Ponorogo-wapresri.go.id. Ada dua pemikiran dalam dunia pendidikan. Bagi negara Jepang, Tiongkok, Inggris dan negara-negara Eropa lainnya, pemikiran mereka adalah keterampilan. Sementara Amerika Serikat (AS) pemikirannya ialah kreativitas dan inovasi. Diharapkan para santri yang belajar di Pondok Modern Darussalam (PMD) Gontor memiliki pemikiran yang luas, bebas, kreatif dan inovatif.

“Itulah tentu kita mau bagaimana visi daripada Gontor, bagaimana anak itu punya pikiran yang luas dan pemikiran yang bebas tetapi tidak berperilaku bebas, artinya akan menghasilkan kreativitas dan inovasi,” demikian disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menghadiri Peringatan 90 tahun Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur, Sabtu, (20/8/2016).

Lebih jauh Wapres membandingkan kondisi ekonomi di negara-negara tersebut. Menurut Wapres, meskipun negara-negara seperti Jepang, Korea, atau Tiongkok memiliki perekonomian yang kuat, tetapi perekonomian di AS tetap yang nomor satu. Hal ini terletak dari kekuatan pemikiran masyarakat AS yang inovatif, kreatif, dan terbuka.

Wapres mencontohkan, pemikiran AS lebih liberal dalam hal anak-anak berdebat dengan guru. Padahal, kalau dahulu mengkritik guru saja tidak boleh, apalagi membantah guru. Tetapi, menurut Wapres, dalam kreativitas dengan guru, akan lebih baik jika berbagai pikiran anak-anak mewarnai pemikiran. Wapres pun yakin PMD Gontor akan berhasil karena memiliki pemikiran terbuka dan modern.

“Seperti saya katakan, tahun 2026, [PMD Gontor] akan jauh berbeda modern, dengan tahun 2016,” ujar Wapres optimis.

Wapres menyatakan, pendidikan itu harus melihat ke depan. Para santri yang belajar di PMD Gontor berusia sekitar antara 12 sampai 15 tahun, sehingga ilmu yang didapatkan mereka di sini, baru akan dimanfaatkan 10 tahun yang akan datang. Untuk itu, nilai atau ilmu yang diajarkan adalah yang kira-kira bermanfaat  4 sampai 10 tahun yang akan datang, bukan ilmu yang lalu atau ilmu sekarang saja.

“Saya selalu mengatakan bahwa pendidikan itu sebenarnya hampir sama dengan restoran. Bukan tempatnya yang dicari, [tetapi] makanannya. Walaupun yang dicari restoran kecil itu, tapi enak, orang akan datang. Begitu juga dengan Pesantren Gontor ini,” tutur Wapres.

Menurut hemat Wapres, PMD Gontor bersifat nasional, baik dari sisi wilayah, maupun pemikiran-pemikirannya. Hal ini terlihat dari pemikiran tokoh-tokoh lulusan pondok pesantren modern tersebut. Wapres pun mengungkapkan, mantan Ketua Muhammadiyah Din Syamsudin, dan mantan Ketua Nahdatul Ulama Hasyim Muzadi, keduanya lulusan PMD Gontor.

Selain itu, lanjut Wapres, PMD Gontor juga memegang predikat modern. Modern, bukan hanya yang memakai jas dan dasi, tetapi modern itu artinya pemikiran dan perilaku bersifat visioner, kekinian dan akan datang.

Wapres menyayangkan, kondisi saat ini, tidak banyak tokoh Islam di Indonesia yang berkiprah secara internasional. Setelah Hamka, menurutnya, tidak banyak lagi buku Islam yang beredar di luar negeri. Begitupun dalam bidang ekonomi. Padahal pemilik toko, pabrik, maupun industri di Indonesia hampir semua 90% orang muslim.

Kalau dulu setiap orang masuk PMD Gontor dua hal yang selalu dibanggakan, bisa bahasa Arab dan Inggris. Namun, di usianya yang ke-90 tahun, Wapres berharap, PMD Gontor dapat berpikir jauh tentang masa depan ekonomi Indonesia.

“Itulah apa yang digambarkan, bagaimana generasi unggul yang diinginkan adalah generasi yang dapat berbicara ke depan, menguasai ilmu kedepan, mempunyai kemampuan berpikir pada 10 tahun yang akan datang, bukan hanya berpikir kebanggaan masa lalu,” tegas Wapres.

Di akhir sambutannya Wapres menyampaikan apresiasi pemerintah terhadap para pendiri dan pengasuh PMD Gontor.

“Saya ucapkan terima kasih amal jariyah pendiri, pengasuh guru-guru Gontor ini, semoga kita semua untuk berbuat yang lebih baik lagi untuk bangsa ini,” pungkas Wapres.

Sebelumnya, Menteri Agama Lukman Saifuddin, yang ditunjuk mewakili alumni Gontor Tahun 1983, menyampaikan, tasyakur ke-90 tahun bagi sebuah lembaga pendidikan yang bernafaskan Islam bernama pondok pesantren, bukanlah usia yang pendek, usia kemarin sore. Suka duka membangun, mengelola dan membesarkan pondok pesantren ini di tahun 1926 adalah sebuah masa-masa pergerakan, dan masa-masa mengisi kemerdekaan saat ini, tentu tantangannya sangat luar biasa.

Tasyakur ini, lanjut Lukman, dimaknai, diisi dengan evaluasi atas perjalanan 90 tahun pondok ini untuk introspeksi apa kelebihan yang dimiliki. Dari kelebihan-kelebihan itu dipelihara. Selain itu, mengetahui secara tepat, cermat kekurangan selama ini, sehingga kedepan semua kekurangan itu dapat diperbaiki.

“Gontor sudah menjadi ikon, sebuah rol model, bagaimana lembaga pendidikan yang patut disyukuri sambil terus mengevaluasi diri, dan beberapa kelemahan dan kekurangan disempurnakan,” ucap Lukman Saifuddin.

Saat ini PMD Gontor sudah memilki 20 cabang kampus/pesantren di seluruh Indonesia dengan jumlah santri/santriwati sebanyak 21.700 orang dan guru sebanyak 2.508 orang. Acara Sujud Syukur Peringatan 90 Tahun PMD Gontor ini mengambil tema “Mengestafetkan Nilai-Nilai Perjuangan untuk Kemuliaan Umat dan Bangsa”. Dalam peringatan tersebut, Wapres juga melakukan peletakan batu pertama gedung perpustakaan dan peresmian asrama mahasiswa Universitas Darussalam Gontor.

Selain Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, hadir dalam acara ini Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar, dan Deputi Kasetwapres Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Bambang Widianto. (KIP, Setwapres)