Jakarta, wapresri.go.id – Terwujudnya keterbukaan informasi di seluruh badan publik merupakan elemen penting dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. Seluruh badan publik harus menunjukkan transparansi dan akuntabilitasnya melalui keterbukaan informasi dan membuka saluran partisipasi bagi masyarakat untuk memberikan suaranya, terutama memasuki adaptasi kebiasaan baru akibat pandemi Corona Virus Disease-2019 (Covid-19). Untuk itu, pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional sangat ditentukan keberhasilannya oleh komitmen yang kuat dan kerja sama seluruh elemen pemerintahan dan masyarakat.
“Pada kesempatan ini saya hendak menyampaikan pula beberapa hal yang dapat kita lakukan bersama sebagai strategi untuk menjawab berbagai tantangan guna mewujudkan keterbukaan informasi publik di masa adaptasi kebiasaan baru akibat pandemi Covid- 19,” ungkap Wakil Presiden (Wapres) K. H. Ma’ruf Amin pada Peringatan Hari Hak untuk Tahu Sedunia melalui konferensi video di kediaman resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta Pusat, Senin (28/09/2020).
Dalam acara yang inisiasi oleh Komisi Informasi Pusat dan mengambil tema “Tantangan dan Srategi Keterbukaan Informasi Publik dengan Adaptasi Kebiasaan Baru” ini, Wapres menjelaskan, diperlukan empat strategi untuk menjawab tantangan tersebut. Pertama, dengan melakukan penguatan komitmen badan publik untuk menyediakan informasi yang akurat, transparan dan akuntabel dalam setiap program dan kegiatan yang dilaksanakan.
“Penguatan komitmen badan publik untuk terus konsisten menyediakan informasi yang akurat, transparan dan akuntabel. Amanat UU KIP (Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik) harus dilaksanakan dengan baik untuk memenuhi hak atas informasi,” tutur Wapres.
Kedua, melalui penguatan peran pemerintah daerah dalam memastikan hak menerima informasi bagi masyarakatnya dapat terpenuhi dengan baik. Oleh karena itu, ia mengimbau agar setiap daerah dapat membentuk Komisi Informasi untuk memastikan pemberian informasi berjalan dengan baik dan lancar.
“Peran pemerintah daerah sebagai ujung tombak sangat esensial untuk memastikan agar hak atas informasi bagi masyarakat dapat terpenuhi dengan baik. Keberadaan Komisi Informasi bernilai strategis karena menjadi bukti pemenuhan komitmen pemerintah dalam rangka mewujudkan keterbukaan informasi publik,” imbau Wapres.
Ketiga, melalui penguatan peran Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) pada setiap badan publik. Penguatan dapat dilakukan dengan pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi digital serta media baru dan dengan melakukan edukasi literasi digital kepada masyarakat. Sehingga, masyarakat dapat membedakan mana berita yang akurat dan mana yang tidak.
“Hal ini diperlukan untuk menangkal atau setidaknya meminimalisir maraknya hoax atau berita bohong di masyarakat,” tegas Wapres.
Keempat, melakukan akselerasi peningkatan pengetahuan mengenai keterbukaan informasi publik melalui inovasi agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan sesuai dengan bidangnya masing-masing.
“Saya juga berharap adanya terobosan baru dan berbagai inovasi strategis untuk mengakselerasi peningkatan pengetahuan mengenai keterbukaan informasi publik. Harapannya agar masyarakat semakin meningkat partisipasi aktifnya dalam pembangunan dan berbagai kebijakan publik, sesuai dengan bidangnya masing-masing,” ucap Wapres.
Menutup sambutannya, Wapres pun berpesan, agar Komisi Informasi baik di pusat maupun daerah mampu menjadi lembaga publik yang kehadirannya membawa dampak positif di masyarakat. Sebab, keterbukaan informasi publik yang baik merupakan salah satu upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Mampu mendukung dan mengejawantahkan keterbukaan informasi publik secara nyata sebagai penggerak munculnya inovasi-inovasi dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Komisi Informasi Pusat Gede Narayana mengatakan, di tengah keterbatasan dalam melakukan pelayanan informasi secara tatap muka sebagai bagian dari Adaptasi Kebiasaan Baru, badan publik dituntut untuk menciptakan berbagai inovasi yang efektif dan efisien dalam penyelenggaraan negara khususnya dalam pelaksanaan keterbukaan informasi publik, karena di saat seperti ini masyarakat memerlukan informasi yang tepat dan akurat. Hal ini menjadi tantangan bagi badan publik untuk menyediakan dan menyebarluaskan informasi yang dapat diterima oleh masyarakat secara tepat, akurat dan visibel.
“Seharusnya kita di tengah pandemi ini masih dapat melaksanakan keterbukaan informasi publik atau _right to information_ dengan baik,” ujarnya.
Menurut Bank Dunia, lanjut Gede Narayana, adanya keterbukaan informasi publik ini pada ujungnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Harapan kami dengan momentum ini, mari kita melaksanakan keterbukaan informasi, mari kita bumikan keterbukaan informasi publik, sehingga masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin. Selamat hari Hak untuk Tahu,” tandasnya.
Sementara, Sekretaris Komisi Informasi Pusat Munzaer melaporkan, tujuan diperingatinya Hari Hak untuk Tahu Sedunia setiap tanggal 28 September untuk mengingatkan kesadaran global dan individu dalam mengakses informasi pemerintah sekaligus mempromosikan akses informasi yang mengacu pada hak asasi manusia (HAM). Ia mengungkapkan, keterbukaan informasi publik yang dilakukan oleh badan publik di Indonesia dalam 10 tahun terakhir mendorong komitmen yang tinggi untuk mewujudkan sistem keterbukaan informasi publik.
“Indonesia merupakan negara kelima di Asia yang mengatur secara spesifik keterbukaan informasi publik melalui Undang-undang 14 Tahun 2008. Pemberlakuan secara aktif sejak 1 mei 2010 sudah mewujudkan amanat pasal 28f Undang-undang Dasar 1945,” ungkapnya.
Sebagai informasi, Hari Hak untuk Tahu Sedunia diperingati setiap tangal 28 September, khususnya oleh negara-negara yang telah menerapkan prinsip transparansi, Right to Inform Act (Undang-Undang Hak Informasi) ataupun Freedom of Information Law (Hukum tentang Kebebasan Informasi), termasuk Indonesia. Sebagaimana diketahui, Indonesia secara spesifik memiliki regulasi untuk mengatur pemenuhan hak masyarakat atas informasi publik. Regulasi tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Hadir pula dalam acara tersebut, Pakar Komunikasi Universitas Airlangga Suko Widodo, para narasumber antara lain Deputi Kantor Staf Kepresidenan Juri Ardiantoro, perwakilan UNESCO Doktor Ming lim, Penggiat Komunikasi Freedom Of Information Network Indonesia Ahmad Hanafi, Komisioner Komisi Informasi Pusat dan Provins dan PPID Seluruh Indonesia. (OYP/NN/SK-KIP, Setwapres)