Kuala Lumpur-wapresri.go.id. Kesetaraan dan kesejahteraan menjadi filosofi bagi Indonesia dalam membangun kerjasama dengan negara-negara di ASEAN. Persaingan antar negara dalam ASEAN Economic Comunity (AEC) diharapkan tidak menghambat salah satu negara untuk tetap tumbuh dan berkembang, justru sebaliknya dapat memperluas ekonomi secara inklusi.

“ASEAN, selain bekerjasama juga berkompetisi. Contohnya tenaga kerja, banyak perusahaan besar telah membuat kita berkompetisi, seperti produsen sepatu, garmen. Mereka katakan oke, kita buka pabrik disini jika harganya cocok tapi mereka pergi ke kamboja dan vietnam. Dan mereka menjualnya ke negara lain dengan harga lebih mahal. Mereka buat di negara kita 15 Dollar dan jual 100 Dollar. Ini bukan kesetaraan,” demikian disampaikan oleh Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat berbicara dalam Pembukaan Pleno World Economic Forum (WEF) on ASEAN 2016 dengan tema “Agenda ASEAN untuk Inklusi dan Pertumbuhan” yang berlangsung di Plenary Hall Hotel Shangri-La, Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu, (1/6/2016).

WEF on ASEAN kali ini dihadiri oleh sejumlah pemimpin negara ASEAN yakni Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Mohd Najib bin Tun Haji Abdul Razak sebagai tuan rumah,
Perdana Menteri Kamboja Samdech Techo Hun Sen, Perdana Menteri Timor-Leste Rui Maria de Araújo, Wakil Perdana Menteri Vietnam Trinh Dinh Dung, dan Anggota Dewan Manajer Bank Dunia, Philipp Rösler.

Menurut Wapres, ASEAN sebagai komunitas regional telah menyatu dan tumbuh sangat pesat secara ekonomi dibandingkan dengan kawasan regional lainnya di Asia. Membangun konektivitas antar negara ASEAN, lanjut Wapres, menjadi salah satu hal penting yang harus dipertahankan.

“Saya tidak akan membandingkan dengan Asia Timur dan Asia Tengah, yang sangat sulit menyatu karena berbagai permasalahan. ASEAN kita dapat bersatu. Banyak hal yang bisa dilakukan contohnya membangun konektivitas di ASEAN seperti standardisasi untuk membuat sebuah industri, termasuk juga dalam hal pendidikan,” jelas Wapres.

Wapres menyadari pentingnya kerja keras untuk membangun pertumbuhan ekonomi secara inklusif. Pemerintah Indonesia terus mendorong Usaha Kecil Menengah (UKM) untuk dapat meningkatkan kapasitasnya sehingga mampu di tingkat global.

“Kita harus bekerja keras untuk adanya sebuah inklusi. Bagaimana meningkatkan level dari usaha kecil menengah menjadi lebih aktif, karena itu kami membuat program besar inklusi keuangan. Ini program besar dalam masa pemerintahan kami saat ini,” tutur Wapres.

Lebih jauh, Wapres mengatakan pemerintah Indonesia tengah memprioritaskan pembangunan infrastruktur, seperti listrik, serta membangun konektivitas dalam sektor pertanian. Hal itu dilakukan mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan dan agraris memiliki tantangan yang berat dalam membangun konektivitas.

Hal lain yang tak luput dari perhatian Wapres saat berbicara dalam forum WEF, mengenai upaya pemerintah Indonesia membangun sektor jasa dan pariwisata untuk mencapai ekonomi inklusi. Stabilitas politik dan keamanan, juga mayoritas penduduk muslim moderat yang menghargai pluralisme, menjadi modal utama Indonesia dalam membangun sektor jasa dan pariwisata.

“Indonesia stabil, tidak banyak masalah dalam politik. Di ASEAN, politik dan keamanan jadi modal utama kita dalam kerjasama,” ungkap Wapres.

Sebelum mengakhiri, Wapres mengingatkan agar ASEAN ke depan dapat mencapai kesepakatan dalam menentukan upah minimum bagi para pekerja atau buruh. Ekonomi inklusi, imbuh Wapres, bukan hanya soal meningkatkan produktivitas, namun juga menjalin kerjasama dalam berkompetisi untuk memberikan perlindungan kepada para pekerja.

“Kita tidak harus memaksa tenaga kerja berkompetisi menjadi semakin murah, lalu mereka (investor) ke negara yang upahnya murah. ASEAN harus kerjasama membuat upah minimum ASEAN, agar mereka tidak membuat kita berkompetisi (soal buruh murah),” pungkas Wapres.

WEF on ASEAN 2016 merupakan pertemuan regional dengan fokus spesifik mengenai ASEAN. Forum tersebut merupakan ajang pertemuan bagi para pemimpin politik, pelaku bisnis, akademisi, dan masyarakat lainnya guna membahas berbagai agenda, tantangan, dan solusi regional dan global. Forum itu lebih bersifat sebagai wadah untuk pertukaran gagasan, wacana, dan bukan sebagai ajang pengambilan keputusan. (KIP, Setwapres)