Setwapres – Proses demokrasi di Indonesia akan semakin baik dan bermutu dengan adanya peran media. Dalam menegakkan demokrasi yang lebih etis media massa dapat berperan melalui aneka berita, ulasan, opini, talkshow, dialog, polemik, dan iklan mengenai pemilu yang jujur, adil dan demokratis, sehingga Pemilu 2014 menghasilkan pemimpin yang visioner, berkualitas, berintegritas, dan cinta kepada rakyat.

Mengungkapkan pengalamannya, Walikota Surabaya, Ir. Tri Rismaharini, MT, mengatakan, “Saya hanya menjalankan seperti Rasulullah: berbuat, berkata (menjelaskan kebijakan), berdo’a, dan serahkan hasilnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.” Dalam bekerja, Risma, panggilan akrab Walikota Surabaya ini, tidak terlalu memikirkan pembentukan opini oleh pemberitaan media massa terhadap diri dan kepemimpinannya.

“Tapi media tahu saja saya sedang di mana dan mengerjakan apa,“ katanya dengan gaya khas Surabaya yang disambut tawa sekitar 50 peserta dari pusat maupun daerah. Sesuai janji dalam kampanye, ia berkonsentrasi pada upaya peningkatan kesejahteraan rakyat Surabaya, terutama pendidikan, kesehatan, ketersediaan pangan, kebersihan, serta mengurus orang-orang terlantar dan berkebutuhan khusus.

Menurut Risma, jabatan bukan merupakan hak, tetapi amanah yang harus dipertanggungjawabkan di akhirat kepada Allah SWT, maka tidak perlu berkampanye dan minta dipilih. “Saya tidak meminta dipilih, tetapi hanya menyampaikan visi-misi, dan rakyat percaya, lalu saya terpilih,” ujarnya. Dengan gaya kepemimpinan yang visioner, tulus, kerja keras, dan cinta kepada rakyat, komunikasi politik Walikota Surabaya dengan seluruh stakeholder cukup efektif, diterima oleh mayoritas masyarakat, dan diminati oleh media massa.

Prof. Dr. Siti Zuhro, MA, pakar politik LIPI mengapresiasi kepemimpinan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. ”Ini role model, kita butuh banyak kepemimpinan seperti ini di kabupaten-kabupaten di seluruh tanah air yang memiliki banyak tantangan.” Dengan mengacu kepemimpinan seperti Walikota Surabaya, politik transaksional tidak diperlukan. “Ibu Risma telah selesai dengan hidupnya, ia menjauhi segala bentuk KKN dan fasilitas duniawi yang melenakan.” Untuk Pemilu 2014, para calon (di lembaga legislatif maupun eksekutif) harus diseleksi secara ketat. Siapapun yang cacat hukum, korupsi, harus didiskualifikasi. Parpol bertanggung jawab untuk itu, masyarakat dan media harus mengawalnya. Pada Pemilu 2014, media memiliki peran krusial, sentral, dan signifikan mengubah opini. Namun, melihat pola kepemilikan media saat ini, kepentingan politik dan ekonominya, perlu diantisipasi terjadinya “perang media”. Kecurangan-kecurangan oleh media dapat menjadi blunder bagi Indonesia.

Dari sisi akademik, Pengamat Politik Universitas Jember, Dr. Djajus S.H., M.H., mengatakan, Indonesia memerlukan pemimpin yang pintar dan benar, yang memimpin dengan hati nurani. Namun, hal ini akan sulit terwujud selama penegakan hukum belum berjalan dengan baik. Media massa bisa berbuat apa saja, bahkan bandul pemilu ada pada media.

Oleh karena itu, untuk menyukseskan Pemilu 2014, media harus memiliki kemampuan dan kemauan mengedukasi pemilih agar partisipasi pemilih tinggi dan mampu memilih pemimpin yang berkualitas. Media harus paham aturan-aturan pemilu, berperan secara aktif dalam mengawal setiap tahapan pemilu hingga penghitungan dan penetapan hasil suara. Selain itu, media juga disarankan untuk menyediakan kolom kecil di pojok atas atau bawah untuk mengingatkan masyarakat pada Pemilu 2014 secara terus menerus.

Sementara Direktur Eksekutif Jawa Pos Institute of Pro-Otonomy (JPIP), Rohman Budijanto optimis demokrasi di Indonesia akan semakin baik dan bermutu ke depan dengan adanya peran media. Menurutnya, media turut menentukan naik-turunnya “dosis demokrasi”. Sebagai contoh dalam pelaksanaan pemilu 2009, media ikut “bersorak” ketika Mahkamah Konstitusi memutuskan ikut pemilu cukup pakai KTP. Menjelang Pemilu 2014, media juga turut terlibat dalam diskusi ambang batas perolehan suara (electoral threshold/ET) dan cenderung setuju dengan prosentase ET yang naik dari 2 persen menjadi 3,5 persen. Media massa dapat berperan dalam menegakkan demokrasi yang lebih etis melalui aneka berita, ulasan, opini, talkshow, dialog, polemik, dan iklan mengenai pemilu yang jujur, adil dan demokratis, sehingga Pemilu 2014 menghasilkan pemimpin yang visioner, berkualitas, berintegritas, dan cinta kepada rakyat.

****