Jakarta. Konstitusi telah mengamanatkan kepada pemerintah selaku pemegang kekuasaan negara untuk menjalankan kebijakan yang dapat melindungi, menyejahterakan, dan mencerdaskan bangsa serta berperan aktif dalam menjaga perdamaian dunia, seperti tertuang dalam UUD 1945 yang selama ini telah menjadi pedoman berbangsa dan bernegara.

“Simposium hari ini, yang memberikan kita semua pencerahan, apa yang seharusnya kita lakukan untuk menjaga bangsa ini. Empat tugas pokoknya dalam konstitusi: melindungi, memajukan kesejahteraan bangsa, mencerdaskan dan turut serta dalam perdamain dunia, demikian harapan Wakil Presiden (Wapres) Wapres Jusuf Kalla saat berbicara di depan peserta Simposium Kebangsaan “Refleksi Nasional Praktek Konstitusi dan Ketatanegaraan Pasca Reformasi, di Gedung Nusantara IV, Komplek MPR/DPR/DPD. Senayan Jakarta Pusat.

Wapres pun mengakui amanat melindungi, memajukan dan mencerdaskan bangsa merupakan tugas yang tampaknya terlihat sederhana tetapi sebenarnya tidak mudah karena banyak hal yang mesti dilakukan guna mewujudkannya.

Konstitusi, lanjut Wapres, merupakan kesepakatan suatu bangsa seperti UUD 1945 bagi bangsa Indonesia, terbentuk berdasarkan kebutuhan yang didasarkan pada kondisi zaman dan menyesuaikan lingkungan serta kebutuhan saat tertentu, sehingga bersifat dinamis.

“Kita semua memahami bahwa konstitusi atau UUD sebagai kesepakatan bangsa menjadi hukum dasar dan sumber hukum tertinggi bangsa ini, tentu sangat dinamis, tutur Wapres.

Kemudian terkait dengan reformasi yang terjadi pada tahun 1998, Wapres mengenang gerakan reformasi itu dalam lintasan sejarah Indonesia, karena rakyat menilai terdapat sejumlah masalah yang ingin diperbaiki.

Pertama ingin mengubah dari suasana otoriter menjadi lebih demokratis. Walaupun juga pada zaman itu, tidak ada yang mengatakan otoriter. Cuma demokrasi Pancasila walaupun cenderung menjadi lebih otoriter, ingin menjadikannya suatu demokrasi yang lebih baik, jelas Wapres.

Wapres berpendapat demokrasi bukanlah sistem yang paling sempurna tetapi digunakan karena sistemnya yang dinilai paling sedikit masalahnya. Demokrasi sistem yang paling kurang masalah dibandingkan otoriter, komunisme dan sebagainya. Karena itulah, kita memilih demokrasi sejak awal dan sampai sekarang, tandas Wapres.

Selain itu, Wapres mengemukakan hal lainnya yang ingin diubah adalah memberdayakan suara demokrasi dari bawah sehingga timbullah perubahan dari sistem yang bersifat sentralistik menjadi sistem yang berpegang teguh kepada otonomi daerah.

Lebih jauh, Wapres mengungkapkan perubahan mendasar lainnya terkait dengan refleksi konstitusi dan ketatanegaraan, perencanaan pembangunan pada saat ini sebenarnya bisa dikontrol melalui undang-undang, seperti tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang menggantikan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada masa lalu.

“Tentang pembangunan GBHN. Pertama, masalahnya adalah MPR sendiri secara terhormat mengurangi haknya. MPR justru memotong haknya dari lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara, bukan orang (lembaga) lain. Jadi jangan salahkan yang lain, dengan statusnya bukan lembaga tertinggi negara, maka produk yang dihasilkan tidak mengikat, jelas Wapres.

Dalam kesempatan tersebut Wapres juga menyinggung penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) baik dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional. Dimana saat Musrenbangnas di Jakarta, para gubernur, bupati hanya ramai dan hadir diawal acara tanpa mengikuti substansi pembahasan dan teknis. Ketika pembahasan teknis tinggal Karo Pembangunan dan Bappeda. Jadi tidak semua orang pula tertarik dengan pembahasan dan teknis, ucap Wapres.

Sebelum mengakhiri sambutannya, Wapres berpesan pentingnya menjaga dan mengawasi secara ketat praktek dalam melaksanakan rencana pembangunan agar tidak menyimpang dan berlawanan dengan UUD. Mahkamah Konstitusi (MK) telah bekerja dengan sangat baik menjaga agar setiap perundang-udangan tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, tegas Wapres.

Turut hadir pada acara simposium tersebut, Mantan Presiden RI ke-5 Megawati, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Ketua MA Hatta Ali, dan mantan Ketua MK Mahfud MD dan Kasetwapres Muhammad Oemar.