Batam. Dalam kunjungan kerja Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla meninjau pabrik telepon seluler (ponsel) yang diproduksi oleh PT Sat Nusapersada Tbk di Batam, Jumat 6 Februari 2015. Di pabrik ini pulalah produk telepon pintar (smartphone) 4G LTE dengan merek IVO pertama kali diproduksi di Indonesia, bekerjasama dengan PT Tata Sarana Mandiri yang diluncurkan pada tanggal 4 Juli 2014 di Batam.
Dalam kunjungannya itu, Wapres yang didampingi Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara berkesempatan meninjau proses pembuatan ponsel pintar tersebut. “Berapa harganya? Apakah dapat bersaing dengan handphone produk Cina?” tanya Wapres kepada Direktur Utama PT Sat Nusapersada Tbk Abidin. Ponsel produk kita, ucap Abidin, belum dapat bersaing dengan ponsel produk Cina. “Fasisiltas yang diberikan pemerintah mereka kepada pengusaha UKM sangat luar biasa, karena itu kita sulit bersaing,” kata Abidin.
Dalam pandangan Wapres, industri telekomunikasi di Indonesia harus mulai dapat mengurangi ketergantungan kepada produk impor. Tentunya dengan memperbaiki kualitas dari ponsel yang diproduksi di dalam negeri dan harga yang dapat bersaing dengan ponsel impor. Setelah itu, tambah Wapres, lakukan promosi besar-besaran bahwa kita telah dapat membuat ponsel di dalam negeri.
Abidin mengharapkan kunjungan Wapres di pabrik ponsel itu dapat menekan angka impor ponsel di Indonesia, serta mendukung produksi ponsel dalam negeri. Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya memiliki fasilitas seperti SMT, Plastic Injection, Metal Stamping & Final Assembly untuk memproduksi ponsel serta siap membantu Brand Ponsel lain untuk memproduksi ponsel di dalam negeri. “Dengan kompetensi dan pengalaman kami yang sudah lebih dari 24 tahun menekuni produksi berbagai komponen elektronik untuk berbagai brand global, Satnusa sepenuhnya siap menjadi mitra Brand Ponsel lain untuk memproduksi ponselnya didalam negeri,” ungkapnya.
Seperti kita ketahui, saat ini perangkat telekomunikasi smartphone telah menjadi kebutuhan hidup setiap orang, termasuk bagi penduduk Indonesia yang saat ini berkisar 250 juta orang. Oleh karena itu kebutuhan akan perangkat telekomunikasi pun sangat tinggi. Data dari KSO Sucofindo – Suveyor Indonesia menunjukkan impor telepon seluler (ponsel) ke Indonesia pada tahun 2013 mencapai 58 juta unit atau sebesar USD 2,6 Milyar. Diperkirakan impor pada tahun 2014 mencapai 60 juta unit atau sebesar USD 3,4 Milyar. Hal ini membuat Indonesia dinobatkan sebagai negara paling konsumtif diantara negara lain se-Asia Tenggara berdasarkan lembaga riset Gfk Asia.
Regulasi untuk menjadikan Indonesia menjadi Negara Produksi sebenarnya telah ada, yakni Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi No 7 Tahun 2009 yang mewajibkan Tingkat Kadungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 30% untuk semua perangkat telekomunikasi 4G LTE yang menggunakan frekuensi 2,3 Ghz dan 3,3 Ghz, tetapi kedepannya peraturan ini akan diubah sehingga semua perangkat telekomunikasi 4G LTE wajib TKDN, bukan pada frekuensi tertentu saja. Kemudian, Peraturan Menteri Perdagangan No. 82 Tahun 2012 berserta perubahannya yang mewajibkan importir ponsel untuk mendirikan pabrik ponsel di Indonesia, serta Peraturan Menteri Perindustrian No. 108 Tahun 2012 yang mewajib melakukan pendaftaran setiap ponsel impor agar dapat menekan kuota impor ponsel ke Indonesia.
Sebagai gambaran, jika semua ponsel impor diproduksi dalam negeri, maka diperkirakan negara akan berpotensi menerima pajak pertahun sekitar Rp 180 milyar dan menciptakan 30.000 lapangan kerja, serta memberi kontribusi Neraca Perdagangan sebesar USD 947 juta. Hal ini belum termasuk pertumbuhan perusahaan pendukung lainnya, seperti pembuat komponen, design, distributor dan sebagainya.
****