PLTU PLTA Asahan III

Rapat Kelistrikan

Kantor Wakil Presiden. Untuk mempercepat penyelesaian proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan III, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla memimpin rapat tentang kelistrikan di Kantor Wakil Presiden, 4 Juni 2015. Rapat tersebut dihadiri oleh Menteri Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Kepala Kepolisian Republik Indonesia Badrodin Haiti, Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko, Wakil Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi, Bupati Batang Yoyok Riyo Sudibyo, dan Wakil Bupati Asahan Surya, serta perwakilan dari PT PLN.

Wapres berharap proyek pembangkit listrik ini dapat berjalan dengan baik dan semua permasalahan dapat diselesaikan dalam bulan Juni 2015, sedangkan urusan administrasi dapat selesai pada bulan Juni-Juli 2015. “Agustus semua harus jalan, semua bisa,” ucap Wapres.

Wapres optimistis permasalahan lahan di kedua pembangkit listrik dapat terselesaikan dengan adanya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. “Sehingga investor dapat melakukan financial closing dan memulai pembangunan proyek,” ucap Wapres.

Menko Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan bahwa 12,5 hektar lahan yang belum berhasil dibebaskan di Batang akan dibebaskan dengan menggunakan payung hukum Undang-Undang tentang pembebasan lahan tersebut. Oleh sebab itu, kata Djalil, tadi ditetapkan schedule-schedule supaya proyek ini bisa berjalan sesuai dengan rencana. “Intinya adalah penetapan lokasi oleh Gubernur Jawa Tengah yang direncanakan paling lambat 28 juli 2015,” ucap Djalil.

Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Jateng mengharapkan penetapan lokasi tersebut dapat lebih cepat dibandingkan tenggat waktu yang ditetapan. Lebih jauh Sudjatmoko mengatakan bahwa lahan yang diperlukan seluas 225 hektar, tapi baru 206 hektar yang sudah terbebaskan. Sisanya seluas 12,5 hektar masih mengalami kendala karena masyarakatnya pada waktu itu. “Oleh karena itu kita akan gunakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, karena untuk kepentingan umum, maka dijamin oleh Undang-Undang. Mudah-mudahan dilakukan lebih cepat,” ucap Sudjatmoko.

Sudjatmoko menjelaskan bahwa setelah dilakukan penilaian oleh penilai independen, maka dasar penilaian itu yang akan digunakan sebagai pedoman ganti untung. Memang, kata Sudjatmoko, ada perbedaan dengan peraturan yang lama. Peraturan yang lama, murni dilakukan secara musyawarah mufakat.

Kini, Undang-Undang memberikan kekuatan kepada pemerintah karena untuk kepentingan umum. Istilahnya, lanjut Sudjatmoko, daya paksa. “Kita berharap memang tidak dengan paksaan, tapi musyawarah yang sifatnya posisi pemerintah lebih kuat, karena untuk kepentingan umum yang dijamin oleh Undang-Undang itu,” ucap Sudjamoko.

Djalil menjelaskan bahwa untuk mengatasi masalah PLTA Asahan, Menteri Kehutanan perlu memberikan izin untuk pinjam pakai kawasan hutan. Menhut akan memberikan izin begitu PLN memasukkan surat yang harus dilengkapi. “Katanya sudah masuk kemarin,” ucap Djalil.

Menhut, kata Djalil, dalam minggu ini akan memberikan izin pinjam pakai kawasan hutan. Setelah diturunkannya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), semua kawasan hutan yang dimiliki negara langsung dapat dipakai oleh PLN. “Termasuk membuka jalan, dan keperluan lainnya,” ucap Djalil.

Djalil menjelaskan bahwa di dalam kawasan hutan itu mungkin sudah ada yang dimiliki masyarakat, sehingga perlu dibentuk tim Inventarisasi. Tim ini akan melakukan verifikasi kepemilikan lahan. Jika masyarakat telah memiliki tanah sebelum ditetapkan menjadi kawasan hutan, dan dapat memenuhi surat-surat yang diperlukan, maka mereka akan dibayarkan. Intinya, kata Sofyan, begitu izin Menhut turun, maka sebagian bsar tanah itu sudah dapat dipakai dan PLN sudah bisa masuk. “Yang masih ada masalah dengan masyarakat, itu yang akan dibebaskan sesuai Undang-Undang. Tapi yang paling penting diverifikasi dulu,” kata Djalil.

Total luas lahan PLTA Asahan adalah seluas 280 hektar dan yang bermasalah seluas 30 hektar. Djalil memperkirakan penandatanganan kontrak PLN dapat dilakukan minggu ketiga bulan Juli 2015. “Kerja lapangan paling lambat pada tiga bulan, setelah itu mobilisasi peralatan,” ucap Djalil.

****