Jakarta. Indonesia memiliki potensi besar untuk tumbuh dan berkembang karena jumlah masyarakat kelas menengah di negeri ini sangat besar, bahkan terbesar di Asia Tenggara. “Jika 100 persen masyarakat Singapura adalah kelas menengah, jumlah kelas menengah di Indonesia tetap sepuluh kali lipat lebih banyak. Dan jika seluruh rakyat Malaysia adalah kelas menengah, dan 20 persen kelas menengah di Indonesia, tetap Indonesia dua kali lipat lebih banyak,” kata Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika berdialog dengan peserta Indonesia Economic Forum di Hotel Ritz Carlton, Selasa sore, 25 November 2014.
Di awal dialog, Shoeb K Zainuddin, yang juga Chief Editor Globe Asia, menayakan bagaimana pemerintah melayani kelas menengah di Indonesia. Dikatakan Wapres, tugas pemerintah adalah membuat peraturan, membangun infrastruktur dan fasilitas yang diperlukan, serta membuat para investor dapat berinvestasi, tetapi bukan untuk melayani kelas menengah. Justru sektor swastalah yang berpotensi dalam mengakomodasi keberadaan mereka. “Kelas menengah ini untuk anda, mereka ada di mana-mana. Ini berarti tidak hanya konsumen yang berkembang, tetapi pasar juga berkembang. Apakah mereka menjadi tantangan atau peluang, tergantung bagaimana anda mengakomodir mereka,” ujar Wapres.
Wapres mencatat saat ini investasi infrastuktur yang dilakukan pemerintah belum sepenuhnya berjalan. Namun, tahun depan pemerintah akan menggandakan bahkan tiga kali lipat membangun proyek-proyek infrastruktur. Strategi yang dilakukan dalam menggenjot proyek infastruktur ini ada dua. Jika layak secara komersil, seperti listrik, jalan tol, dan telepon, akan ditawarkan kepada swasta. Tetapi jika tidak layak secara komersil, seperti jalan raya, jalan pedesaan, irigasi, akan dibangun sendiri oleh pemerintah. “Kami akan membangun listrik sebesar 35.000 Megawatt atau setara dengan 700 trilliuun Rupiah. Kami akan membuka tender tahun depan untuk proyek listrik ini,” kata Wapres.
Lebih jauh, Wapres menerangkan mekanisme tender ini. Akan ada kombinasi antara Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Independent Power Producer (IPP). “10.000 dari PLN, dan 25.000 dari IPP. Sementara untuk power yang digunakan adalah energi campuran, misalnya, 30 persen batubara, 30 persen hidro, dan 30 persen geothermal,” jelas Wapres merinci.
Terkait dengan pertanyaan tantangan dan peluang dalam menghadapi Komunitas ASEAN 2015, Wapres menjelaskan tantangan terbesar adalah nilai ekonomi di Indonesia kurang memiliki daya saing dibandingkan negara-negara lain. Penyebabnya antara lain mahalnya biaya modal karena bunga yang lebih tinggi, dan juga mahalnya biaya logistik, karena birokrasi yang panjang. Untuk peluang, Wapres menjelaskan masing-masing negara bebas untuk datang ke negara-negara lain di ASEAN. Hal ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memasarkan produk dalam negeri ke luar negeri.
Wapres menyadari masyarakat khawatir jika Indonesia akan kebanjiran tenaga kerja asing. Namun, hal itu tidak akan terjadi, Wapres meyakini orang akan mencari pekerjaan ke negara yang memberikan gaji yang besar. “Misalnya orang-orang Singapura atau Malaysia tidak akan datang ke Indonesia karena gaji di sini lebih kecil dibanding negara mereka,” kata Wapres.
Sementara orang-orang dari negara seperti Thailand, Laos atau Kamboja, juga tidak akan banyak datang ke Indonesia karena kendala bahasa yang berbeda. “Filipina mungkin akan lebih mudah kemana-mana. Ini juga kesempatan bagi orang Indonesia untuk mencari pasar kerja yang lebih menjanjikan,” jelas Wapres.
Menanggapi pertanyaan bagaimana pemerintahan sekarang melakukan transparansi anggaran agar investor untuk mau berinvestasi pada proyek-proyek pemerintah, Wapres menegaskan bahwa demokrasi turut andil dalam hal ini. “Indonesia merupakan negara yang paling transparan dibandingkan negara-negara Asia lainnya,” tegas Wapres.
Indonesia, dikatakan Wapres, mendukung kebebasan pers, sehingga apapun yang dilakukan pemerintah, pasti diketahui media. Jika Parlemen, Lembaga Swadaya Masyarakat ataupun KPK menanyakan tentang pengeluaran pemerintah, pemerintah akan terbuka. “Saat ini korupsi memang masih terjadi, namun, pemerintah tetap berusaha untuk memberantasnya,” kata Wapres.
Indonesia Economic Forum 2014 adalah pertemuan para pelaku bisnis, penggiat, dan analis di bidang ekonomi, yang digagas oleh Globe Asia, majalah ekonomi yang mempunyai pangsa pasar dari kalangan pebisnis, baik di Indonesia maupun di negara-negara Asia.Tema yang diangkat tahun ini adalah ‘The Rise of Consumer Class’.Selain Wapres Jusuf Kalla, Kabinet Kerja yang diundang menjadi pembicara adalah Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Perdagangan Rahmat Gobel, Menteri ESDM Sudirman Said, serta Menteri Pendidikan Dasar & Menengah dan Kebudayaan Anies Baswedan. (Siti Khodijah)
****