Ambon. Bangsa dan negara ini sudah diatur secara berjenjang, dan memiliki kewenangan tertentu dalam sistem demokrasi. Walaupun mungkin tatanan pemerintahan negara kita yang terbanyak, meski dengan kewenangan yang berbeda. Tapi tidak ada negara yang sedemokratis negara kita, dengan begitu banyak pemilu yang kita miliki, mulai dari tingkat kepala desa, bupati/walikota, gubernur, hingga presiden pun dipilih langsung. Dengan pemiihan sistem pemilihan langsung, maka semua orang punya kesempatan untuk maju bersaing dalam pemilihan. Pernyatan ini disampaikan oleh Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika membuka Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) Tahun 2015 di Pendopo Gubernur Maluku, Kamis malam 26 Februari 2015.

Kewenangan-kewenangan yang ada itu tentu kita kelola dengan baik. Kalau kita bicara otonomi, kata Wapres, kita memiliki latar belakang sejarahnya. Sejarah kita selalu mengikuti alam demokrasi atau sistim pemerintah yang ada. Pada masa orde baru, sistemnya otoriter karena itu sentralistik. Untuk mewujudkan daerah otonom harus melaksanakan pemerintahan secara demokratis, karena bila tidak demokratis maka daerah itu tidak bisa menjalankan sistemnya secara otonom. “Karena itulah demokratis terikat secara otonom,” ujar Wapres.

Otonom dimulai dengan pemikiran sederhana pada tahun 1998, waktu itu semua orang di MPR ingin mempercepat pemilu. Wapres yang saat itu menjadi anggota Badan Anggaran (Banggar) menunjukkan adanya keinginan yang sama menuntut adanya perubahan, anggota MPR ingin mempercepat pemilu dan daerah ingin mempercepat otonomi. Akhirnya disetuju, dibuatlah Ketetapan MPR dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. “Memang otonomi daerah merupakan sesuatu yang baru, sehingga kita harus belajar banyak, sehingga terjadilah otonom di tingkat kabupaten, provinsi yang kadang-kadang membingungkan,” ucap Wapres.

Untuk itu, beberapa kali terjadi perbaikan peraturan perundang-undangan tentang otonomi. Dari UU Nomor 22 Tahun 1999 diperbaiki menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004, dan akhirnya diperbaiki kembali menjadi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Kewenangan melekat dngn tanggungjawab, tdk ada tanggungjawab tnp kewnangan. Itu yg medasar daripada struktur, satu sistim yang mengontrol satu sama lain,” ujar Wapres.

Prinsip otonomi pada dasarnya adalah suatu spirit kewenangan, suatu inovasi. Jadi, kata Wapres, kalau jaman dahulu, jaman orde baru, semua serba seragam. Begitu hebatnya keseragaman, seperti yang terjadi jaman dulu pembangunan sekolah diseragamkan. Tetapi sekarang sudah tidak seperti itu lagi, pemerintah daerah diberikan kebebasan. “Asal jangan gubernur dari partai yang berwarna kuning, kuning juga cat bangunannya,” pesan Wapres.

Wapres menggarisbawahi bahwa otonomi adalah kreatifitas, inovasi, dan persaingan yang menghasilkan yang terbaik. Kita mempunyai kapasitas yang luar biasa yang kita bisa jalankan. “Kekayaan yang baik, tapi kekayaan hanya bisa terjadi kalau potensinya jadi kenyataan,” ucap Wapres.

Di awal sambutannya, Wapres menjelaskan bahwa tujuan negara ini adalah adil dan makmur. Mengapa Bapak Bangsa mendahulukan kata adil, karena selama Indonesia merdeka hampir 70 tahun terjadi 15 kali konflik besar, yang menyebabkan jatuhnya korban lebih dari 1000 orang. “Dari 15 itu 10 karena ketidakadilan, baik antar wilayah, politik, sosial dan sebagainya,” kata Wapres.

Banyak yang mengira konflik Ambon dan Poso adalah konflik agama, padahal bukan. Konflik agama terjadi setelah konflik yang disebabkan adanya perasaan ketidakadilan poltitik dan sosial yang menyebabkan kehilangan harmoni. Dahulu di Ambon dan Poso itu sama, karena penduduk disini hampir sama, Islam-Kristen. Jika bupatinya Islam, maka wakilnya Kristen, atau sebaliknya. Dan didukung oleh kondisi ekonomi yang baik karena hasil budidaya seperti cengkeh mahal harganya, sehingga menjadi sejahtera. “Tiba-tiba ada monopoli, akhirnya timbul disharmoni. Perasaan tidak sesuai, terjadilah konflik,” ujar Wapres.

Konflik akan mudah berakhir apabila hanya konflik politik. Yang sulit diselesiakan adalah konflik agama, karena semuanya menjadi tidak ada yang netral, dan berubah menjadi konflik yang lama-lama orang mengajarkan menjual surga dengan murah. Sehingga saat itu di Poso-Ambon menimbulkan anggapan yang membunuh dan yang dibunuh akan masuk surga. “Sehingga orang seperti itu tidak takut mati,” kata Wapres.

Itulah sebabnya adil menjadi sangat penting di negara ini. Beberapa pemberontakan lainnya juga terjadi karena ketidakadilan. Untuk itulah, gubernur sebagai pemimpin bangsa, harus memperhatikan dua hal, kemajuan dan keadilan. Orang tidak pernah melontarkan adil dan makmur. “Kurang makmur hanya marah saja, tapi kurang adil akan berontak. Keadilan adalah kita maju bersama,”kata Wapres.

Wapres mencontohkan saat keadilan terwujud maka kemarahan atau kekesalan dapat diredam. Saat terjadi banjir di Jakarta tahun 2014, banjir besar melanda daerah Manggarai, tapi daerah di bawah Manggarai, seperti daerah Menteng tidak terkena, karena pintu air tidak bisa dibuka. Saat itu, rakyat marah, minta dibuka, meski dijaga pihak keamanan tapi karena dipaksa akhirnya pintu air dibuka. “Menteng banjir, Istana banjir, akhirnya rakyat tidak marah. Seperti kemarin, saat banjir rakyat tidak marah karena Istana juga banjir,” ucap Wapres.

Bila kita ingin mewujudkan masyarakat yang makmur untuk mengurangi kemiskinan, maka kita harus banyak membuka lapangan kerja. Untuk mengetahui dasar kekuatan ekonomi kita, kita harus melihat kekuatan ekonomi di setiap daerah, misalnya di Sumatera terletak di perkebunan dan sumber daya alam (SDA), di Jawa penduduknya banyak dan terdapat pertanian dan industri. “Bagaimana hal ini semua menjadi suatu kekayaan dan bagian kita semua,” ucap Wapres.

Saat ini, kita ingin mencapai swasembada pangan agar terjaga stabilitas negara. Untuk mewujudkan itu, kita harus melakukan banyak hal. “Apabila kita semua kumpulkan, pada akhirnya memajukan, mengumpulkan niai tambah,” ujar Wapres.

Melalui kerjasama, kita dapat bekerja lebih efisien. Saat ini, Wapres memberi contoh ketika energi mahal, mohal mahal dan logistik mahal. Maka pemerintah mengusulkan penurunan suku buga, menekan biaya logistik melalui pembangunan infratruktur, termasuk pembangun pembangkit listrik.

Wapres menceritakan kunjungannya ketika melihat Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Jakarta, dimana telah banyak perwakilan dari kementerian yang pemberian izinnya berada di PTSP itu. “Sekarang saya minta pemerintah daerah bisa berkantor di BKPM, sehingga jika ada yang bertanya dimana ikan yang baik, cukup datang di BKPM. Nanti kalau realisasi baru ke daerah,” ujar Wapres.

Dalam laporannya, Ketua Umum APPSI Syahrul Yasin Limpo menjelaskan bahwa rakornas APPSI diadakan satu kali dalam setahun. Ia juga mengatakan ada 5 hal yang harus diperhatikan oleh para gubernur, yaitu yaitu politik yang selaras dengan kepentingan nasional; hadirnya pemerintahan yang memberi dan peduli kepada rakat; ekonomi yang terus berputar; pendidikan harus terus dijaga; dan menjaga ketenteraman, kemanan.

Seluruh kepala daerah, ucap Syahrul, siap tanggungjawab untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Kami juga sangat komit untuk memberantas korupsi,” ucap Syahrul.

Gubernur Maluku Said Assagaff mengatakan bahwa kedatangan Wapres ke Ambon seperti seseorang pulang ke rumahnya sendiri. Karena, kata Said, Wapres adalah penduduk istimewa dan memegang KTP istimewa warga Ambonm “Masyarakat Maluku telah memberikan gelar tertinggi atas manifestasi beliau kepada rakyat Maluku,” ujar Said.

Said mengatakan, saat ini ada kerinduan akan kemajuan dan kesejahteraan, tetapi keduanya harus menjadi kemajuan dan kesejateraan bersama. Untuk itu tentunya diharapkan adanya tekad dan langkah bersama-sama seluruh daerah untuk mencapai untuk kemajuan dan kesejahteraan bersama.

Tema dari rakernas ini adalah konsolidasi Pemerintah Daerah Menyonsong Implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Rakernas ini dihadiri oleh Ketua BPK Harry Azhar Aziz, Menteri Dalam Negeri Cahyo Kumolo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, dan 22 gubernur.

****