Pemanfaatan Gelombang Bonus Demografi

Pembukaan Dialog Tingkat Tinggi Tentang Pemanfaatan Gelombang Bonus Demografi

Jakarta. Penduduk Indonesia sebanyak 250 juta orang selalu digambarkan dua hal, yakni memiliki tingkat pekerja yang besar sekaligus juga konsumen. Ekonomi juga seperti itu, membutuhkan kedua hal tersebut, pekerja dan konsumen. Dua hal itu bisa kita miliki sekaligus akibat kerja keras masa lalu, yaitu berkat program keluarga berencana. Pernyataan ini disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika memberikan sambutan pada Pembukaan Dialog Tingkat Tinggi Tentang Pemanfaatan Gelombang Bonus Demografi : Tantangan dan Kesepakatan Menuju Indonesia yang Maju, Adil dan Sejahtera di Hotel Pullman Jakarta, Senin 20 April 2015.

Jika kita belajar dari pengalaman negara lainnya, Amerika Serikat misalnya, maka pada saat mereka mengalami baby boomers, bayi-bayi yang dilahirkan antara tahun 1950 – 1960-an. Amerika Serikat mengalami bonus demografi yang besar dan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat melesat lebih cepat.

Namun menurut Wapres, jika kita hanya mengandalkan penduduk hanya dari sisi jumlah tidaklah cukup, tapi kita juga harus memikirkan kualitas dari penduduk itu. Kalau hanya mementingkan jumlahnya saja hanya akan menjadi beban negara. “Karena itu, taruhannya pendidikan dan kesehatan. Bagaimana menjaga 60 hingga 65 persen penduduk nanti menjadi potensial,” ucap Wapres.

Wapres menggarisbawahi ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar menghasilkan penduduk yang berkualitas. Selain memperhatikan pendidikan dan kesehatan, juga bagaimana pemerintah menetapkan kebijakan ekonomi yang tepat. “Kalau dewasa ini penduduk Indonesia ada di rural dan urban. Pada masa nanti akan lebih banyak ke urbanisasi, perkotaan, penduduk kota lebih banyak,” kata Wapres.

Dalam pandangan Wapres hal itu bisa terjadi karena daya serap tenaga di sektor pertanian tidak bertambah baik, karena semakin maju teknologi di sektor pertanian akan mendorong produktivitas semakin tinggi, yang artinya semakin sedikit menyerap sektor pertanian yang berada di daerah rural. Untuk itulah, para pencari kerja akan pergi ke daerah perkotaan.

Lebih jauh Wapres mengingatkan, untuk itulah pentingnya kebijakan pemerintah harus sejalan. Sebagai gambaran, rata-rata penduduk di Jawa memiliki 1/3 hektar, yang efektif mengerjakan 3 orang. Jika terdapat 5 orang pekerja, maka 2 orang lagi akan bekerja di sektor industri di kota. Untuk menahan laju perpindahan penduduk ke kota maka di desa harus dibangun industri kecil agar demografi deviden tetap efektif. “Harus diimbangi dengan kualitas,” ucap Wapres.

Untuk itulah, kata Wapres, kita akan memperbaiki infrastruktur seluruh Pulau Jawa, kemudian mendorong terjadinya kawasan industrial di sepanjang Pulau Jawa. “Mengalihkan pusat industri dari sekitar Jakarta ke Jawa Tengah, Jawa TImur, Sumatera, dan Indonesia Timur,” ucap Wapres.

Agar kita mendapatkan manfaat dari demografi deviden ini, Wapres mengingatkan bahwa kita harus meningkatkan pertumbuhan penduduk yang potensial menguntungkan, dengan memperbaiki kualitas dan mobiltas penduduk. “Diperbaiki lapangan kerja yang lebih intensif,” tutur Wapres.

Tidaklah heran jika sering terjadi masalah antara lahan pertanian dan industri. Sebagai perbandingan, Wapres memberikan gambaran jika 1 hektar sawah itu dapat memperkerjakan 5 orang, tapi 1 hektar industri itu bisa menyerap 100 orang. Tetapi, Wapres mengingatkan harus ada upaya untuk mengurangi konversi lahan pertanian ke lahan industri agar dapat menyerap demografi. Tapi di sisi lain, produktifitas pertanian harus meningkat, agar penduduk dapat hidup sejahtera dengan luasan lahan pertanian yang sama. “Inilah yang kita butuhkan, dibutuhkan kerjasama,” ucap Wapres.

Masalah yang kita hadapi, lanjut Wapres, sangatlah kompleks, seperti memperbaiki kualitas sumber daya alam (SDA), adanya mobilitas dari urban ke perkotaan, kemudian memperbaiki sistem labour intensive dan sektor industri yang dapat memberi lapangan kerja. “Sesuai dengan sensus, pertumbuhan masyarakat yang lebih miskin pasti lebih besar, apalagi di perkotaan,” kata Wapres.

Untuk itulah Wapres mengharapkan agar diskusi ini bukan hanya membicarakan sesuatu hal bagaimana memanfaatkannya, tapi bagaimana kita mensingkronkan kebijakan ini, dan bagaimana mengambil manfaat. “Karena bonus demografi akan habis dan selesai menjadi negatif, bila kita tidak selesaikan,” ucap Wapres.

Mulai tahun ini, kata Wapres, kita jalankan kebijakan sosial yang besar, seperti di bidang kesehatan, tenaga kerja, dan bidang-bidang lainnya. Tetapi diingatkan Wapres, jika jumlah yang dijamin terlalu besar dibanding yang menjamin, maka akan memunculkan masalah-masalah yang lebih besar. “Apabila kita tidak punya saving yang besar untuk menjamin beban-beban sosial, karena itulah sistim sosial juga harus seimbang,” kata Wapres.

Kita tidak ingin mengalami seperti Yunani yang mengalami krisis berkepanjangan akibat jaminan sosial yang terlalu tinggi. Penduduk yang besar, kata Wapres, bisa dimanfaatkan bila tingkat implementasinya tinggi, bila rendah maka akan menjadi beban. “Inilah pentingnya jumlah kualitas pemanfaatnya, prduktifitasnya serta kebijakan ekonomi yang sesuai,” kata Wapres.

Acara ini dihadiri oleh Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas Andrinof Chaniago, Plt Kepala BKKBN Ambar Rahayu, Kepala Perwakilan UNFPA Jose Ferraris, Ketua Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia Prijono Tjiptaheryanto, dan mantan Kepala BKKBN Fasli Jalal.

****

Bookmark and Share