Bangun hidro yang dianggap tidak akan sanggup dibangun oleh siapapun di daerah tersebut, sampai memanggil orang Jepang dan lainnya, namun dengan keyakinan bersama, pembangunan hidro di puncak gunung sebesar 200 MW walaupun pembangunannya agak lama hingga lima tahun, namun berhasil dibuat,” ungkap Wapres.

Wapres mencermati, bahwa pembangunan di daerah provinsi diisi oleh insinyur dari universitas besar, justru yang berani berjibaku dengan tantangan pembangunan infrastruktur adalah insinyur-insinyur muda dari universitas-universitas daerah. “Mereka merasa tantangan berat, namun anak-anak muda berusia 24 25 tahun mengambil segala resikonya, dan akhirnya jadilah pembangkit listrik hidro yang pertama kali total dibangun oleh insinyur nasional dan total modal nasional, jelas Wapres.

Di akhir sambutan, Wapres kembali menegaskan insinyur di Indonesia wajib meningkatkan produktivitas dalam negeri, inovasi kemajuan teknologi dan kerja keras.

*****