Jakarta, wapresri.go.id – Pemerintah terus bertekad memberantas kemiskinan ekstrem di tanah air hingga 0 persen pada akhir 2024. Pada 2021 program penanggulangan kemiskinan ekstrem telah menyasar 35 kabupaten di 7 provinsi prioritas. Untuk 2022 ini, dalam Rapat Terbatas (Ratas) pada 15 Februari 2022, Presiden telah menyetujui untuk melanjutkan program tersebut di 212 kabupaten di 25 provinsi yang merupakan 75 persen dari kantong kemiskinan ekstrem.
Terkait hal ini, selaku Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin menekankan pentingnya program pemberdayaan masyarakat di samping pemberian bantuan sosial.
“Wakil Presiden mengingatkan bahwa pemberian bantuan sosial yang tepat sasaran adalah sangat penting, namun perlu didukung oleh program pemberdayaan,” ungkap Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi dalam keterangan persnya, Kamis (17/02/2022).
Lebih lanjut, kata Masduki, Wapres menuturkan bahwa program pemberdayaan akan mendorong keberlanjutan pengentasan kemiskinan.
“Program pemberdayaan ini secara garis besar adalah program akses terhadap pekerjaan, program peningkatan keterampilan, program peningkatan kapasitas UMKM, serta program pemenuhan infrastruktur dasar,” terangnya.
Adapun program-program pemberdayaan tersebut, sambung Masduki, tersebar di berbagai Kementerian/Lembaga dengan jumlah anggaran yang mencapai lebih dari Rp170 triliun. Sementara, dari data Kementerian Keuangan, anggaran untuk mengatasi kemiskinan dan pengentasan kemiskinan ekstrem di tahun 2022 khususnya terkait program Bantuan Sosial tercatat sekitar Rp282 triliun dana APBN.
Melihat besarnya anggaran yang tersedia untuk menyukseskan program ini, Wapres pun meminta Menteri Koordinator Bidang Perekonomian agar mengoordinasikan pelaksanaan program pemberdayaan ini sehingga benar-benar diterima kelompok sasarannya .
“Menurut Wapres, berbagai program ini perlu dikoordinasikan agar tepat sasaran dan terjadi konvergensi,” ujarnya.
Konvergensi ini penting untuk memastikan agar seluruh program yang dilaksanakan menyasar sasaran dan wilayah yang sama.
Pendataan yang Akurat
Selain harus tepat sasaran, tutur Masduki, Wapres juga menyoroti masalah data penyaluran bantuan sosial. Agar pemberiannya tepat sasaran, Wapres meminta pendataan rumah tangga yang masuk ke dalam kategori kemiskinan ekstrem dilakukan secara akurat. Sehingga, nantinya pemberian bantuan sosial ini diharapkan dapat menggerakkan kegiatan ekonomi lokal dan mendorong turunnya angka kemiskinan.
“Untuk saat ini, Wapres menyarankan agar menggunakan data rumah tangga yang saat ini sedang diperbaiki dengan sumber utama dari pendataan BKKBN yang relatif baru dan memiliki metode pemeringkatan, sebagai masukan bagi perbaikan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial,” terang Masduki.
“Sekretariat TNP2K yang berada di bawah koordinasi Wapres siap membantu perbaikan DTKS tersebut,” tambahnya.
Terkait teknis pendataan, menurut Masduki, Wapres setuju pendataan rumah tangga miskin dan rentan dikembalikan kepada BPS. Menurut Wapres lembaga yang paling kompeten untuk melakukan pendataan ini adalah BPS.
“Seperti diketahui, pendataan rumah tangga miskin dan rentan yang akan digunakan sebagai dasar penyaluran bantuan sosial harus dilakukan secara satu per satu (door to door) untuk seluruh rumah tangga miskin dan rentan, sehingga tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat,” ungkapnya.
Terakhir mengenai masalah penyaluran bantuan sosial, Masduki menerangkan bahwa Presiden dan Wapres telah menyetujui untuk daerah yang sulit dan belum terjangkau perbankan, penyaluran dapat dilakukan oleh PT Pos.
“Namun demikian, untuk daerah yang terjangkau perbankan penyaluran tetap dilakukan melalui bank. Hal ini juga untuk mendukung financial inclusion agar seluruh lapisan masyarakat termasuk mereka yang kurang mampu memiliki akses terhadap perbankan sehingga lebih leluasa dalam melakukan kegiatan ekonomi,” pungkas Masduki. (EP/NN-BPMI Setwapres)