Jakarta, wapresri.go.id – Wisata halal menjadi salah satu komoditas penting dalam pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Namun, rendahnya literasi masyarakat dalam memahami ekonomi syariah menjadi tantangan tersendiri dalam upaya mengembangkan wisata halal. Untuk itu, pemerintah terus berusaha meningkatkan literasi masyarakat mengenai ekonomi syariah termasuk pentingnya mengembangkan wisata halal.
“Ekonomi syariah itu sesuatu yang baik, yang berkeadilan, yang membawa kebaikan dari berbagai sektor,” tegas Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat melakukan wawancara dengan Majalah Berita Mingguan Gatra (MBM Gatra) melalui konferensi video di Kediaman Resmi Wapres, Jl. Diponegoro No. 2, Jakarta Pusat, Kamis (06/05/2021).
Misalnya dalam sektor pariwisata, lanjut Wapres, pengembangan wisata halal memiliki potensi yang besar untuk menarik wisatawan. Tetapi menurutnya pengembangan wisata halal di Indonesia, saat ini masih terhambat rendahnya literasi masyarakat, sehingga timbul mispersepsi bahwa wisata halal berarti wisatanya disyariahkan. Akibatnya, beberapa daerah keberatan mengaplikasikan konsep wisata halal ini.
“Tentu kita ingin menghilangkan persepsi yang salah tentang wisata halal atau wisata syariah. Sepertinya ada kesan bahwa wisata syariah itu wisatanya akan disyariahkan. Kemudian, ada daerah-daerah yang keberatan,” ungkapnya.
Padahal, menurut Wapres, yang dimaksud konsep wisata halal adalah penyediaan layanan-layanan syariah di setiap destinasi wisata.
“Di situ kita ingin nanti di tempat-tempat wisata itu ada layanan syariah, layanan halal, restoran halal, ada tempat salat,” paparnya.
Dengan demikian, sambung Wapres, hal ini akan memberikan kenyamanan tersendiri kepada para wisatawan, khususnya wisatawan muslim. Ia pun mencontohkan kota Beijing di Tiongkok yang telah menerapkan konsep wisata halal ini.
“Saya pernah ke Beijing. Di Beijing itu ada restoran halal, ada tempat salat. Layanannya itu dari (pemerintah kota) Beijing, sehingga banyak saya lihat (wisatawan) dari Malaysia, Brunei, Singapura, dan dari beberapa negara lain itu banjir ke sana dan mereka nyaman,” ungkapnya.
Inilah konsep yang menurut Wapres disebut sebagai wisata halal, yang sebenarnya sangat menguntungkan tempat wisata itu sendiri. Contoh lainnya adalah obyek wisata Nami Island di Korea Selatan.
“Bahkan saya pernah ke Korea Selatan, di sana itu ada Nami Island, di situ ada restoran halal, ada musala, padahal itu tempat orang datang dari seluruh dunia. Nah, itu artinya mereka memang menyiapkan layanan halal seperti itu,” ujarnya.
Oleh sebab itu, Wapres menegaskan bahwa penyediaan layanan syariah adalah konsep yang dipakai untuk mewujudkan wisata halal, bukan mensyariahkan wisatanya.
“Nah, ini yang memang kita kembangkan di daerah-daerah itu,” tegasnya.
Sebagai contoh, kata Wapres, di Lombok, Nusa Tenggara Barat saat ini sudah mulai ada pendidikan pariwisata bagi santri melalui balai latihan kerja (BLK) di pesantren-pesantren yang salah satu tujuannya untuk mencetak para pemandu wisata halal.
“Santri dididik untuk bagaimana dia menjadi pemandu wisata. Nah, ini dalam rangka mengembangkan wisata halal,” ucapnya.
Di samping penyediaan tenaga kerja yang mengerti syariah, menurut Wapres, berbagai fasilitas pelayanan syariah yang mendukung wisata halal juga akan terus dikembangkan.
“Bahkan kita ingin mengembangkan selain travel halal juga semua fasilitas, termasuk spa halal. Itu yang akan kita lakukan dan sudah mulai di beberapa daerah,” pungkasnya. (EP/SK-BPMI, Setwapres)