Jakarta, wapresri.go.id – Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menyampaikan bahwa masjid memiliki banyak fungsi yang tidak hanya sebagai tempat ibadah, melainkan juga untuk berbagai kegiatan yang bermanfaat lainnya.
Hal tersebut diungkapkan Wapres yang juga sebagai Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), ketika menyampaikan pidato kuncinya pada acara Workshop dan Rapat Kerja Nasional Asosiasi Masjid Kampus Indonesia (AMKI) yang diselenggarakan Pengurus Dewan Masjid Indonesia bekerjasama dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemen Ristekdikti) di Gedung D Kemen Ristekdikti Jalan Pintu Satu Senayan, Jakarta, pada Sabtu, 10/11.
“Masjid pada dasarnya mempunyai banyak fungsi, bukan hanya fungsi ibadah, walaupun pada dewasa ini karena pengadilan sudah ada tempatnya, kesehatan sudah ada tempatnya, pendidikan sudah ada sekolahnya, maka fungsi masjid seperti itu tidak lagi dilaksanakan, namun masih bisa dan banyak juga yang menjalankan,” kata Wapres.
Fungsi masjid, sambung Wapres, dalam sejarahnya dijaman Rasullullah, bahwa saat pertamakali mendirikan masjid, yaitu masjid Quba. Itu masjid tentu kita tahu mempunyai banyak fungsi.
“Fungsi ibadah, pendidikan, kesehatan, malah fungsi pengadilan, fungsi mengatur strategi, dan sebagainya,”ungkapnya.
Penyelenggaraan Workshop dan Rakernas AMKI bertemakan Penguatan Fungsi Masjid Kampus Dalam Pembangunan Karakter Mahasiswa tersebut bertepatan dengan Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2018, yang mengingatkan Wapres terhadap hari Pahlawan, berawal dari peristiwa pertempuran para Pejuang di Surabaya melawan kaum penjajah ketika itu dengan disemangati pekikan takbir Allahu Akbar sebagaimana juga dilakukan umat Muslim ketika menegakkan sholat dimulai dengan takbir Allahu Akbar, kata Wapres.
Jadi itulah yang memberikan semangat perjuangan para Pejuang dalam mengusir penjajah ketika itu, yang tentunya menurut Wapres memiliki esensi sama dengan pejuang dimasa kini, meskipun dengan cara yang berbeda.
“Salah satu simbol dari 10 November itu ialah menggerakkan masyarakat dengan Allahu Akbar, itu sama dengan takbir ketika kita memulai shalat dengan Allahu Akbar. Jadi semangat itu sama dengan semangat orang melaksanakan kewajiban shalatnya, selalu seperti itu,” ucap Wapres.
Meski demikian, Wapres berharap agar pejuang saat ini hendaknya lebih baik dari para pejuang terdahulu.
“Kepahlawanan pada dewasa ini ialah memajukan bangsa ini, meningkatkan kecerdasan, pendidikannya, kemakmurannya, keadilannya,” pinta Wapres.
Oleh karena itu, Wapres menekankan pentingnya unsur-unsur universitas/perguruan tinggi di lingkungan kampus memiliki tujuan seperti tersebut, yakni meningkatkan martabat bangsa melalui pendidikan, ilmu pengetahuan, juga kebersamaan untuk kepentingan bangsa dan negara.
Karena fungsi masjid merupakan komunitas, maka kata Wapres, banyak masjid mempunyai pendidikan agama, mempunyai pendidikan anak usia dini (PAUD) dan sebagainya.
“Masjid kampus pun terbagi dua kategori, yakni ada kampus yang punya masjid, ada juga masjid yang kemudian punya kampus. Ada Al Azhar di sini, masjid awalnya, kemudian menjadi tempat pendidikan dan mempunyai kampus,” kata Wapres.
Untuk itulah Wapres mengajak bersyukur karena di Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki masjid terbanyak di dunia (menurut catatan DMI ada 800 ribu masjid/mushalla) karena penduduk Muslim sekitar sebanyak 220 juta, maka dengan asumsi bahwa setiap 250 orang terdapat sebuah masjid atau mushala.
Masjid di indonesia ini kata Wapres, berbeda dengan masjid di negara-negara lain. Hanya dua negara di dunia yang masjid itu dibangun, dan diatur sendiri oleh sebagian besarnya masyarakat, terkecuali seperti masjid Istiqlal Jakarta.
“Yang lain, semuanya diatur, dibangun, dilaksanakan oleh masyarakat, sehingga ini memang susah,” tutur Wapres.
Wapres mengambil contoh pembanding seperti di Malaysia, Brunei dan Timur Tengah yang sebagian besar masjidnya dibangun oleh negara dan marbotnya pegawai negeri, sehingga khotbahnya tersentralisasi dan seragam semuanya, bahkan pembukaan khotbahnya pun di Malaysia selalu pertama (diawali) mendoakan rajanya.
“Sedangkan di Indonesia berbeda, semuanya diurus oleh masyarakat,” ucap Wapres.
Wapres mengungkapkan kegembiraannya atas terselenggaranya acara tersebut untuk meninngkatkan marwah dan fungsi-fungsi masjid.
“Saya bergembira pertemuan ini meningkatkan marwah, meningkatkan fungsi, meningkatkan suatu kegiatan ini. Apabila kita berbicara masjid kampus, tentu kita memberikan penghargaan kepada masjid Salman di ITB, saya kira Masjid Salman ITB salah satu masjid yang awal-awalnya didirikan pada jaman Bung Karno, karena ada jaman juga dimana masjid tidak boleh di kampus, yaitu jamannya (Mendikbud) Pak Daud Yusuf,” terangnya.
Namun sekarang, kata Wapres lagi, jika kampus tidak ada masjidnya, maka tidak lengkaplah kampus tersebut, karena jamannya sudah berubah, dan juga pada saat mahasiswa tidak boleh ekstra organisasi di kampus, maka masjidlah penggerak aktivis kemahasiswaan.
Pada saat aktivis mahasiswa tidak dibolehkan di kampus, kemudian timbullah mahasiswa pecinta masjid. Bagaimana melarangnya? timbullah masjid kampus berfungsi sebagai tempat ibadah juga aktivis, ungkap Wapres.
Lebih jauh Wapres mengungkapkan bahwa perkembangan kehidupan beragama umat Islam di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat.
“Saya kira di kampus 70 – 80 persen mahasiswi berjilbab, itu juga tanda, bahwa kalau berjilbab masa tidak ke masjid. Memang ada juga orang tiba-tiba hijrah karena ada masalah di KPK, tiba-tiba berjilbab juga. Jadi saya bilang fungsi jilbab itu kadang-kadang menutupi malu juga,” sindir Wapres yang disambut tawa hadirin.
Tetapi sebagian besar, lanjutya, betul-betul karena keimanan, sehingga hijrah dari tidak berjilbab menjadi berjilbab.
“Itulah yang menyebabkan tren-nya keagamaan kita luar biasa, kita bersyukur untuk itu,” paparnya.
Di akhir sambutannya Wapres berharap agar kegiatan di masjid juga dapat diatur kurikulumnya, seperti halnya kampus yang juga diatur kurikulumnya. Hal tersebut untuk meningkatkan fungsi masjid secara optimal.
“Bagaimana mengatur kurikulumnya, jadi bukan hanya kurikulum perkuliahan yang diatur, tapi kurikulum masjid kampus juga diatur,” pinta Wapres.
Wapres menceritakan pengalamannya ketika mendengarkan khotbah atau ceramah di masjid Makassar 30 tahun lalu yang isinya monoton dan membosankan kemudian ia mencoba mengubahnya cara berkhotbah tersebut menjadi khotabah yang lebih membuka wawasan keilmuan agama lebih luas lagi.
“Saya bosan tiap kali pergi tarawih (ke masjid isi khotbah) yang keluar ‘kutiba alaikum musyiam terus, karena ustad pertama dan kedua tidak koordinasi, maka penceraah kedua yang keluar lagi juga sama kutiba alaikum musyiam. akhirnya saya bikin judul-judul selama 30 hari secara bertahap sehingga orang mendapat ilmu, bukan hanya mendapat ceramah yang begitu-begitu saja,” kenangnya.
Hadir mendampingi Wapres antara lain Ibu Mufidah Jusuf Kalla, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhamad Nasir, serta Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar. (SY/RN, KIP-Setwapres).