Jakarta. Banyak pejabat saat ini, baik di tingkat pusat dan daerah, seperti menteri, direktur jenderal (dirjen) di pusat maupun gubernur, walikota dan bupati di tingkat daerah mengalami ketakutan bertindak karena begitu banyaknya kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tidak jarang, seorang menteri untuk menandatangani sebuah kebijakan menanyakan dahulu kepada dirjen, direktur hingga eselon III. “Baru mau tandatangan,” ujar Wakil Presiden pada pembukaan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) 2014 yang dihelat di Balai Kartini, Selasa 2 Desember 2014.

Jika hal seperti itu terjadi, memang telah dilakukan penyelamatan keuangan. Tetapi di sisi lain menyebakan pertumbuhan negara menjadi turun atau rendah karena adanya kelambanan dalam pengambilan keputusan. Melihat kondisi seperti ini, menurut Wapres diperlukan adanya kombinasi antara pencegahan dan tetap dimilikinya keberanian menjalankan amanah dan kewenangan yang harus tetap dijalankan oleh para birokrat. “Karena itulah yang selalu diharapkan agar kebijakan atau diskresi tidak menjadi bagian untuk menjadi bagian pemeriksaan atau tuntutan,” ujar Wapres.

Dalam acara yang dihadiri oleh Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPD Irman Gusman, para menteri anggota Kabinet Kerja serta Ketua KPK Abraham Samad, Wapres menjelaskan apabila kebijakan menjadi bagian dari suatu kejahatan maka tidak ada lagi orang yang akan berani membuat kebijakan. Dan apabila tidak ada lagi yang mempunyai kewenangan dan membuat kebijakan serta keputusan, maka negara itu akan mengalami kesulitan di kemudian hari. “Kita harapkan adanya kombinasi dari pencegahan, penindakan yang keras tapi tidak pada kebijakan,” ucap Wapres.

Wapres menggambarkan jika tidak ada yang berani mengambil kebijakan di engeri ini, maka negeri ini tidak jalan, dan apabila negeri ini tidak jalan makin banyak orang kesulitan dan akibatnya bisa menyebabkan korupsi juga. “Jadi mencegah koruspi harus disadari bukan ditakuti semata-mata, karena Jika hanya ditakuti semata-mata, tidak akan ada yang mengambil kebijakan,” pesan Wapres.

Wapres terkadang merasa frustuasi melihat bagaimana birokrasi tidak berjalan sesuai dengan apa yang ktia hendaki, hanya karena ketakutan. “Itulah yang kita harapkan dari KPK dan Kejaksaaan untuk melihat bahwa pemberantasan kejahatan harus sekeras-kerasnya, tapi kewenangan yang membuat kebijakan baik baik harus dihormati,” ucap Wapres.

Diakui Wapres, tidak semua kebijakan akan berhasil. Tidak semua kebijakan mempunyai nilai positif, karena ada juga kebijakan salah, tetapi tidak semua kesalahan itu harus dihukum, karena jika dihukum maka tidak akan berani seorang pejabat mengambil tindakan. “Itulah akhir dari pemerintahan yang baik, apabila aparatnya tidak berani mengambil keputusan untuk rakyatnya,” ujar Wapres.

Wapres menggarisbawahi bahwa KPK, Kejaksaan dan Kepolisian didirikan untuk kemakmuran bangsa ini, bukan didirikan untuk meghukum sipapun, tapi didirkan untuk kesejahteraan bangsa. “Agar bangsa ini dapat berjaln dengan sebaik-baiknya dalam koridor yang sama,” pesan Wapres.

Di awal sambutannya, Wapres mengatakan apabila kita bicara korupsi kita bicara tentang kejahatan, kita berbicara tentang masalah yang dihadapi di negeri ini dan juga bagi negeri-negeri lain yang tentunya menjadi bagian yang merusak suatu bangsa. “Sering kita katakan korupsi adalah kanker daripada suatu bangsa khususnya di negeri ini,” ujar Wapres.

Sejarah menunjukkan korupsi merusak bangsa itu sendiri. Sejak jaman kolonial, zaman VOC, korupsi yang menghancurkan VOC itu sendiri. “Banyak kerajaan yang juga hancur karena korupsi, begitu juga di Roma yang begitu perkasa hancur bercerai-berai karena korupsi,” ucap Wapres.

Sering dikatakan bahwa orang miskin karena korupsi atau korupsi menyebakan kemiskinan. Menurut Wapres tentunya yang kedua yang lebih tepat. “Karena kalau miskin karena korupsi jumlahnya tidak besar, tapi korupsi menyebabkan kemiskinan itulah hal yang tentu menyebabkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi,” ucap Wapres.

Korupsi, kata Wapres, mempunyai banyak sebab, tetapi sebenarnya hanya ada dua hal pokok yang menyebabkan seseorang melakukan tindak korupsi yakni adanya kesempatan dan kemauan. Kesempatan pada dasarnya adalah kewenangan. Suatu negara bagaimanapun harus mempunyai kewenangan, tetapi orang mempunyai kewenangan selama dapat mengendalikan kemauannya maka korupsi tidak terjadi. “Tidak semua orang yang mempunyai kewenangan bisa korup, kemauan ada pilihan, pilihan yang baik dan jelek. Walaupun ada kemauan tetapi tidak ada kewenangan, tidak ada kesempatan mendapatkan power akan sulit juga berbuat korupsi,” ujar Wapres.

Dalam pandangan Wapres, seseorang baru dapat dinilai baik atau tidak melakukan tindak korupsi jika ia memiliki kewenangan tetapi tidak melakukan korupsi. Tetapi ada juga yang mengatakan seseorang bersih, sebenarnya belum teruji juga, mungkin saja ia bersih karena tidak memilki kewenganan. Wapres memberi contoh kepada menteri-menteri yang hadir. “Mungkin sebelumnya sangat bersih, karena dapat keterangan atau penilaian lolos dari KPK, karena belum memilki kewenangan,” ujar Wapres.

Tetapi begitu menteri-menteri itu memiliki kewenangan, mulai menemui ujian untuk melaksanakan amanah dengan sebaik-baiknya. Wapres mengingatkan tentang sebuah kasus dimana seorang dosen ternama yang dikenal bersih, tetapi begitu ia memiliki kewenangan, ceritanya menjadi berbeda. “Jadi korupsi itu gabungan dari kewenangan dan kemauan,” ujar Wapres.

Semua orang mencari kewenangan di bidangnya masing-masing, seperti ada yang menjadi bupati, walikota, gubernur atau menteri. “Tetapi kemauan adalah pilihan. Pilihan-pilihan yang sudah tentu harus dilakukan sebaik-baiknya,” ujar Wapres.

Apabila kita berbicara mengenai kesempatan dan kemauan, tentu dapat diatasi dengan sistem dan transparansi. Sistem yang terbuka diawasi yang menyebabkan kesempatan itu lebih kecil. “Apabila sistem keuangan, tender, pembelian, perijinan tidak transparan akan menimbulkan kemampuan untuk berbuat korupsi yang merugikan semua pihak,” ucap Wapres.

Korupsi tentu tidak bisa dilaksanakan sendiri, tetapi harus ada kesepakatan dua belah pihak, yang melaksanakan kewenangananya dan memamanfaatkan kewenangannya. Bagaimana seorang yang bekerja di pemerintah bekerjasama dengan pihak lain, pengusaha atau swasta untuk mendapatkan kekayaan yang tidak sesuai aturan, merugikan negara dan tentu juga memperkaya diri sednrii atau orang lain.

Wapres mengingatkan bahwa Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan undang-udnang yang paling keras di dunia ini karena termasuk memperkaya orabng lain, sehingga kalau tidak hati-hati, seseorang gubernur yang memberikan fasiltas dapat disalahkan. “Kalau dulu, karena tidak ada pasal memperkaya diri sendiri, maka tidak menjadi masalah,” kata Wapres.

Jadi hukum itu merupakan sesuatu yang dinamis sebagai akibat perkembangan yang terjadi karena keadaan daruat negeri ini. Wapres menceritakan sejarah lahirnya KPK yang dibentuk undang-undang. Undang-undang itu pun hadir karena adanya Ketetapan MPR dan Ketatapan MPR hadir karena adanya krisis di Indonesia yang disebabkan KKN. “Korupsi di Indonesia sudah dalam keadaan lampu merah darurat,” kata Wapres.

Karena itulah, kata Wapres, melalui Ketetapan MPR dilahirkan Undang-undang tentang KPK dalam bentuk kekuasaan yang besar dan tidak diharapkan terus menerus ada.

Memang, apabila kita berbicara kejaksaan, KPK selalu menandakan keberhasilan dengan banyaknya uang negara yagn diselamatkan. Dalam pandangan Wapres, hal seperti ini memberi dua makna yang berbeda. “Kalau satu pihak KPK, Kejaksaan melaporkan dana yang diselamatkan makin besar, itu tanda KPK dan Kejaksaan bekerja keras,” ucap Wapres.

Tapi dari sisi lain itu merupakan kegagalan, karena berarti KPK belum bisa mencegah tindakan korupsi, jadi dua hal yang mempunyai makna berbeda. Sebenarnya KPK dikatakan berhasil jika dari tahun ke tahun Ketua KPK melaporkan uang yang diselamatkan dari tahun ke tahun semakin kecil jumlahnya. “Artinya orang sudah tidak korupsi lagi, itu yang kita harapkan. Pada ujungnya KPK akan bubar jika yang korupsi tinggal sedikti,” kata Wapres.

Wapres mengingatkan bahwa keberhasilan pemberantasan korupsi bukan dari besarnya uang yang disita, tapi kecilnya uang yang disita. “Hal yang perlu kita sadari, contohnya Singapura, Norwegia, negara-negara Skandinavia, dan Selandia Baru, pasti Kejaksaan dan KPK-nya hanya sedikit sekali yang disita,” ucap Wapres.

Jika di masa yang akan datang, angka-angka yang diselamatkan lebih kecil, hal itu memberikan kesadaran, bahwa korupsi dapat kita atasi. “Kita juga berterima kasih kepada KPK yang bekerja sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan orang menghidari berbuat korupsi,” ujar Wapres.

Metode Baru KPK

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan bahwa Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi 2014 merupakan kegiatan rutin untuk melaksakana agenda pemberarantasan korupsi ke depan. Sejak tahun 2011-2015 KPK memulai era baru pemberantasan korupsi , di mana pada masa lalu pemberantasan korupsi lebih ditekankan pada penindakan represif, kini KPK mengubah cara pemberantasan korupsi dengan metode baru. “Pengintegrasian antara penindakan pendekatan represif dengan pendektan pencegahan,” ujar Ketua KPK.

Ketua KPK menjelaskan digunakannya metode baru ini karena pendekatan penindakan represif ternyata tidak mampiu menurunkan angka korupsi secara signifikan, sehingga diperlukan upaya untuk menekan angka korupsi, sehingga diputuskanlah pegintegrasian pendekatn represif dan pencegahan . Tema dari KNP ini adalah Peningkatan Transparansi dan Partisipasi Publik dalam Pencegahan Korupsi

Kita paham betul, kata Ketua KPK, korupsi disebabkan dua faktor, indvidu dan sistem. Jika berbicara individu maka menyangkut integritas dan moralitas. “Sebaik apapun orang itu, setinggi apapun integritas seseorang, kalau sistem yang berlaku di negara kita adalah sistem yang memproduksi kejahatan korupsi, maka saya sangat yakin orang yang benar akan mudah tergelincir,” ujar Ketua KPK.

Bahkan kalau kita meruju kepada indeks korupsi di tanah air, kondisinya sangat memprihatinkan, karena dari tahun ke tahun skornya tidak mengalami perubahan yang signifikan. “Mungkin dia bergerak satu digit saja, walaupun kita sadar dari segi peringkat di dunia, mungkin kita mengalami kemajuan yang cukup bagus,” ujar Ketua KPK.

Selain penggunaan metode baru, KPK juga telah melakukan perbaikan sistem di beberapa kementerian, lembaga, institusi, bahkan pemerintahan provinsi, kota dan kabupaten. Perbaikan sistem ini diperlukan karena adanya sistem yang memproduksi kejahatan korupsi itu sendiri. “Kita sangat beryakinan tanpa memperbaiki sistem yang memproduksi kejahatan korupsi ini, maka jangan pernah kita bermimpi angka korupsi di Indonesia, kita akan menekan sampai angka yang terendah,” ujar Ketua KPK.

Salah satu contoh perbaikan sistem yang dilakukan oleh KPK adalah memperbaiki sistem tata kelola di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), yaitu pertambangan mineral batubara. “Dari hasil yang dilakukan oleh KPK, kita berhasil menyelamatkan atau meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kemetnerian ESDM menjadi Rp. 7 Triliun dan hampir 400 ijin pertambangan kita minta untuk dicabut,” ucap Ketua KPK.

KPK peduli dengan sumber daya alam di tanah air, karena penghasilan negara terbesar kedua setelah pendapatan Negara adalah dari sumber daya alam. “Dengan memperbaiki tata kelola sumber daya alam, kita akan memacu pendapatan negara yang cukup signifikan,” ujar Ketua KPK.

Oleh karena itu dalam roadmap-nya, KPK menentukan arah kebijakan dan konsentrasi perbaikan sistem yang meliputi sektor ketahanan pangan plus (pertanian, peternakan, perikanan, kesehatan dan pendidikan), sektor ketahanan energi atau SDA karena sangat berpotensi., tetapi sampai hari ini pendapatan dari SDA kita belum mampu mensejahterakan masyarkaat Indonesia secara menyeluruh, dan sektor pendapatan negara atau revenue 78 persen APBN mengandalkan revenue. “Konsentrasi memperbaiki ketiga sektor ini,” ujar Ketua KPK.

****