Jakarta, wapresri.go.id – Profesor Rema Hanna, pakar ekonomi dari Harvard University menuturkan bahwa Pemerintah Indonesia melalui koordinasi yang dilakukan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dapat mencapai target nol persen kemiskinan ekstrem pada 2024. Sebab, informasi hasil penelitian yang dilakukan dapat menjadi dasar dalam pembuatan kebijakan bagi para pihak terkait.

“Instrumen dalam penelitian dapat digunakan terutama untuk memperoleh informasi yang nantinya digunakan para pembuat kebijakan dan program mengambil langkah tepat,” paparnya pada diskusi yang diselenggarakan oleh TNP2K bersama Indonesia Bureau of Economic Research (IBER) dengan tema “Menuju 0 Persen Kemiskinan Ekstrem di Indonesia: Tantangan, Kebijakan, dan Solusi untuk Pertumbuhan Inlusif di Indonesia” di Hotel Grand Mercure Kemayoran Jl. Benyamin Sueb Kav. B6, Superblok Mega Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (15/12/2022).

Lebih jauh Profesor Rema menyampaikan, selain akademisi, jajaran pemerintah Indonesia juga dapat melakukan evaluasi program yang telah dilakukan sebagai upaya menghapus kemiskinan ekstrem.

“Mengevaluasi program-program dan kebijakan, terutama (program) memiiki dampak kepada masyarakat, jadi kita tahu program dan kebijakan yang kita punya telah berjalan dengan baik,” ungkapnya.

Ia pum mencontohkan, Program Keluarga Harapan (PKH) yang telah dijalankan, memiliki cara unik dan menarik untuk membantu mencapai target nol persen kemiskinan ekstrem di Indonesia.

“Program PKH di Indonesia merupakan program bantuan langsung tunai yang menyasar keluarga miskin dan rentan. Hasilnya program itu telah bermanfaat karena menjadi pembeda yang penting untuk dipahami,” ujar Rema.

Menurutnya, PKH yang diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan sudah tepat dilakukan dengan cara bertahap dengan nilai sekitar 10-15 persen kebutuhan dasar keluarga.

“Program PKH adalah bentuk investasi namun bertahap. Uniknya, pemerintah tidak memberikan langsung seluruh uang, tetapi diberikan berjenjang dengan nilai yang bertambah dari pemberian awal hingga akhir sehingga bagus dalam membuat perubahan dalam masyarakat,” tutur Rema menerangkan.

Namun, Rema juga menilai bahwa ke depannya, Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan proses pengambilan keputusan yang meningkatkan dampak positif nyata terhadap masyarakat.

“Jika mengacu pada penelitian para akademisi, pembuat kebijakan perlu mengambil keputusan tepat dengan mempertimbangkan segala konsekuensinya dari perbedaan variabel. Hal ini dapat memberikan dampak luar biasa jika dipertimbangkan dengan baik” tegasnya.

Sehubungan dengan itu, Profesor Rema mengingatkan terkait transparansi data dalam mendukung pelaksanaan program menuju nol persen kemiskinan ekstrem di Indonesia. Transparansi data, lanjutnya, adalah tantangan besar yang perlu dihadapi pemerintah Indonesia agar dapat lebih baik memilih kebijakan tepat.

“Data yang terbuka dan transparan dapat diakses semua pihak agar situasi dapat dipahami melalui data yang akurat, sehingga dampaknya terhadap masyarakat miskin dan kemiskinan dalam berbagai bentuknya sampai memecahkan masalah tersebut dapat diambil,” ungkapnya.

Menutup paparannya, kembali Profesor Rema mengingatkan bahwa hasil penelitian dari para akademisi penting untuk diperhatikan para pembuat kebijakan sebagai upaya meningkatkan efektivitas program penghapusan kemiskinan ekstrem yang telah berjalan. Untuk itu, ia mengimbau para akademisi untuk memiliki pandangan yang luas dalam melakukan penelitiannya.

“Yang terpenting lagi menurut saya, debat para akademisi sebaiknya tidak terfokus pada satu langkah objektif tetapi juga tentang beberapa strategi untuk membawa isu kemiskinan ekstrem, sehingga nantinya dapat memitigasi risiko agar Indonesia tidak lagi kembali meningkat kemiskinannya,” pungkasnya. (RN, BPMI – Setwapres)