Jakarta, wapresri.go.id – Perkembangan ilmu ekonomi syariah terus mengalami peningkatan, terlihat dari semakin bertambahnya perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi tersebut. Untuk itu, penyelenggaraanya harus lebih inovatif agar mampu mengakselerasi perkembangannya sekaligus meningkatkan literasi masyarakat terhadap ekonomi dan keuangan syariah.
“Penyelenggaraan pendidikan ekonomi syariah harus semakin inovatif, mengikuti perkembangan teknologi dan dinamis meskipun tetap mengutamakan prinsip–prinsip utama dalam ekonomi dan keuangan syariah,” tegas Wakil Presiden (Wapres) K.H Ma’ruf Amin dalam tayangan video acara Pembukaan Talkshow “Peluang dan Tantangan Pendidikan Jarak Jauh Program Studi Ekonomi Syariah”, Rabu (13/05/2020).
Menurut Wapres, inovasi sangat dibutuhkan terutama dalam menghadapi pandemi Corona Virus Disease-2019 (Covid-19), dimana diperlukan berbagai penyesuaian termasuk dalam pembelajaran.
“Pembelajaran jarak jauh memiliki tantangan tersendiri, membutuhkan kreativitas. Para pengajar perlu keluar dari gaya konvensional dan lebih inovatif dalam menyiapkan materi dan mekanisme pembelajaran serta memanfaatkan seluruh potensi teknologi. Di sisi lain, mahasiswa juga dituntut harus lebih mandiri, dan dapat memanfaatkan seluruh sumber pengetahuan,” ujar Wapres.
Meskipun terdapat banyak tantangan, Wapres menilai, pembelajaran jarak jauh sesungguhnya memberikan keuntungan antar perguruan tinggi dalam melakukan sinergi yang saling menguatkan. Sebab, dengan penggunaan teknologi, tidak ada lagi sekat antar satu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lain.
“Mahasiswa dapat dengan mudah mengikuti kuliah dari perguruan tinggi yang berbeda sepanjang sesuai dengan minatnya. Selain itu pertukaran pengetahuan, hasil riset, dan kegiatan akademik lainnya juga akan semakin efektif,” ucapnya.
Pada acara yang diselenggarakan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) bersama Perwakilan Perguruan Tinggi yang memiliki Program Studi Ekonomi Syariah ini, Wapres berpesan agar dapat menghindari terjadinya moral hazard yang meremehkan pelaksanaan metode pembelajaran jarak jauh dalam Program Ekonomi Syariah.
“Tidak boleh ada excuse terhadap kualitas, baik kualitas pembelajaran maupun pengujian. Mahasiswa harus tetap bisa diuji dengan standar yang sama dengan pembelajaran konvensional sehingga kualitas pembelajaran dan lulusan program studi ini tetap dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan,” tuturnya.
Visi Ekonomi Syariah Harus Inklusif dan Universal
Dalam talkshow yang berlangsung kurang lebih 45 menit tesebut, Wapres juga menyampaikan, pembelajaran ini perlu terus menanamkan visi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah sebagai sebuah pilihan rasional bagi masyarakat, karena memberikan manfaat dan nilai tambah yang lebih baik dalam menjalankan aktivitas harian termasuk aktivitas ekonomi.
“Sebagai sebuah pilihan yang rasional, aktivitas ekonomi dan keuangan syariah dapat menjadi gaya hidup bagi semua orang. Sehingga, ekonomi dan keuangan syariah bukan merupakan hal yang eksklusif, tapi menjadikannya inklusif dan bersifat universal sesuai dengan prinsip Rahmatan lil ’Alamin,” terangnya.
Wapres menganalogikan prinsip ini layaknya makanan halal. Menurutnya, makanan yang bersertifikat halal seharusnya dipilih oleh seluruh masyarakat bukan hanya karena kehalalannya saja, tetapi karena makanan tersebut merupakan makanan yang berkualitas, enak rasanya, sehat, bergizi, dan thoyyib (baik).
Ia pun berharap, pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dapat berjalan beriringan dengan perkembangan ekonomi dan keuangan konvensial.
“Sebagai negara yang menganut dual economic system, dual banking system, dual financial system, ekonomi syariah dan konvesional harus saling bersinergi dan tidak dibenturkan satu dengan yang lain,” imbuh Wapres.
Disamping itu, lanjutnya, program studi ekonomi syariah harus dapat menerjemahkan kaidah-kaidah fiqih syariah. Sehingga, ilmu tersebut dapat diimplementasikan dalam praktik keuangan syariah sehari-hari, seperti penggunaan kaidah pemisahan yang halal dari yang haram (tafriq baina al- halal ‘ani l-haram).
“Dalam kaidah tersebut, harta atau uang dalam perspektif fiqih bukanlah benda haram karena zatnya (‘ainiyah) tapi bisa menjadi haram karena cara memperolehnya yang tidak sesuai syariah (lighairih). Dengan kaidah tersebut dipisahkan mana yang diperoleh dengan cara halal dan mana yang non halal. Dana yang halal dapat diakui sebagai penghasilan sah, sedangkan dana non halal harus dipisahkan dan dialokasikan untuk kepentingan umum,” jelasnya.
Wapres berpendapat bahwa pemahaman tersebut sangatlah penting, mengingat saat ini kegiatan ekonomi syariah belum dapat dilepaskan sepenuhnya dari sistem ekonomi konvensional. Kelembagaan ekonomi syariah masih berhubungan dengan kelembagaan konvensional yang ribawi baik dari aspek permodalan, pengembangan produk, maupun keuntungan yang diperolehnya.
Di akhir sambutannya, Wapres menyampaikan terima kasih dan apresiasi atas inisiatif KNEKS dan jaringan perguruan tinggi penyelenggara program studi ekonomi syariah yang telah menyelenggarakan acara tersebut.
“Dengan harapan kita semua senantiasa menggelorakan dan mempromosikan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia agar terus berkembang dan mencapai potensinya,” pungkasnya. (SA/AF/SK-KIP, Setwapres).