Jakarta. Tidak sedikit pejabat di tanah air, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memerlukan waktu yang lama untuk memutuskan suatu kebijakan, bahkan tidak sedikit yang tidak berani mengambil keputusan karena adanya rasa takut. Takut apabila sebuah kebijakan yang telah diputuskan berakibat dipanggil oleh aparat hukum, baik kejaksaan, kepolisian maupun KPK di kemudian hari.

Keterlambatan pengambilan kebijakan ini karena munculnya prinsip kehati-hatian dari para pejabat, baik menteri di tingkat pusat, gubernur di tingkat provinsi, maupun bupati di tingkat kabupaten dan walikota di tingkat kota. Pengalaman seorang pejabat diperiksa jaksa atau polisi akibat kebijakan yang diputuskannya di kemudian hari, berakibat semua birokrat mencari selamat, dan akhirnya keputusan yang diambil lambat sekali. “Itu terjadi di daerah dan pusat, karena itu kita ingin hindari sekarang, dengan standar-standar tertentu,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat menutup Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di Bidakara Jakarta, Kamis 18 Desember 2014.

Agar tidak terjadi keterlambatan dalam pengambilan keputusan, Wapres meminta pejabat yang memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan sesegera mungkin, karena di negeri ini pemerintahlah yang memberikan perintah bukan hanya menghimbau saja. ”Tapi memerintah, maka tanggungjawabnya tentu di pemerintah, selama tidak mengambil manfaat pribadi, tidak apa-apa,” ucap Wapres.

Walaupun terkadang ada juga kebijakan yang diperiksa, baik oleh kejaksaan, polisi juga oleh KPK. “Karena itu selalu pemerintah minta agar kebijakan jangan dikriminalkan,” ujar Wapres.

Kebijakan jangan dikriminalkan menurut Wapres seyogyanya dijadikan prinsip, supaya negeri ini dapat bergerak tepat waktu. Cara lain yang diupayakan adalah dengan menyederhanakan peraturan, agar semua terlindungi dengan baik. Wapres mencontohkan pada saat pemerintah memtuskan akan swasembada beras, maka kita harus mengacu terlebih dahulu pada peraturan yang berlaku, yaitu Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012, karena dalam Perpres tersebut terdapat empat hal yang tidak perlu dilakukan tender,yakni keadaan darurat, harga barang dan jasa di bawah Rp. 200 juta, harga ditentukan pemerintah, dan apabila agen tunggal.

Saat memutuskan swasembada beras, kata Wapres, kita cari kebutuhan agar dapat swasembata, yaitu pupuk, pengairan, penyuluhan serta asintani. Kemudian, kita tentukan standar harga semuanya. “Bibit sekian harga, jalankan. Kalau ada di bawah itu tidak ada soal, tapi kalau di atas itu, tidak, harus harga itu, sehingga tidak perlu tender,” ujar Wapres.

Pertumbuhan 7 persen

Berbicara di hadapan para menteri anggota Kabinet Kerja dan gubernur, bupati, walikota yang hadir dari seluruh Indonesia, Wapres menjelaskan bahwa Musrenbang adalah suatu sistem di kita untuk membuat perencanaan dari bawah keatas, kemudian juga dari atas ke bawah untuk saling mengisi apa yang diperlukan, apa yang kurang dan apa yang harus disempurnakan. “Maka tidaklah heran mengapa prosesnya menjadi, mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi hingga tingkat nasional,” ujar Wapres.

Tujuan kita, kata Wapres, baik di pemerintah atau masyarakat sendiri adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Tujuan itu, dalam pengertian ekonomi selalu dapat diukur dengan cara yang sangat sederhana yaitu pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun, kemudian di sisi lain, bagaimana mengurangi kemiskinan dan lapangan kerja.

Oleh karenanya dalam menyusun perencanaannya mencakup kriteria-kriteria tersebut. Sebagai negara dan juga sebagai pemerintahan tentunya kita mempunyai target-target tertentu yang harus diketahui. “Target pemerintah adalah mencapai pertumbuhan 7 persen sampai 8 persen sampai tahun terakhir ini, sampai ujung perjalanan ini,” ucap Wapres.

Dalam pandangan Wapres, hanya dengan pertumbuhan yang tinggi dan merata dapat mengurangi kemiskinan, dapat mengurangi pengangguran, dan kita dapat tumbuh mencapai tujuan itu. “Namun bukan hanya itu, tapi darimana kita mulai dan apa yang kita alami dan bagaimana prosesnya menuju kesitu,” kata Wapres.

Kalau kita kembali apa yang terjadi sebelumnya, maka suatu pemerintahan mempunyai dua instrumen, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Unsur yang pertama adalah angggarannya, baik di APBN atau APBD. Kedua adalah kebijakan-kebijakan yang mendukung pelaksanaan itu dan bagaimana menggerakkan masyarakat mencapai tujuan itu.

APBN tentu mempunyai fungsi multiplier, fungsi dimana dapat mengembangkan kegiatan masyarakat dengan APBN yang ada. Wapres menjelaskan bahwa APBN kita, hampir dalam beberapa tahun terakhir ini tidak berfungsi dengan baik akibat tingginya biaya rutin pemerintahan, dan tingginya subsidi bahan bakar minyak (BBM), yang akibatnya menurunkan unsur pembangunannya. “Kenapa jalan rusak, kenapa listrik kurang, kenapa sekolah belum sempat diperbaiki, kenapa pelabuhan belum dibuat. Karena kelemahan kita ada pada APBN, maka ini harus diperbaiki dulu,” kata Wapres.

Jadi, sebagaimana juga negara seperti rumah tangga atau perusahaan untuk memperbaiki hanya dua hal, yaitu menaikkan pendapatan dan turunkan pengeluaran yang tidak perlu, seperti layaknya perusahaan maupun rumah tangga. “Bagaimana meningkatkan pendapatan? Tentunya bagaimana ekonomi bergerak, bagaimana pajak ditagih dengan betul,” ucap Wapres.

Kedua, bagaimana mengurangi pengeluaran? Pertama, subsidi BBM dikurangi karena dinikmati oleh 70 persen orang yang mampu. Oleh karena itu pemerintah menaikkan hingga 30-40 persen. Langkah menaikkan harga BBM bersubsidi sebenarnya bukan hal yang baru, sudah sejak jaman Presiden Suharto telah menaikkan harga BBM. “Karena itu efeknya defisit kita langsung menurun, dan anggaran pembangunan pasti naik,” ucap Wapres.

Dengan menurunkan harga BBM ini, pemerintah dapat menaikkan anggaran pembangunannya hingga Rp. 200 triliun dan itu cukup besar. “Hal ini upaya untuk memperbaiki pembangunan bukan justru menyulitkan masyarakat,” kata Wapres.
Upaya lain adalah memotong biaya yang tidak perlu, seperti perjalanan, rapat dan sebagainya. Selain itu, pembangunan kantor dan jumlah pegawai yang sudah terlalu banyak harus dipangkas agar kita dapat membangun jalan, dan pelabuhan. “Walaupun ini rapat terbesar yang pernah ada tentunya dan tidak bisa dikurangi, karena sifatnya wajib sebagaimana undang-undang,” kata Wapres.

Wapres meminta agar upaya seperti ini juga dilakukan oleh pemerintah daerah, sehingga tidak perlu lagi membangun kantor terlalu indah dan terlalu besar, dan rumah yang besar, tetapi gunakan untuk membangun jalan dan modal untuk pengusaha kecil. Jadi beralih dari yang konsumtif ke produktif, hanya itu cara yang bisa dilakukan, tidak ada cara lain. Dijelaskan Wapres, tidak ada cara lain, karena kita tidak bisa berutang lagi akibat dana-dana pinjaman digunakan untuk konsumtif. “Bank Dunia atau apapun tentu tidak akan bantu apabila terjadi seperti itu,” ujar Wapres.

Instrumen kedua adalah kebijakan. Kebijakan ini adalah upaya untuk menggunakan anggaran yang lebih baik, dan mendorong masyarakat terutama pengusaha agar mereka membuat investasi lebih banyak lagi. Suatu ekonomi yang bergerak ditentukan oleh kemampuan tiga hal, kemampuan pemerintah, kemampuan masyarakat untuk mengkonsumsi dan kemampuan pengusahan untuk berinvestasi. “Jadi kebijakan itu lebih banyak bagaimana pemerintah mampu untuk mengeluarkan anggaran dan pengusaha mampu berinvestasi,” kata Wapres.

Kelemahan kita disini adalah selalu selalu terlambat, sulit, karena kembali kepada prinsip kalau dapat dipersulit kenapa dipermudah. “Itu bukan hanya di pusat saja atau daerah saja, tapi di keduanya sama saja,” tegas Wapres.

Wapres mengingatkan bahwa kita perlu tumbuh 7 persen, agar dapat menurunkan kemiskinan dan menurunkan pengangguran. Kalau di bawah itu, misalnya 5 persen, maka pengangguran akan naik terus. “Harus 7 persen, Cina pernah 12 persen, kita pernah 8 persen. Jadi bukan sesuatu hal yang baru,” ucap Wapres.

Dijelaskan Wapres, bahwa setiap pertumbuhan 1 persen, dibutuhkan investasi 5 kali daripada pertumbuhan itu. Kalau pertumbuhan sekarang sudah 5,5 persen, kita memerlukan tambahan 1,5 persen untuk menjadi 7 persen, “jadi dibutuhkan kira-kira investasi Rp. 700 triliun. APBN sudah kita hematkan Rp. 200 triliun, kita butuh masyarakat, pengusaha, pendapatan pajak lebih tinggi lagi, dan saya yakin bisa kita capai dalam dua tahun yang akan datang,” kata Wapres.

Hidup Sederhana

Selain mengurangi defisit dengan mengurangi subsidi, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah penghematan, karena itulah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) mengatakan bahwa tidak ada pegawai baru, karena dirasa sudah berkelebihan. Kemudian upaya lainnya adalah biaya perjalanan diturunkan. “Kita tidak bisa membuat apa-apa,jika kita tidak menghemat,” ucap Wapres.

Bahkan Wapres mempersilakan jika ada pejabat yang ingin menyelenggarakan resepsi pernikahan segera dilakukan pada tahun 2014 ini, karena per tanggal 1 Januari 2015 undangan hanya dibatasi 400 undangan saja. “Kalau tidak akan diperiksa BPKP, KPK dan sebagainya,” pesan Wapres.

Resepsi pernikahan kini telah diubah paradigmanya, yang mengundang dan yang diundang harus salang mengenal, bukan hanya undangan yang mengenal kita, tapi yang diundang kita mengenalnya. Wapres memberikan gambaran, misalnya seorang gubernur, tentunya dikenal semua orang, maka diundanglah 3000-4000 orang. Akhirnya seperti itu, bupati pun pesta dua hari, akibatnya terjadilah rentetan daripada masalah. Memang, kata Wapres, upaya pembatasan undangan ini di awalnya dirasa tidak enak, tapi lama-lama akan terbiasa juga.

Sebagai perbandingan, di negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat, jika pernikahan mengundang di atas 100 orang menjadi kebingungan. “Kalau di kita mengundang 3000, mengapa tidak 4000,” kata Wapres.

Wapres mengajak untuk kita kembali kepada struktur sosial yang baik, bahwa kita tidak berlebih-lebihan. “Ini bukan hal yang baru, jaman Pak Harto malah hanya 200 undangan, selebihnya dikirim surat, mohon doa restu,” kata Wapres.

Wapres menjelaskan bahwa agama memang menetapkan agar perkawainan diketahui orang, tapi diketahui tidak perlu dihadiri, cukup diketahui saja. “Ini bukan sok-sokan pemerintah, tapi ingin negeri ini berjalan dengan baik,” ucap Wapres.

Pencekalan Penunggak Pajak

Wapres mengatakan bahwa sumber dari pembiayaan negara dapat juga berasal dari swasta. Walaupun dapat berasal dari swasta, bukan berarti para pengusaha dapat bertingkah laku sewenang-wenangnya, tetapi haruslah tahu diri. Wapres yang juga mantan pengusaha mengatakan bahwa dirinya juga harus tahu diri. Untuk itulah pemerintah akan bertindak tegas, siapa yang tidak bayar pajak, menunggak Rp. 100 juta akan diumumkan dan tidak boleh ke luar negeri. “Kita tidak mau ada pengusaha yang tidak bayar pajak, tapi liburannya selalu ke luar negeri. Berarti uang yang dipakai itu adalah uang Negara,” ucap Wapres.

Transparansi Ekspor

Wapres mengingatkan bahwa semua perdagangan ekspor harus tercatat, supaya yang mengekspor batubara, nikel diketahui jumlahnya. Diingatkan agar pengusaha tidak hanya mengekspor yang berakibat pada habisnya lahan saja, atau habisnya hutan, dan hasilnya disimpan di negara lain, seperti Singapura dan Hongkong.

Wapres memperingatkan bahwa pemerintah akan bertindak keras, bahkan menteri perdagangan telah menyiapkan peraturannya, sehingga tidak akan ada lagi yang ekspor main-main tanpa diketahui pemerintah. “Anda semua para gubernur, bupati mesti tahu berapa jumlahnya,” kata Wapres.

Diakui Wapres bahwa ada dua sudut pandang yang berbeda antara sudut pandang pemerintah dan pengusaha. Dalam pandangan swasta,yang dinamakan ekspor adalah bila ditemukan kapal yang berjejer sedang mengangkut barang atau container, angkut batubara atau nikel yang banyak. Tapi bagi pemerintah, yang dimaksud ekspor adalah bila devisanya masuk ke negara. “Selama ini barangnya masuk keluar, tapi devisanya tidak masuk, karena tidak dicatat, tidak dilaporkan,” kata Wapres.

Upaya pencatatan ekspor itu merupakan hal yang penting agar peraturan di negeri ditegakkan dan negeri ini menjadi teratur. Upaya ini bukan untuk menyulitkan pengekspor, tapi kalau memang dirasakan menyulitkan, tidak perlu lagi menjadi pengekspor. Dahulu dikatakan Wapres, kita hebat dalam ekspor kayu, tapi 20 tahun kemudian yang didapatkan adalah banjir. Dananya hilang tidak tahu kemana, karena tidak dicatat. “Jangan sampai nanti di daerah lahannya habis, di Kalimantan hutannya habis dan uangnya pun habis dimana-mana,” pesan Wapres.

Kita juga tidak mau nikel di Sulawesi Tenggara, Tengah dan Selatan habis, tapi yang didapat nanti banjir. “Itu hal-hal yang mesti dipahami agar kita memulai budaya disiplin,” ujar Wapres.

Swasembada Beras

Seperti yang dikatakan Bapak Presiden pada pembukaan Musrenbang, kata Wapres, kita harus memiliki prioritas-prioritas dalam melayani masyarakat kita. Kita berbicara masalah pangan, tidak ada negara yang hebat tanpa swasembada pangan, karena kebutuhan ini tidak pernah turun, suatu kebutuhan yang mutlak oleh masyarakatnya. “Seperti dikatakan Presiden tadi pagi, memalukan negeri ini begitu luasnya, tapi impor terus,” kata Wapres.

Wapres menceritakan kondisi 6-7 tahun yang lalu, saat itu dikatakannya bahwa kantor Kementerian Pertanian adalah kantor pertanian yang terbesar di dunia, tidak ada kantor pertanian di dunia ini yang luas lahannya 15 hektar. Hanya Departemen Pertanian Republik Indonesia, tapi tidak ada juga pengimpor beras di dunia 2-3 juta ton setahun selain negeri ini. “Karena itu semua ahli pertanian, kembali ke desa, kembali ke lahan, kembali ke sawah atau ladang, tidak ada yang di kantor,” ucap Wapres.

Tahun 2008-2009 kita swasembada beras. Untuk itu kita harus terus meningkatkan pangan ini. Lebih lanjut Wapres mengatakn bahwa kita harus meningkatkan minimum 5 juta ton pertama kali, kemudian 3 juta ton setiap tahun, karena kini kita mengimpor 1,5 juta ton. Sementara setiap tahun penduduk bertambah 1,5 persen, dan tiap tahun kita kehilangan sawah 1,5 persen, akibat pembangunan perumahan, pabrik dan yang lainnya. “Tiga persen mesti ditambah terus menerus. Artinya 3 persen dari 70 juta ton gabah harus kita tambah sebesar 2 juta ton, katakana 3 juta. Caranya gimana? Tentunya tidak mudah menambah sawah,” ujar Wapres.

Wapres mengakui jika pemerintah pernah mencoba menambah lahan sawah di Kalimantan, tetapi yang terjadi kerusakan lingkungan di Kalimantan.

Saat ini, bahkan untuk pengairan, hampir semua pengairan tersier, sekunder dan primer tidak dipelihara dengan baik, karena dalam otonomi daerah sudah menjadi tanggungjawab daerah. Hanya bendungan yang tanggungjawab pusat, tapi tersier tanggungjawab bupati dan sekunder tanggungjawab gubernur. Hampir 90 persen tidak dipelihara dengan betul. “Sedangkan memelihara atau membangun, lebih mudah memelihara, karena itulah maka kita akan beri biaya besar untuk memperbaiki semua itu akan rakyat mendapat pengairan yang betul, sehingga mendapat prioritas yang betul, dan rakyat dapat berhasil,” tutur Wapres.

Jadi, lanjut Wapres, biaya dari pengurangan subsidi BBM ini akan diberikan kepada pangan. Jadi semua daerah harus siap untuk semua itu, memberikan input yang besar, untuk kebutuhan pangan, karena petani hanya akan hidup dari usahanya, karena kalau tidak, akan masih banyak pengangguran. ”Tapi itu saja tidak cukup, kita harus memberikan infrastruktur yang kuat, kalau tidak ada jalan, listrik dan sebagainya tidak mungkin berjalan,” kata Wapres.

Pembangunan Pembangkit Listrik 35.000 MW

Pemerintah juga akan membangun pembangkit listrik 35.000 MW pada tahun depan sebanding dengan Rp. 400 triliun. PLN akan membangun 10.000 MW dan sisanya akan dibangun oleh swasta. “PLN akan bergulat untuk merencanakan pembangunan pembangkit listrik ini dan mencari kontraktor,” kata Wapres.

Artinya begitu jalan, semuanya harus siap, di daerah harus menambah kontraktor, dan juga dipersiapkan pengawas-pengawas yang cukup. Apabila ditingkatkan tanpa kontraktor yang cukup, tanpa pengawasan yang cukup maka kita juga tidak akan berjalan dengan baik. “Ini semua harus dijalankan, ini semua bagi daerah adalah lapangan kerja. Bagidaerah semua ini adalah fasilitas, karena yang akan menikmati bukanlah mereka yang tinggal di Jakarta, tetapi bagi mereka yang berada di daerah,’ kata Wapres.

Semua infrastruktur yang komersial dan dapat dibiayai secara komersial itu kita tawarkan ke swasta, baik dari dalam negeri atau asing. Listrik, jalan tol ditawarkan dulu, kalau tidak ada yang mampu baru pemerintah ambil alih. Karena pengairan dan jalan tidak mungkin visible, sehingga dibayarkan secara ekonomi, bukan bisnis.

Pengembangan Industri

Industri menurut Wapres, harus mulai bergeser ke Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera dan Kalimantan karena di sekitar Jakarta sudah mulai tidak kondusif. “Industri makin banyak maka buruh akan semakin banyak, demo terus dan upah akan naik,” kata Wapres.

Jika industri dikembangkan di luar Pulau Jawa, meski tidak mudah mencari buruh, dan mungkin harus mengambil tenaga kerja dari Pulau Jawa, tapi harus di tempat yang murah. Upaya ini dilakukan agar masyarakat dari desa tidak perlu ke kota, tapi bekerja di sekitar situ.

Sebagai perbandingan dalam penyerapan tenaga kerja, sawah satu hektar jika digunakan untuk pertanian hanya dapat menampung lima orang tenaga kerja, tapi industri satu hektar bisa menampung hingga 200 orang pekerja. “Jadi tidak apa-apa sawah dipakai untuk industri, asal padat karya di daerah. Dan itu akan berjalan terus-menerus, sehingga terjadi keseimbangan antara agraris dan industri di sekitar kota ini,” ujar Wapres.

Pembangunan Perumahan

Berbicara tentang kemiskinan, maka menyangkut kemiskinan, kesehatan, pendidikan dan perumahan, di samping pekerjaannya. Di bidang perumahan, pemerintah akan membangun 1 juta rumah untuk golongan tidak mampu dalam setahun. Tapi dikatakan Wapres, semua pembangunannya melalui bank, pemerintah tidak lagi membagikan rumah, tapi membayar uang mukanya dan memberi subsidi bunga, agar rakyat dapat menyicil pokoknya selama 10-20 tahun. “Jadi di daerah-daerah asal ada lahan yang baik, tanah yang baik, kita akan bangun,” kata Wapres.

Di kota-kota besar akan kita bangun rumah tingkat, tidak ada lagi rumah yang tidak bertingkat di Jakarta ini. “Termasuk juga di Surabaya dan kota-kota besar lainnya, karena lahan sudah penuh sama sekali,” kata Wapres.

Lahan Hijau Kurang, Prestasi Sepakbola Mandeg

Tidak adanya lahan hijau di daerah perkotaan, berakibat tidak adanya tempat bagi anak-anak untuk bermain bola atau berlari-lari, akhirnya kita tidak pernah menang main bola lagi. Wapres menjelaskan kenapa kita tidak pernah tampil sebagai pemenang dalam sepakbola, karena bermain bola adalah pertandingan selama 90 menit, yang dimainkan 22 orang. “Artinya satu orang rata-rata hanya pegang bola kira-kira menguasai bola 4 menit,” ucap Wapres.

Tetapi 4 menit itu, kata Wapres, satu menit di udara atau dioper. Jadi setiap pemain hanya menguasai bola selama 3 menit, sisanya selama 87 menit, pemain-pemain itu berlari terus berlari. “Berlari sambil berpikir kemana bola akan jatuh. Jadi berlari saja tidak cukup, tetapi harus memahami dimana bola jatuh,” ucap Wapres.

Persoalaannya sekarang, anak kita tidak pernah lari lagi. “Dimana mau lari?” tanya Wapres. Yang kecil berlari di gang, yang di kota hanya bermain games, tidak ada lapangan lagi. Bahkan kalau dari pesawat, lanjut Wapres, kita melihat Jakarta dipenuhi oleh bangunan rumah. Kalau di daerah masih terdapat pemain bola bagus, tapi jangan harap di kota besar seperti Palembang dan Surabaya. “Kenapa orang Afrika banyak datang kesini? Karena mereka kerjaannya berlari terus,” kata Wapres.

Dulu waktu kita kecil, masih ada lari-lari bersembunyi, masih ada permainan yang terdapat unsur larinya, sehingga masih ada latihan larinya. Coba sekarang, apakah anak kita masih ada yang lari? “Oleh karena itu prestasi sepakbola di tanah air sulit maju, bahkan termasuk jika mendatangkan pelatih dari Belanda atau Brasil sekalipun. Itu yang mesti kita pikirkan, berlari sambil berpikir,” ujar Wapres.

Wujudkan Keadilan

Dari semua yang telah disampaikan, Wapres mengingatkan bahwa harus ada keadilan dari bangsa ini. Keadilan, jika kita bicara ekonomi adalah pembinaan peningkatan UKM, dan juga usaha lokal. Tanpa itu maka akan jomplang negeri ini. “Sekarang sudah mulai lampu kuning, kalau kita sebut gini ratio sudah 0,43,” ucap Wapres.

Di Arab, kata Wapres, revolusi terjadi pada saat gini ratio 0,45. Jadi kalau kita ikuti apa yang terjadi pada Arab spring, di Mesir, Siria, Tunisia, Aljazair, tinggal 0,02 perbedaannya. Ini harus diturunkan menjadi di bawah 0,4. “Dengan cara pengusaha kecil dimajukan, kalau tidak maka semuanya akan dikuasai pengusaha besar,” kata Wapres.

Kini, Wapres melihat bahwa kawasan real estate hampir semuanya dikuasai pengusaha besar, tidak menjadi soal sebenarnya dan bukan merupakan suatu masalah, tapi jangan pengusaha kecil tidak meningkat. Boleh saja Ciputra, group Lippo ada di daerah, tentu itu merupakan hak, tapi majukan yang kecil-kecil. “Kalau tidak akan terjadi ketidakadilan, ketimpangan dan akan berbahaya untuk bangsa ke depan,” ucap Wapres.

Wapres mengingatkan bahwa sejak merdeka, telah terjadi lima belas kali pemberontakan di tanah air. Di antara 15 kali itu, 10 karena ketidakadilan. Mulai PRRI, Permesta, Aceh, Poso, Ambon, yang disebabkan ketidakadilan politik dan ketidakadilan ekonomi. “Jadi disamping semua saudara-saudara menjaga pertumbuhan harus menjaga keadilan,” pesan Wapres.

Dengan memberikan kesempatan yang baik pada masyarakat setempat, pengusaha setempat, karena kita tidak ingin pada waktunya terjadi gesekan sosial yang berbahaya dan itu justru merugikan kita semua. Karena itulah affirmative action mendahulukan yang kecil, bukan diskriminasi tapi justru untuk menyelamatkan yang besar. “Kalau anda memberikan kesempatan kepada pengusaha kecil, itu bukan menghalangi yang besar tetapi juga agar pengusaha yang besar selamat berada di daerah itu. Itulah inti pemikirannya, jangan hanya izin mendirikan mal, tapi juga izin memberikan toko-toko diperbaiki,” ucap Wapres.

Sekarang ini minimarket dimana-mana muncul, tapi akibatnya adalah warung-warung mati. “Jadi, jangan sembarang memberikan izin, karena 1 minimarket, bisa mematikan 20 warung,” kata Wapres.

Itu penting kita ketahui,soalnya kita senang berbelanja di minimarket, harganya murah menggunakan pendingin ruangan, dan itu tidak salah. Tapi kita juga tidak boleh meninggalkan toko-toko kecil. “Untuk itu, menteri perdagangan harus menyiapkan peraturan itu, bagaimana mengelola warung-warung itu menjadi seperti minimarket. Bukan menurunkan yang sudah maju, tetapi memajukan yang belum maju,” harap Wapres.

Itulah konsep pembangunan yang harus kita ikuti, dan terakhir semuanya tergantung manusia. Kebijakan kita, pembangunan untuk kita dan dilaksanakan oleh kita. Jadi masalah ekonomi ini pada akhirnya kembali ke masalah sosial mengenai pelaksanaan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, merupakan upaya kita semua. “Tentu di belakangnya ada masalah politik, tapi masalah politik itu bisa kita selesaikan, bila kita menyadari semua,” ujar Wapres.

Wapres mengingatkan jika pemilu telah usai, tentu di antara kita bermacam-macam pilihan, tapi kita semua harus melupakan itu. “Tidak ada pihak A atau pihak B. yang ada pihak republik untuk maju,” ujar Wapres.

****