Jakarta-wapresri.go.id. Krisis pengungsi adalah dampak dari radikalisme dan perang. Radikalisme muncul dari negara-negara yang gagal, seperti Al-Qaida yang muncul dari Afganistan, sementara ISIS muncul dari Iraq dan Syria.

“Solusinya, beri perdamaian di Timur Tengah. Hentikan penyerangan dan pengeboman! Dalam sejarah dunia, tidak ada satu negara yang diserang dan dibom oleh banyak negara, seperti yang terjadi di Syria,” tegas Wapres ketika menerima Ketua Dewan Penasihat International Peace Foundation (Yayasan Perdamaian Internasional/IPF) Pangeran Alfred dari Liechtenstein, Austria, di Kantor Wakil Presiden, Selasa (12/4/2016).

Sebelumnya Pangeran Alfred menyampaikan, kedatangannya menemui Wapres untuk membahas solusi penanganan krisis pengungsi yang terjadi di Eropa saat ini. Menurutnya, dengan adanya pengungsi yang masuk ke negara-negara Eropa, menimbulkan resiko terjadinya tindakan-tindakan radikalisme dan terorisme.

“Kami datang ke Indonesia untuk memahami bagaimana Islam yang moderat dikembangkan. Berdasarkan pengalaman anda menangani konflik, anda orang yang tepat untuk berbagi pengalaman tersebut,” ujar Pangeran Alfred.

Menurut Wapres, pemimpin agama, baik Muslim maupun non-Muslim harus berupaya mengajak umat untuk menciptakan perdamaian, bukan sebaliknya memprovokasi untuk menyerang agama atau negara lain. Selain itu, pemikiran bom bunuh diri untuk mendapatkan surga juga harus dihilangkan.

“Ketika terjadi konflik di Ambon, saya datang ke masjid dan gereja. Saya tegaskan kepada pemuda-pemuda Muslim dan Kristen, anda semua tidak akan masuk surga, tetapi masuk neraka,” ujar Wapres mengisahkan.

Wapres mencermati, pelaku terorisme sangat berani melakukan pengeboman bunuh diri disebabkan karena mereka diiming-imingi surga. Untuk itu Wapres menekankan, agar pemimpin agama menanamkan nilai-nilai kedamaian dan menghentikan seruan yang dapat memecah umat.

Selain itu, lanjut Wapres, suatu negara agar tidak memaksakan sistem pemerintahannya kepada negara-negara lain. Intervensi asing dengan dalih demokrasi yang menggulingkan para penguasa otoriter secara paksa di beberapa negara, sering mengakibatkan kosongnya kekuasaan. Hal ini menyebabkan negara menjadi gagal, sehingga mudah dieksploitasi oleh kelompok ekstremis untuk melakukan tindakan radikalisme yang mengejutkan dunia, seperti bom bunuh diri yang menargetkan banyak korban.

Wapres menyampaikan keprihatinannya bahwa saat ini masih terjadi pengeboman, tidak hanya di negara-negara Timur Tengah, tetapi juga di negara-negara Eropa seperti Perancis dan Belgia. Namun, Wapres menyayangkan perhatian dunia lebih kepada negara-negara Eropa tersebut dibandingkan dengan apa yang terjadi di Syria.

“Kita membuat deskriminasi tentang kehidupan manusia,” ucap Wapres.

Sama halnya dengan apa yang terjadi antara Israel dan Palestina. Konflik yang terjadi antara kedua negara tak kunjung selesai. Wapres berharap kedua belah pihak dapat mencari solusi dalam menyelesaikan konflik tersebut.

“Kami negara-negara Islam berkumpul pada KTT OKI [Organisasi Kerjasama Islam] membicarakan konflik Israel-Palestina. Kami berharap negara-negara di Eropa juga membicarakan hal yang sama,” imbau Wapres.

“Akar dari segala masalah adalah konflik Israel dan Palestina. Kalau kita bisa mengatasi masalah ini, tentu kita dapat mengatasi konflik yang lain,” lanjutnya.

ASEAN Bridges

Dalam kesempatan itu, Pangeran Alfred juga menyampaikan Program ASEAN Bridges yang akan diselenggarakan di Indonesia. Forum diskusi ASEAN Bridges akan dilaksanakan dalam waktu yang berbeda di beberapa universitas di Indonesia, dengan pembicara para penerima nobel.

Ketua IPF Uwe Morawetz yang hadir mendampingi Pangeran Alfred mengatakan, bahwa IPF telah mempersiapkan program Bridges di Indonesia selama dua tahun. Sebelumnya Bridge telah diselenggarakan di Vietnam dan Thailand.

“Akan ada tujuh penerima nobel yang menjadi pembicara pada bidangnya masing-masing seperti ekonomi, perdamaian, kimia, fisika, maupun kedokteran. Sekitar 50 universitas akan menjadi tuan rumah dalam forum-forum diskusi yang diselenggarakan Bridge, seperti Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, dan universitas-universitas lain,” papar Morawetz.

Sebagai tokoh yang berpengalaman dalam menangani konflik, kehadiran Wapres menjadi pembicara di Bridges sangat diharapkan.

“Kami ingin mengundang Anda untuk dapat menjadi pembicara di salah satu forum,” ucap Pangeran Alfred.

Wapres mendukung program Bridges dan bersedia menghadirinya, apalagi para pembicara merupakan penerima nobel yang sepak terjangnya diakui dunia.

“Secara pribadi, ini merupakan kehormatan bagi saya untuk menghadiri program tersebut,” tutur Wapres.

ASEAN Bridges diinisiasi dan difasilitasi oleh International Peace Foundation yang bermarkas di Vienna, Austria, sejak tahun 2003. Pelindung program ini adalah 21 orang peraih hadiah Nobel. Program ini meneruskan tradisi Peace Summits yang diselenggarakan di Eropa sejak tahun 1993. Peserta Peace Summits diantaranya adalah peraih Nobel, seperti The XIV Dalai Lama, Henry Kissinger dan John Nash.

ASEAN Bridges bertujuan untuk memfasilitasi dan memperkuat dialog masyarakat dan organisasi di negara-negara ASEAN dalam mendukung sistem pendidikan negara-negara ASEAN, dengan melaksanakan kerjasama dan komunikasi yang berkelanjutan dengan peraih Nobel di bidang fisika, kimia, kedokteran, ekonomi, sastra dan perdamaian. Selain itu juga mempererat kerjasama dalam meningkatkan perdamaian, kebebasan dan keamanan. (KIP, Setwapres)