Jakarta-wapresri.go.id. Ulama merupakan pewaris para Nabi dan Rasul, oleh karena itu tugas para ulama, yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam membina umat sangatlah penting.
“Tanpa para ulama, tentulah bangsa ini tidak akan mempunyai pegangan, tanpa para ulama, kita tidak mempunyai dorongan-dorongan yang baik,” demikian disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika memberikan sambutan pada acara Tasyakur Milad Majelis Ulama Indonesia (MUI) ke-41, dan Halal bi Halal Idul Fitri 1437 H di Balai Kartini, Jakarta, Kamis, (4/8/2016).
Wapres mengungkapkan, bangsa Indonesia memiliki harapan besar terhadap para ulama. Hal ini sejalan dengan cita-cita pendiri Majelis Ulama Prof. Buya HAMKA, yakni untuk pembinaan umat Islam Indonesia yang baik. Namun, dalam perjalanannya masih mengalami banyak kekurangan.
“Lebih-lebih di era seperti sekarang ini, dimana umat Islam di dunia banyak menghadapi cobaan, sebagaimana sering saya katakan, bahwa umat Islam saat ini penuh air mata, di Timur Tengah, di Afrika. Kita mendoakan agar segala musibah itu Insya Allah dapat berakhir dengan baik,” harap Wapres.
Untuk itu, Wapres mengajak masyarakat untuk selalu bersyukur, karena umat Islam di Indonesia tidak mengalami musibah. Musibah, kata Wapres, bisa datang dari berbagai cara, baik dari perbuatan, perilaku, ataupun dosa-dosa manusia itu sendiri yang tanpa disadari semuanya dapat mendatangkan musibah. Saat ini musibah tersebut dialami umat Muslim di sejumlah negara.
“Di Timur Tengah umat Islam hijrah ke Eropa, di Afrika juga mengalami hal yang sama sehingga harus berenang untuk mengungsi mencari kedamaian. Sementara di negara-negara Barat umat Islam selalu dicurigai sebagai Islamophobia, ucap Wapres prihatin.
Menurut Wapres, sebagaimana yang sering disampaikan dalam berbagai kesempatan, terdapat dua hal yang membanggakan umat Islam di Indonesia, yakni suasana atau keadaan yang tenang terkait tingginya toleransi beragama, serta jumlah umat Islam yang banyak. Namun, Wapres tetap mengajak umat Islam berbuat lebih baik lagi, untuk mengejar kekurangan di bidang perekonomian dari banyak negara.
Dalam pembangunan ekonomi, Wapres mengatakan, bahwa umat Islam memiliki modal besar yang dicontohkan dengan zakat. Zakat memiliki potensi sangat besar, yakni puluhan triliun rupiah, tetapi yang diterima hanya sekitar Rp 2 s.d. 3 triliun. Oleh karena itu Wapres meminta agar umat Islam tidak menganggap remeh tentang zakat. “Siapa yang membiayai masjid, pesantren, dan panti-panti asuhan itu, kalau bukan zakat, infak, dan sodaqah. Jangan meremehkan zakat yang sekian persen,” tutur Wapres mengingatkan.
Sementara itu, terkait rencana MUI untuk mendirikan lembaga keuangan dengan nama Islamic Development Fund (IDF), Wapres berpesan, agar organisasi Majelis Ulama berhati-hati dalam memberikan pernyataan terkait pendirian lembaga keuangan tersebut.
“Kita banyak yang berhasil dalam hal pendanaan, namun apabila gagal siapa yang bertanggungjawab, apabila hilang dananya siapa yang bertanggungjawab, “seru Wapres.
Untuk itu, Wapres meminta agar MUI mendorong umat dan memanfaatkan lembaga keuangan keislaman yang sudah ada.
“Doronglah umat, doronglah BAZNAS [Badan Zakat Nasional], kita berpikir seakan-akan zakatnya 2 persen, padahal jauh dari itu, karena itu [diterima] langsung,” ungkap Wapres.
Wapres pun mengingatkan, jika nantinya ada negara-negara lain yang datang membawa proposal untuk meminta bantuan dana dari IDF, seperti dari Yaman atau Somalia karena Islamnya, maka hal itu kurang relevan.
Terkait permintaan MUI agar Wapres meresmikan pendirian IDF tersebut, Wapres menyatakan tidak berhak dan mengimbau untuk tidak mengambil resiko dan terjebak masalah-masalah dunia. Untuk itu hal-hal yang terkait keuangan, pemerintah meminta masukan dari ahli keuangan, sementara yang terkait muamalah dari MUI.
“Kalau Pak Kiyai biasa mengkritik pemerintah, maka pemerintah juga bisa mengkritik ulama,” gurau Wapres.
Di awal acara, Ketua MUI KH. Maruf Amin menyampaikan, bahwa sejak Musyawarah Nasional (Munas) Tahun 2015 MUI mengusung tema besar Islam Wasathiyah Sebagai Khittah Perkhidmatan, yakni Islam yang selama ini diyakini dan diamalkan oleh Umat Islam Nusantara, yaitu keislaman yang mengambil jalan tengah (tawassuth), berkeseimbangan (tawazun), lurus dan tegas (i’tidal), toleransi (tasamuh), egaliter (musawah), mengedepankan musyawarah (syura), berjiwa reformasi (islah), mendahulukan yang prioritas (aulawiyah), dinamis dan inovatif (tathawwur wa ibtikar), dan berkeadaban (tahadhdhur).
Hadir dalam acara tersebut Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin, mantan Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin, Kepala Setwapres Mohamad Oemar, sejumlah duta besar negara sahabat, pimpinan majelis agama, dan pimpinan ormas Islam. (KIP, Setwapres)