Jakarta. Pengajar Muda yang tergabung dalam Indonesia Mengajar tidak hanya bertugas untuk mengajar, tetapi juga diharapkan dapat membawa perubahan-perubahan atau tatacara kebiasaan yang lebih baik. Misalnya bagi suatu penduduk, kepintaran itu adalah bagaimana mengolah pertanian, tetapi bagi orang Jakarta kepintaran itu adalah kepintaran manajerial. Dalam situasi seperti itu, yang dibutuhkan adalah mentransformasi budaya, di samping mengangkat atau mengejar ilmu yang semakin berkembang itu. “Itulah gunanya anda semua dan juga agar mengenal tanah air ini dengan baik, mengabdi pada bangsa ini yang akan menimbulkan nilai-nilai persatuan,” kata Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menerima 52 Pengajar Muda dari Indonesia Mengajar angkatan ke-9 di Kantor Wakil Presiden, Jumat pagi 19 Desember 2014.

Pendidikan, kata Wapres, adalah upaya yang selalu menjadi bagian utama untuk pembangunan bangsa, baik orangnya ataupun kemajuan bangsa itu. Tidak ada pembangunan manusia tanpa pendidikan yang baik, karena teorinya adalah setiap kemajuan itu harus menggunakan teknologi. “Teknologi maju karena pendidikan, dan pendidikan berjalan karena adanya sekolah,” ujar Wapres.

Apa yang kita hadapi dewasa ini? Sebenarnya negara telah memberikan kepercayaan yang luar biasa pada bidang pendidikan. Konsititusi kita memutuskan bahwa 20 persen dari anggaran adalah untuk pendidikan. Tetapi, apa yang semua dilakukan tidak hanya tergantung kepada dana. “Karena pendidikan itu juga menyangkut kultur, kebiasaan, nilai-nilai,” ucap Wapres.

Nilai pendidikan di Batak itu berbeda dengan nilai pendidikan di NTT atau di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Kalau di Tapanuli, orang tua siap menjual apapun atau bekerja keras asal anaknya sekolah. Tapi di daerah lain berbeda. Ada daerah yang lebih mementingkan membeli emas dibandingkan pendidikan. “Berbeda-beda budaya bangsa itu, karena itu terjadilah perbedaan nilai dan mutu dari pendidikan bangsa ini,” kata Wapres.

Wapres mengatakan bahwa jika kita ingin menegakkan pendidikan ke arah yang benar. Tentu kemajuan itu harus bersamaan, dari barat sampai ke timur, dari utara sampai ke selatan, harus dibangun bersamaan. “Apabila terjadi gap yang besar dari pembangunan itu, maka akan terjadi ketidakadilan,” ucap Wapres.

Dimana kita mulai? Kita bisa mulai dimana saja. Kita bisa memulainya dari infrasturktur yang harus baik dulu, atau kegiatan ekonomi harus baik dimana pun. Tapi dasar dari semua itu adalah pendidikan harus mempunyai tingkat yang tidak jauh berbeda satu sama lain, karena kalau tidak, maka kesempatan bekerja, kesempatan berkembang akan berbeda-beda. “Nah, karena itulah banyak upaya menjalankan untuk memperbaiki pendidikan itu,” ucap Wapres.

Saat ini, dikatakan Wapres, guru-guru disebar, guru-guru di pelosok diberikan tunjangan yang berbeda dengan yang di kota, dan pembangunan sekolah ditingkatkan. “Tetapi tetap saja ada perbedaan-perbedaan yang mendasar nilai daripada sekolah, seperti sekolah di Jakarta dengan di Mamuju atau di Halmahera dan Bengkulu,” ujar Wapres.

Sebenarnya, kata Wapres, negara membayar gaji sama, antara guru di Jakarta dengan guru di Bengkulu sama. Semua kadang-kadang juga berijazah sarjana, dan sebagainya. Guru sekolah di Yogyakarta dan guru sekolah di Maluku anggarannya sama. Tetapi kenapa outputnya berbeda? “Perbedaan itu disebabkan karena kultur, kebudayaan, kebiasaan dan daya saing, kemudian juga mutu guru ini, walaupun guru ini dihasilkan oleh universitas yang sama,” ucap Wapres.

Perbedaan ini juga timbul karena adanya perbedaan cara pandang antar daerah. Ada beberapa daerah yang beranggapan bahwa pendidikan sudah mencukupi selama siswa dapat membaca, menulis dan menghitung sederhana dan mengetahui sesuatu. “Cuma yang terjadi adalah teknologi berkembang dengan cepat, maka pendiidkan juga harus dapat dikembangkan dengan cepat, dengan dinamis,” kata Wapres.

Tanpa pendidikan yang dinamis, maka kemajuan itu tidak bisa diikuti, dan akibatnya daerah-daerah itu akan ketinggalan, walaupun kebutuhan pendidikan tidak semua sama. “Kalau di Mamuju misalnya, tidak semua ingin jadi insinyur, tapi ingin menjadi petani coklat yang baik. Bagaimana pendidikan itu menopang dia menjadi petani coklat yang baik,” tutur Wapres.

Tapi, persoalan akan muncul saat beberapa di antara siswa harus bersaing dalam pendidikan. Inilah masalahnya, jadi anda semua yang akan mengajar dan mengabdi di daerah terpencil, sebenarnya mentransfer nilai, agar mentransfer ilmu yang mungkin ketinggalan atau kebiasaan-kebiasaan yang mungkin mereka anggap baik, tapi di sisi lain perlu perbaikan-perbaikan.

Wapres menjelaskan kondisi jaman dulu dimana listrik masih sulit dijumpai, tapi banyak anak-anak yang berhasil, karena berhasil mentransformasi kebiasaan-kebiasaan yang baik, sehingga kenapa orang terpencil itu kurang maju, karena ia tidak melihat pembanding, karena pada dasarnya otaknya sama saja. “Jadi sebenarnya pada akhirnya pendidikan itu uji pokoknya di lapangan,” ucap Wapres.

Wapres bertanya siapa yang menteri paling popular sekarang? Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, seorang menteri yang tamatan SMP, bukan tamatan PhD. Ia dapat menjadi populer karena kebiasaannya mengubah kebiasaan-kebiasaan menjadi lebih baik.

Dalam sambutannya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan bahwa urusan pendidikan bukan sekedar tanggungjawab pemerintah, tapi juga tanggungjawab seluruh komponen bangsa. “Dan dari sisi pemerintah, ingin mendorong terus inisiatif yang datang dari masyarakat,” ujar Anies yang juga pendiri Gerakan Indonesia Mengajar.

Direktur Ekssekutif Gerakan Indonesia Mengajar Hikmat Hardono melaporkan bahwa 52 orang Pengajar Muda akan diberangkatkan menuju tujuh kabupaten dan 52 desa di seluruh Indonesia, dan mereka akan menetap selama satu tahun. Mereka terpilih dari 8001 pendaftar dan telah menyelesaikan pelatihan selama 2 bulan. “Dan hari Minggu ini siap bertugas,” Hikmat.

Saat ini, Indonesia Mengajar telah memasuki tahun kelima di beberapa daerah penempatan. Memang, kata Hikmat, setiap anak bertugas selama 1 tahun, tapi di beberapa daerah secara keseluruhan Indonesia Mengajar sudah berada di daerah itu selama 5 tahun.

****