saksi

Menjadi Saksi yang Meringankan di Pengadilan Negeri Bandung

Bandung. Pembebasan lahan yang akan digunakan untuk pembangunan, seyogyanya menguntungkan masyarakat. “Pembebasan itu bukan ganti rugi tapi ganti untung. Kedua, jangan merugikan,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menjadi saksi yang meringankan bagi terdakwa mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin di Pengadilan Negeri Bandung, Senin 13 April 2015.

Wapres yang memulai memberi kesaksian sejak pukul 09.50 WIB juga mengatakan bahwa pembebasan lahan tidak perlu mengikuti Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) karena nilai pada NJOP hanyalah harga rata-rata. “Boleh di atas NJOP karena apabila proyek sudah jalan, tanah di sekitar situ pasti akan mahal,” ujar Wapres.

Bahkan Wapres menyebutkan bahwa saat ini termasuk jalan tol-pun seperti itu, dan itu prinsip pembesan lahan boleh memberikan nilai satu atau dua kali di atas NJOP. “Agar rakyat tidak dirugikan,” kata Wapres.

Mantan Bupati Indramayu Irianto Syafiuddin atau yang akrab disapa Yance didakwa perkara korupsi dana pembebasan lahan untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumuradem, Indramayu. Kerugian negara yang timbul akibat tindak korupsi yang dilakukan oleh Yance mencapai Rp 4,1 miliar.

Di awal persidangan, Wapres mengatakan bahwa dirinya mengetahui pembangunan PLTU Sumuradem. Wapres yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode 2004-2009 menjelaskan bahwa pada tahun 2005-2006 terjadi krisis listrik di tanah air. “Di beberapa tempat terjadi pemadaman listrik, karena itu pemerintah, dan saya selaku Wapres memerintahkan membangun listrik 10.000 megawatt,” kata Wapres.

Saat itu, melalui crash program pembangunan pembangkit listrik harus dilakukan dengan segera agar kita tidak mengalami pemadaman listrik di seluruh Indonesia. Semua proyek itu, kata Wapres, merupakan PLTU sehingga pembangunannya dilakukan di sepanjang pantai, total terdapat 28 titik dan di pulau Jawa/Bali ada 10 titik. Proyek tersebut dipayungi oleh Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2006 tentang Penugasan Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Untuk Melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Yang Menggunakan Batubara. “Dimana pembebas lahannya bisa selesai tidak lebih dari 120 hari. Memang saya perintahkan kepada seluruh Gubernur dan Bupati laksanakan pembangunan ini,” kata Wapres.

Wapres menjelaskan jika pembangunan PLTU ini terlambat akan menimbulkan kerugian negara yang sangat besar, dan masyarakat akan mengalami pemadaman listrik, serta industri tidak berjalan. Menurut BPK, kata Wapres, keterlambatan akan merugikan negara sebesar Rp. 17 Triliun.

Menurut Wapres, proyek PLTU Indramayu tidak memiliki permasalahan dan proyek ini termasuk yang tercepat. Bahkan untuk pembebasan lahannya hanya membutuhkan waktu selama 4 bulan. “Pembangunannya sendiri dilaksanakan selama 2,5 tahun, lebih cepat 6 bulan dari target 3 tahun yang dirancang pemerintah. PLTU Sumuradem dibangun untuk mengganti pemadaman yang ada di daerah yang kekurangan listrik,” kata Wapres.

Menurut Wapres, Yance sangat berkontribusi besar dalam crash program ini, karena tanpa pembabasan lahan yang cepat, proyek tidak akan jalan sesuai waktunya. Contohnya di Batang yang tidak selesai-selesai, tapi di Indramayu dalam empat bulan masalah lahan selesai.

Ketika ditanyakan oleh Jaksa Penuntut Umum tentang harga HGU yang lebih tinggi dari harga hak milik masyarakat di sekitar daerah itu. Wapres menjelaskan bahwa dirinya tidak mengetahui tentang hal itu. “Yang saya tahu harga pembebasan sesuai harga PLN. Artinya tidak melampaui anggaran PLN,” kata Wapres.

Wapres menjelaskan bahwa proyek PLTU ini bernilai Rp 12 Triliun, sedangkan nilai lahannya sebesar Rp. 42 Miliar, artinya hanya 3 per mil dari nilai proyek. “Sehingga pemerintah tidak segan untuk melaksanakannya, sehingga saya berterimakasih kepada Pak Bupati,” ucap Wapres.

****

Bookmark and Share