Jakarta, wapresri.go.id – Asisten Deputi Politik, Hukum, dan Otonomi Daerah (Asdep PHOD), Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pemerintahan dan Wawasan Kebangsaan (DKPWK), Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres), menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Subtansi Pengaturan dan Implementasi Kebijakan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan”, Selasa, (07/09/2022).

Narasumber yang hadir dalam  FGD yang diselenggarakan secara daring tersebut adalah Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Susi Dwi Harijanti, SH, LL.M, Phd; Plt. Dirjen Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM yang diwakili oleh Direktur Perancangan, Cahyani Suryandari, S.H., M.H.; Direktur Eksekutif Kolegium Jurist Institute, Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H; dan akademisi Universitas Indonesia, Soni Maulana Sikumbang, S.H., M.H.

Mengawali acara, Deputi DKPWK Setwapres Velix V. Wanggai menekankan kehadiran state policy dalam bentuk regulasi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Perundang-undangan dalam rangka menjamin dan membuka ruang penguatan dan partisipasi masyarakat (meaningful participation) dalam proses pembentukan peraturan perundangan, sebagai subtansi yang sangat penting.

Meaningful participation menjadi bagian dari upaya penciptaan ekosistem open governance, dimana keterbukaan menjadi sebuah komitmen sekaligus branding Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi,” terangnya.

Velix menambahkan, diskusi ini memberikan pemahaman yang bermakna bagi dukungan substansi, pendalaman policy making process, maupun sebagai policy advice kepada Wakil Presiden.

Sementara, Susi Dwi Harijanti, menyatakan bahwa Peraturan perundang-undangan merupakan sendi utama sistem hukum nasional, karena selain sistem hukum Indonesia lebih menampakkan sistem hukum continental yang mengutamakan bentuk hukum tertulis, juga karena politik pembangunan hukum nasional mengutamakan penggunaan peraturan perundang-undangan dapat disusun secara berencana.

Sejalan dengan Susi Dwi Harjanti, Ahmad Redi menegaskan, penyusunan naskah hukum yang baik haruslah mendengar partisipasi masyarakat dengan jalan The right to be heard, the right to be consider dan the right to be explained.

Lebih jauh Ahmad mengungkapkan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang di antaranya memasukkan metode omnibus law yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Undang-undang yang baru ini sekaligus merespon Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 terkait UU Cipta Kerja.

Patut diketahui, omnibus law merupakan sebuah metode penyusunan perundang-undangan dengan menggabungkan menjadi satu peraturan perundang-undangan, dengan memuat materi muatan baru, mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang jenis dan hirarkinya sama, dan/atau mencabut peraturan perundang-undangan yang jenis dan hirarkinya sama.

Satu hal penting yang diangkat oleh para narasumber dalam acara FGD ini adalah tentang peran Kementerian Sekretariat Negara dalam pembentukan perundang-undangan menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 ini. Kementerian Sekretariat Negara menjadi lead untuk melakukan perbaikan jika rancangan undang-undang yang telah disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden masih ditemukan kesalahan teknis penulisan. Menteri Sekretaris Negara juga ditugaskan untuk melakukan tahapan pengundangan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia untuk UU/Perpu, PP, dan Perpres. Sementara pengundangan Peraturan Perundang-undangan diluar tiga jenis tersebut tetap menjadi tugas dari Menteri Hukum dan HAM.

Dengan terbitnya beleid yang baru ini, maka kemampuan para perancang peraturan, analis hukum, maupun analis legislatif harus ditingkatkan. Seiring dengan semangat Presiden Joko Widodo untuk melakukan deregulasi peraturan perundang-undangan, maka ke depan, penyusunan peraturan perundang-undangan akan didominasi oleh penggunaan metode omnibus law. Penerapannya bukan hanya dalam penyusunan UU, melainkan penyusunan PP, Perpres, Perda, maupun peraturan-peraturan lain

Selain dari Setwapres, acara tersebut juga dihadiri oleh sejumlah perwakilan kementerian/lembaga terkait.(DW/SK- Asdep PHOD, Setwapres)