Jakarta-wapresri.go.id Indonesia telah meratifikasi konvensi Jenewa tahun 1949 melalui UU Nomor 59 Tahun 1958. Namun, dari 169 negara yang telah meratifikasi, Indonesia adalah satu diantara dua negara yang belum mempunyai UU Kepalangmerahan. Meski RUU Kepalangmerahan pertama kali diinisiasi oleh DPR RI sejak sepuluh tahun lalu, namun masih deadlock karena adanya persepsi yang keliru menyangkut lambang palang merah.

“Kepalangmerahan bukan hanya lambang saja, tetapi juga menyangkut hak dan kewajiban, perlindungan, dan tugas-tugas (kepalangmerahan) secara universal yang berlaku,” demikian disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla dalam paparannya selaku Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI tentang RUU Kepalangmerahan, di Gedung Nusantara I, Kompleks MPR/DPR RI, Jakarta, Rabu (8/2/2017).

Secara universal, Palang Merah bertugas memberi pertolongan bagi kemanusiaan baik pada masa perang atau damai untuk mengurangi penderitaan sesama manusia.

Dalam Konvensi Jenewa, hanya ada dua lembaga dan organisasi yang mendapat mandat untuk melaksanakan hak dan kewajiban kepalangmerahan yaitu TNI (tentara non tempur) dan PMI (relawan palang merah). Dalam situasi perang, TNI dan relawan palang merah harus menggunakan lambang palang merah, tidak boleh membawa senjata, tidak boleh menembak dan tidak boleh ditembak karena mereka bebas masuk untuk menangani korban luka perang di kedua pihak dan tidak boleh memihak.

“Sebaiknya dalam pertemuan seperti ini TNI juga diundang karena dia (TNI) justru yang paling penting, karena kalau begitu kita tidak ada kesepakatan tentang contohnya tugas dan lambang itu bahaya,” saran Wapres.

Menurut Wapres, lambang pada intinya digunakan sebagai pengenal dan pelindung untuk petugas yang dapat dilihat secara jelas dari jauh, sehingga harus simpel dan warna yang menonjol.

“Sekiranya contohnya yang kita pakai lambang garuda mungkin hanya 50 meter kelihatan. Karena itu (lambang) harus dapat terlihat jelas dari jauh mungkin satu kilometer. Jika tidak petugas palang merah bisa kena bahaya atau tertembak dari jauh,” jelasnya.

Wapres pun menyayangkan jika selama ini ada anggapan bahwa lambang palang merah menyerupai simbol agama.

“Palang merah itu simetris, sedangkan lambang  palang salib itu kakinya panjang, sangat berbeda, untuk itu jangan memberikan indikasi bahwa palang merah ini lambang agama”, tegasnya.

Wapres mengungkapkan, bahwa lambang palang merah seperti tanda tambah (+), sesungguhnya diciptakan oleh ahli matematika Islam, Muhammad Ibn Musa Al Khawarizmi, pada abad VIII.

Sesuai prinsip ke-6 konvensi Jenewa, di dalam satu negara hanya boleh satu perhimpunan nasional, Palang Merah (red cross) atau Bulan Sabit Merah (red crescent). Lambang bulan sabit merah saat ini banyak dipakai di negara-negara Islam yang pada mulanya dipakai pada perang Turki tahun 1876. Kedua lambang baik palang merah maupun bulan sabit merah mempunyai ketentuan, hak dan kewajiban yang sama.

“PMI yang berdiri 17 September 1945, sudah sejak awal memakai lambang Palang Merah meskipun pada waktu itu sudah ada lambang red crescent,” ujar Wapres.

PMI juga ditetapkan sebagai perhimpunan yang melaksanakan tugas kepalangmerahan berdasarkan Kepres RIS Nomor 25 tahun 1950 dan diperbaharui Kepres 246 tahun 1963.

Dalam perkembangannya, selain memberi pertolongan dalam negeri, PMI juga turut berpartisipasi dalam bantuan kemanusiaan ke luar negeri seperti bencana di Pakistan, Myanmar, Filipina, Rohingya, termasuk tsunami Jepang.

“Kita tidak boleh hanya tangan dibawah terus, kita tangan diatas,” ujar Wakil Presiden.

Dengan adanya UU Palang Merah ini, diharapkan dapat memperkuat komitmen Indonesia dalam membantu negara-negara lain yang membutuhkan.

“Soal Palang Merah perlu dalam UU karena menyangkut hubungan internasional,” tegasnya.

Selama RDPU yang berlangsung sekitar 2 jam, seluruh anggota fraksi yang hadir tampak memberi respon positif dan mendukung penyelesaian RUU.

“Semua mendukung pemerintah untuk tugas kemanusiaan tentunya, terkait hal UU kemanusiaan ini tentu kita akan support,” demikian disimpulkan oleh pimpinan rapat Komisi IX Dede Yusuf.

Hadir dalam RDPU sembilan fraksi Komisi IX serta Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. Sementara Wapres Jusuf Kalla didampingi Ketua Harian PMK Ginandjar Kartasasmita dan jajaran pengurus PMI lainnya. (KIP, Setwapres)