Jakarta, wapresri.go.id – Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin terus memantau perkembangan penanganan wabah virus corona atau Covid-19. Awal bulan ini, Wapres telah menerima laporan dari Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Jawa Barat melalui teleconference. Sebagai tindak lanjut dari hasil laporan tersebut, Wapres kembali memimpin Rapat Monitoring Pelaksanaan Penanganan Wabah Covid-19 melalui teleconference, di kediaman resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2 Jakarta Pusat, Selasa (07/04/2020).
“Kita tahu bahwa Jabodetabek ini merupakan episentrum penyebaran Covid-19 karena itu perlu ada langkah-langkah strategis untuk menghambat bahkan menghentikan laju penyebaran ini dan perlu langkah-langkah khusus,” ungkap Wapres saat membuka rapat yang diikuti oleh Kementerian Dalam Negeri yang diwakili oleh Dirjen Administrasi Wilayah, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten Wahidin Halim serta Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo
Wapres menyampaikan, berkenaan telah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19, maka perlu adanya koordinasi antar gubernur dalam mengimplementasikan peraturan tersebut. Menurutnya, hal lain yang perlu dikoordinasikan dengan para petinggi daerah tersebut yaitu mengenai rencana pelaksanaan pemeriksaan Covid-19 yang dilakukan dengan massal dan kesiapan fasilitas kesehatan pada setiap daerah.
“Adanya urgensi untuk melaksanakan deteksi Covid-19 secara massal. Pentingnya kesiapan fasilitas kesehatan dari masing-masing daerah, dari kesiapan SDM kesehatan dengan Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai, sampai pemenuhan peralatan medis yang sesuai dengan standar,” kata Wapres.
Terkait bantuan sosial, Wapres merasa perlu adanya perhatian yang lebih kepada para masyarakat yang tidak memiliki KTP sesuai dengan tempat tinggal, yang tidak menutup kemungkinan mereka terdampak PSBB.
“Kebutuhan untuk mengkoordinasikan pemberian bantuan sosial karena banyak warga yang tinggal di Jakarta, Jawa Barat, Banten, yang tidak memiliki KTP setempat karena sebagian pekerja atau pelajar migran antar daerah. Kelompok ini tidak menerima bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah daerah di mana saat ini mereka tinggal,” papar Wapres.
Sementara, dalam kesempatan tersebut Gubernur Banten Wahidin Halim, menyampaikan laporannya terkait situasi penanganan di Provinsi Banten.
“Jadi ODP kita 3.435, PDP kita 475, positif 136 dan Pak Wakil, bahwa kami sudah punya rumah sakit sendiri dengan 250 tempat tidur, dan sekarang sedang merawat 80 orang.” ucap Wahidin.
Wahidin tidak memungkiri bahwa salah satu penyebab persebaran Covid-19 di Banten karena pergerakkan massa yang cukup tinggi, baik masuk atau pun ke luar dari Banten.
“Mereka tiap hari aktivitasnya, mobilisasinya ke Jakarta hampir tiap hari dan betul memang Tangerang Raya menjadi episentrum bagi Banten. Peningkatan jumlah ODP sampai 3.435 dan PDP itu justru karena yang pertama, memang aktivitas mobilisasi massa yang tidak bisa kita kontrol setiap hari,” tambahnya.
Hasil dari pertemuan ini yaitu akan membuat kawasan Jabodetabek menjadi kawasan satu klaster yang memiliki metode dan cara penanganan yang sama dalam menghadapi Covid-19. Selain itu hal-hal terkait teknis pengadaan bantuan alat kesehatan, fasilitas, alat pelindung diri, hingga peralatan medis, akan dikoordinasikan lebih lanjut antara pemerintah daerah dengan instansi terkait.
“Baik kalau begitu, saya sudah menganggap semuanya sudah didengar pandangan-pandangan dari gubernur-gubernur, sudah dengar dan soal koordinasi yang penting dalam rangka penanganan untuk mengatasi perkembangan Covid-19 di Jabodetabek,” tutup Wapres.
Masalah Covid-19: 20 % Medis, 80 % Psikologis
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo melaporkan bahwa masalah Covid-19 pada dasarnya bukan hanya semata-mata masalah medis tetapi juga psikologis.
“Dari hasil evaluasi, ternyata 20 persen masalah Covid ini adalah masalah medis dan sisanya 80 persen adalah masalah psikologis,” tuturnya.
Doni mencontohkan bahwa Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sempat membesuk Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi yang sudah terinfeksi Covid-19 (tetapi belum terdeteksi), namun Menteri PUPR tidak tertular.
“Apa pelajaran yang dapat kita petik di sini? Pak Menteri PUPR walaupun sudah relatif berusia, tetapi ternyata beliau tangguh,” lanjutnya.
Hal ini, menurut Doni, karena Menteri PUPR memiliki stamina yang bagus dan tidak mudah panik.
“Nah kami mencoba untuk menggali, stamina bagus ini merupakan modal yang sangat penting, makanan bergizi, olahraga teratur, cukup istirahat, dan yang terakhir, Bapak Wakil Presiden, adalah tidak panik. Tidak panik ini akan membuat moril tinggi, imunitas tinggi, dan menghindari kita terpapar. Jadi faktor psikologis ini merupakan faktor penting bagi kita,” paparnya.
Lebih jauh, Doni menuturkan bahwa ia menemukan fakta di lapangan, negara dengan tingkat kesehatan terbaik di dunia seperti di Eropa dan di Amerika, dengan sistem asuransi dengan semua fasilitas terbaik, ternyata juga tidak mampu membendung dan menghindari Covid-19, bahkan korban jiwanya sangat tinggi. Oleh sebab itu, moril dan psikologis masyarakat harus ditingkatkan karena memang masalah Covid-19 bukan hanya masalah medis semata.
“Sehingga upaya kita untuk meningkatkan moril, untuk meningkatkan semangat gembira ini harus senantiasa kita tingkatkan. Kita tidak ingin berita-berita negatif justru menurunkan moril dan semangat masyarakat untuk bisa menghadapi Covid-19,” kata Doni.
Guna meningkatkan semangat bangsa Indonesia, Doni menyampaikan usul dari salah satu anggota DPR agar Wapres dapat memimpin Dzikir Nasional dari rumah masing-masing secara serentak.
“Beliau mengharapkan Bapak Wapres yang bisa menjadi pemimpin, karena Pak Wapres adalah Ulama Besar Indonesia, sehingga diharapkan kegiatan ini bisa memberikan semangat kepada segenap bangsa Indonesia yang beragama Islam. Lantas, untuk yang beragama non-Islam, Doni akan menggali informasi siapa tokoh yang dapat melakukan ritual serentak sehingga seluruh agama terwakili,” ungkapnya.
Selain itu, Doni menekankan pentingnya satu komando dalam menangani Covid-19. Ia pun mengibaratkan kereta api, lokomotif berperan seperti Presiden, saat lokomotif bergerak seluruh gerbong dalam dalam rel yang sama harus mengikuti. Apabila ada satu saja gerbong yang melenceng, bisa menyebabkan tergulingnya seluruh gerbong. Demikian halnya saat Presiden bergerak, semua pihak juga harus mengikuti.
“Hari ini kita menghadapi perang, perang total, menghadapi ancaman yaitu virus. Layaknya dalam peperangan, maka panglima itu harus diikuti. Kalau panglimanya itu maju, yang lain harus maju. Kalau panglimanya diam, yang lain juga harus diam. Sehingga, momentum satu komando ini harus menjadi narasi tunggal bangsa kita. Supaya kita bisa bersama-sama menghadapi virus Corona,” pungkas Doni.
Mendengar pernyataan tersebut, Wapres tampak setuju dan mengaminkan berbagai upaya dalam rangka menangani Covid-19.
“Terima kasih Pak Doni,” kata Wapres mengapresiasi sekaligus menutup teleconference tersebut. (DAS/EP/AF-KIP, Setwapres)