Jakarta, wapresri.go.id – Besarnya jumlah penduduk muslim di Indonesia, yakni 87% dari 267 juta jiwa, berpotensi membuat ekonomi syariah berkembang dengan pesat. Namun, sayangnya potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu, berbagai potensi ekonomi syariah yang sudah ada perlu dikelola dengan baik, sehingga dapat turut menguatkan ekonomi nasional.

“Saya meyakini, ekonomi syariah apabila dikelola dengan baik dapat berperan lebih besar dalam penguatan ekonomi nasional. Potensi untuk itu sangat besar sekali,” tegas Wakil Presiden (Wapres) K. H. Ma’ruf Amin saat membuka acara Ijtima’ Sanawi Dewan Pengawas Syariah (DPS) Tahun 2020 melalui konferensi video di kediaman resmi Wapres, Jl. Diponegoro No. 2, Jakarta, Kamis (11/05/2020).

Pada acara yang diselenggarakan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tersebut, Wapres memaparkan potensi-potensi yang dapat meningkatkan pengembangan ekonomi syariah. Pertama, banyak dari umat muslim yang saat ini masuk dalam kelompok kelas menengah, khususnya kalangan muda yang sedang merintis menjadi professional, pengusaha start up, ataupun entrepreneur baru.

“Mereka punya prospek yang bagus, karena “melek” IT, faham bisnis, dan punya akses yang memadai untuk berinteraksi dengan ekonomi syariah,” ungkap Wapres.

Potensi berikutnya adalah besarnya pasar halal di Indonesia. Wapres mencatat, sebagian besar bahan baku dan hasil akhir produk yang beredar di pasar Indonesia adalah impor. Untuk itu pemerintah tengah menyusun instrumen yang tepat agar bahan alami mentah dapat diolah menjadi bahan baku di dalam negeri, sehingga membawa kemanfaatan lebih besar pada kepentingan nasional.

Wapres pun menekankan, Undang-undang (UU) Cipta Kerja yang baru saja disahkan sejatinya diarahkan untuk mewujudkan hal itu. Berbagai hambatan yang selama ini dikeluhkan, misalnya masalah panjang dan mahalnya birokrasi dan perizinan usaha, melalui UU tersebut disederhanakan.

“Dengan begitu diharapkan dapat merangsang tumbuhnya lebih banyak industri halal di dalam negeri, sehingga pasar halal kita yang besar itu dapat diisi oleh produk-produk dalam negeri,” ucap Wapres.

Potensi lainnya adalah pelaku usaha mikro atau ultra mikro yang jumlahnya sangat besar sekali, yakni sekitar 65 juta. Menurut Wapres, mereka memiliki daya tahan luar biasa dan terbukti dapat menjadi bantalan keamanan perekonomian nasional, khususnya saat terjadi krisis ekonomi besar. Namun, sayangnya para pelaku usaha ini sering dihadapkan oleh masalah akses permodalan.

“Oleh karena itu, saya mendorong para pelaku ekonomi dan keuangan syariah untuk meningkatkan keterlibatannya dalam pemberdayaan ekonomi umat, dengan memberikan akses permodalan pada kelompok usaha kecil menengah dan nasabah ritel lainnya,” imbau Wapres.

Potensi lain yang turut mendukung berkembangnya ekonomi syariah adalah karakter masyarakat di Indonesia yang dermawan dan suka membantu orang lain. Menurut Wapres hal ini sangat potensial untuk pengembangan Zakat, Infak, Shadaqah dan Wakaf (ZISWAF).

Potensi berikutnya yang tak kalah penting adalah fatwa yang menjadi landasan operasional ekonomi syariah di Indonesia yang dirumuskan dengan menggunakan manhaj (jalan) yang moderat. Wapres memandang, hal ini sejalan dengan corak keberagamaan umat Islam di Indonesia yang juga moderat (wasathy). Fatwa ekonomi syariah di Indonesia menggunakan pendekatan gradual (tadriji) dan solutif (makhariji), sehingga masih tetap bisa menjaga daya saing Lembaga Keuangan Syariah dan Lembaga Bisnis Syariah dalam membuat produk dan fitur.

“Pendekatan seperti itu sangat memungkinkan menghadirkan ekonomi syariah dengan wajah yang lebih inklusif, sehingga dapat menggaet lebih luas segmen masyarakat untuk bermu’amalah melalui ekonomi syariah,” terang Wapres.

Meskipun potensi pengembangan ekonomi dan keuangan syariah sangat besar, Wapres berpesan, agar implementasinya tetap mengacu pada prinsip melindungi umat.

“Saya ingin menekankan kembali agar pengembangan ekonomi dan keuangan syariah tetap dilakukan dalam rangka melindungi umat. Hal ini harus selalu menjadi perhatian utama DSN-MUI, dan ditegaskan kembali dalam pelaksanaan Ijtima Sanawi tahun ini,” pesan Wapres.

Sebelumnya, Ketua Panitia Ijtima Sanawi DPS Tahun 2020 Fathurrahman Djamil menyebutkan, acara ini merupakan acara tahunan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan dan kompetensi anggota DSN-MUI. Pembahasan yang dilakukan pada kegiatan tahun ini relatif berbeda dengan yang sebelumnya, dengan cakupan yang lebih luas.

“Apabila pada tahun-tahun sebelumnya lebih fokus pada informasi regulasi terbaru dari Otoritas Jasa Keuangan bagi industri keuangan syariah dan peningkatan wawasan mengenai fatwa DSN-MUI serta fikih mu’amalah maliyah (keuangan syariah) bagi DPS, maka pada tahun ini lingkupnya lebih luas, yaitu memperoleh informasi terkini terkait agenda pengembangan dan dukungan penulis dari para pengambil kebijakan terhadap kemauan ekonomi dan keuangan syariah,” ucapnya.

Sebagai informasi, acara Ijtima’ Sanawi ini merupakan lanjutan dari rangkaian kegiatan Pra Itjima’ Sanawi DPS yang telah dilaksanakan pada 12-19 Oktober 2020. Acara yang dilaksanakan secara virtual melalui aplikasi zoom dan kanal YouTube MUI ini, diikuti sekitar 700 peserta dari seluruh Indonesia.

Turut hadir dalam acara tersebut Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Sekretaris Jendela MUI Anwar Abbas, anggota DPS dan DSN-MUI, serta perwakilan dari OJK.

Sementara Wapres didampingi oleh Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar, serta Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi Publik Masduki Baidlowi. (PW/AF/SK-KIP, Setwapres)