Istana Wakil Presiden. Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Indonesia sebelumnya diselenggarakan dalam waktu yang berbeda sesuai dengan masa berakhirnya masa jabatan pejabat daerah. Pada awalnya, karena di Indonesia ada kurang lebih 500 kabupaten/kota, ada 34 provinsi, ada 1 pusat dengan pemilihan presiden, menjadikan lebih 500 pemilu setiap 5 tahun. Setiap minggu ada 2 pemilu di kabupaten-kabupaten dan ini sangat memberatkan. Dalam rangka efisiensi dan juga agar pengaturannya jauh lebih baik dan lebih efisien maka pemilihan bupati dan gubernur di daerah hanya dilaksanakan dalam 2 kali pemilu dalam 5 tahun. “Inilah yang kita sebut pada besok hari adalah Pemilukada serentak, digabungkan 269 daerah menjadi 1 hari,” jelas Wapres pada Pembukaan Election Visit Program for Head of Regional Election 2015, di Istana Wakil Presiden, Merdeka Selatan, Selasa, 8 Desember 2015.

Wapres menambahkan, pada tahun 2019, pemilu nasional yang selama ini 2 kali, yaitu pemilu legislatif dan pemilu presiden, nantinya akan disatukan. Jadi, mulai tahun ini pemilu di Indonesia, dari 550 kali pemilu menjadi hanya 3 hari pemilu dalam 5 tahun. “Tentu tugas KPU sangat berat pada waktu itu, itulah yang kita ingin efisiensikan agar tidak terjadi,” harap Wapres.

Pemilukada serentak ini, kata Wapres, cerminan dari pelaksanaan demokrasi di Indonesia yang mulai tumbuh sejak reformasi di 1998. Reformasi ini merubah 3 hal pokok. Yang pertama, dari pemerintahan yang cenderung otoriter menjadi demokrasi yang sangat terbuka. Kedua, pemerintah yang sentralistis menjadi pemerintah yang sangat desentralistis, dari titik di pusat menjadi titik pentingnya ada di daerah-daerah. Ketiga media, pers yang dikontrol menjadi media yang sangat terbuka. “Itu 3 hal yang merubah kondisi politik dan pemerintahan Indonesia dalam 15 tahun terakhir,” ungkap Wapres.

Dibandingkan dengan negara-negara lain, Wapres mencermati, pelaksanaan pemilu di Indonesia relatif tertib dan aman. Lebih jauh Wapres menceritakan pengalamannya ketika menjadi observer di Azarbaijan bersama anggota senat dari Pakistan. Observer dari Pakistan tersebut mengungkapkan, jika tidak ada pengeboman, tidak ada senjata, tidak ada korban, maka tidak ada pemilu. “Anda tidak akan menemukan hal tersebut di Indonesia, tidak ada bom, tidak ada senjata, dan tidak ada masalah-masalah yang fatal,” tegas Wapres menanggapi.

Wapres mengakui masih terjadi demontrasi atau kaca jendala yang dipecahkan di Kantor KPU, namun hal ini terjadi tidak pada saat pemilu berlangsung. “Saya harap bahwa ini akan menjadi bahagian yang baik bahwa demokrasi di Indonesia dapat dijaga tanpa konflik dengan baik,” ujar Wapres.

Dalam kesempatan itu, Wapres menyampaikan apresiasi kepada para observer yang akan berkunjung dalam pemilihan kepala daerah esok hari. “Setiap langkah-langkah demokrasi tentu perlu diamati dan disaksikan agar semua yang dilakukan itu transparan dan terbuka sehingga dapat disaksikan dan akuntabel untuk menjamin hak-hak masyarakat itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya,” tutur Wapres.

Sebelumnya Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Husni Kamil Manik mengatakan, Pemilukada serentak tanggal 9 Desember 2015 menunjukkan Indonesia telah mengalami kemajuan dalam praktik demokrasi.

Kegiatan kunjungan ini, lanjut Husni, untuk memastikan penyelenggaraan pilkada serentak berjalan sesuai prinsip demokratis. Selain itu, memperlihatkan berjalannya sistem pemilihan di Indonesia.

Hadir dalam acara tersebut Duta Besar dari negara sahabat, dan peserta Election Visit Program for Head of Regional Election 2015 dari penyelenggara pemilu dalam dan luar negeri diantaranya dari Malaysia, Thailand, Srilangka, Bangladesh, Tunisia, Palestina, Korea Selatan dan Australia.

*****