Jakarta, wapresri.go.id – Menghadapi revolusi industri 4.0, industri tanah air harus mengalami perubahan, karena siap atau tidak, dalam waktu dekat akan terjadi pergeseran teknologi. Untuk memahami teknologi terbaru, maka diperlukan pendidikan.

Pernyataan tersebut disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika memberikan Keynote speech pada CEO Forum on Embracing Industry 4.0 Opportunity di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (10/12/2018).

Lebih jauh Wapres mencontohkan pergeseran tekonologi dari kapal kargo menjadi kapal kontainer, dimana para pekerja yang dahulunya bekerja memindahkan kargo di pelabuhan mulai hilang, karena tergantikan dengan teknologi kontainer.

“Dulu di Tanjung Priok atau di Makassar, begitu sore ribuan orang keluar dari pelabuhan, [untuk] mengangkat peti, [atau] mengangkat karung. Sekarang sama sekali tidak ada lagi peti yang diangkut, tapi semuanya dengan kontainer. Semua terjadi perubahan. Pelabuhan [pun menjadi] sepi,” kisahnya.

Menurut Wapres, gabungan penggunaan komputer dengan kontainer tersebut memerlukan skill, sehingga menghasilkan suatu revolusi besar-besaran dalam perdagangan industri.

“Jadi tidak menambah, tidak mengurangi kerja, tetapi meningkatkan kualitas, dan berubah dari kuli pelabuhan menjadi operator crane,” jelasnya.

“Itu tidak mudah, operator crane kalau bukan tamatan SMA bagaimana membaca tentang crane,” sambungnya.

Untuk mencapai pemikiran industri 4.0, Wapres menilai, Indonesia harus terlebih dahulu memperbaiki industri 1.0, 2.0, dan 3.0 yang masih ada di negeri ini. Saat ini masih banyak perusahaan yang bekerja dalam evolusi teknologi di bawah 4.0, meskipun sistem komputerisasi sudah menjadi kebutuhan pokok di mana-mana.

“Memang saya menyadari bahwa suatu revolusi industri tidak berarti mengurangi pekerjaan, tetapi memang akan meningkatkan juga pekerjaan itu, atau merubah,” tuturnya.

Wapres pun mencontohkan, pada era 70-an, ketika telepon belum mengalami kemajuan, maka yang ramai bisnisnya itu adalah wartel, sehingga wartel tumbuh di mana-mana. Namun, begitu ada selular, semua bisnis wartel menjadi mati, sementara yang hidup dan berkembang adalah bisnis penjualan pulsa. Ini berarti, tidak ada yang mengurangi pekerjaan dari kemajuan adanya telepon ke HP, yang ada bahkan menambah pekerjaan dan menambah hubungan, sehingga menambah pendapatan ekonomi.

Dalam kesempatan ini, Wapres juga mengungkapkan sejarah revolusi industri. Berawal dari revolusi 1.0 yang dimulai dengan ditemukannya mesin uap sehingga dapat meningkatkan produktivitas khususnya di bidang pertanian. Revolusi 2.0 dimulai ketika terciptanya sistem manufacturing yang menimbulkan peningkatan produktifitas. Sementara revolusi 3.0 dengan penggunaan komputer yang lebih memudahkan pekerjaan manusia juga memudahkan penemuan lainnya. Sedangkan revolusi 4.0 berbicara tentang automation dan robotic.

Wapres mencermati, dalam kurun waktu terakhir ini, revolusi industri kerap bergerak maju, bahkan di Jepang sedang menuju revolusi industri ke-5.0.

“Hari-hari ini kita banyak berbicara hal yang maju seperti revolusi industri 4.0, di lain pihak dua minggu yang lalu Osaka memenangkan [bidding] untuk [menyelenggarakan] Osaka Expo tahun 2025. Salah satu temanya ialah mempersiapkan masyarakat untuk revolusi 5.0. Jadi kita baru berbicara 4.0 Jepang sudah akan berbicara 5.0,” ungkapnya.

Meskipun Wapres belum mengetahui revolusi industri 5.0 yang akan ditampilkan pada Osaka Expo pada 2025 mendatang, Wapres tetap meminta bangsa Indonesia untuk bergerak lebih cepat karena masih berada pada revolusi 4.0.

“Tetapi Indonesia jangan kita hanya berbicara tentang revolusi 4.0, karena di pertanian kita masih di generasi 1.0. Kita masih banyak petani yang pakai cangkul, dan itu dibuat sebelum [revolusi] 1.0. Bahkan 40% petani kita masih dalam revolusi pertama,” kata Wapres mengingatkan.

Wapres berpendapat, masih banyak industri Indonesia yang belum memiliki manufacturing system yang baik. Padahal beberapa tahun yang lalu, ia telah memerintahkan kepada industri strategis negara untuk meningkatkan produksi.

Wapres mencontohkan, ketika mengunjungi PT. Pindad pertama kali, ia menemukan fakta bahwa perusahaan ini hanya sanggup membuat dua panser sebulan, sedangkan Indonesia membutuhkan 20 panser sebulan, padahal panser merupakan industri strategis negara. Ia pun turut membantu mencarikan jalan keluarnya. Setelah dirubah sistemnya, perusahaan ini langsung bisa memproduksi 20 panser perbulan.

Di sisi lain, Wapres mencermati bahwa pertumbuhan revolusi 4.0 di Indonesia juga sudah berjalan. Hal ini dapat dilihat pada produksi mobil.

“Di pabrik-pabrik mobil atau produksi mobil hampir semuanya sudah pakai robot dan tidak ada lagi memasang [manual], [SDM] tinggal mengecek saja, tapi semuanya sudah robotik. Jadi sebenarnya di banyak tempat sudah berlangsung apa yang kita sebut [revolusi industri] 4.0 seperti itu,” ungkapnya.

Kemudian Wapres menyinggung, kebutuhan revolusi Indonesia apakah perlu setara dengan Jepang. Ia pun membandingkan kondisi Jepang dengan Indonesia. Jepang memiliki penduduk yang semakin tua, sehingga tenaga kerjanya berkurang. Sementara Indonesia sebaliknya, tenaga kerja yang muda semakin banyak. Oleh karena itu, tenaga kerja di Jepang tidak mungkin bersaing karena telah memiliki teknologi yang baik.

Wapres melanjutkan, jika SDM di Indonesia diganti dengan robotic atau automation, maka konsumen pun berkurang. Dengan berkurangnya lapangan kerja, maka banyak tenaga kerja yang jadi pengangguran dan tidak menghasilkan uang. Hal ini akan mempengaruhi daya beli mereka.

Oleh karena itu, Wapres mengimbau, negara harus mengontrol tingkat kebutuhan Indonesia akan robotik dan otomasi. Karena apapun keadaannya, negara harus tetap mempersiapkan tenaga kerja, dan lapangan kerja harus menyesuaikan kepada kemajuan yang ada.

Selain itu Wapres meminta para pengusaha bersama-sama memperbaiki produktivitas dasarnya. Bukan semata hanya membicarakan revolusi robotic atau automation, karena ada hal-hal yang tidak bisa diotomatisasi. Dalam revolusi industri tidak bisa disamaratakan semuanya, kebutuhannya akan berbeda-beda tingkatannya.

“Kita juga tidak mungkin langsung semua automation, karena mau dikemanakan ini masyarakat yang banyak?” ucapnya.

Di akhir sambutan, Wapres mengingatkan kembali bahwa menghadapi revolusi industri 4.0 akan terjadi perubahan, dan kunci dari perubahan adalah pendidikan. Untuk itu harus dipersiapkan bagaimana merubah cara kerja, jenis pekerjaan, dan perubahan-perubahan lainnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Harijadi Sukamdani menyampaikan bahwa saat ini dunia sedang melakukan peningkatan moda kerja baru dari skema kerja manual menjadi machine to machine atau human to machine. Hal ini sejalan dengan revolusi industri yang saat ini sedang marak. Tujuannya tentu untuk mengurangi waktu dan biaya produksi. Ia berharap para pengusaha nasional dapat menyesuaikan perubahan industri dunia agar sasaran industri nasional dapat terpicu lebih efektif dan bermanfaat bagi orang banyak.

Hadir mendampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla Kepala Sekretariat Wakil Presiden Mohamad Oemar, Staf Khusus Wapres Bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin, dan Tim Ahli Wapres Sofyan Wanandi. (DM/SK, KIP Setwapres)