Jakarta. Apabila KAHMI berkumpul tentu ingin mencapai tujuan yang sama, yaitu kemajuan bangsa ini, kemakmuran yg adil. “Sebagaimana digambarkan dalam Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur, seperti itulah tujuan kita semua,” ujar Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika menghadiri Silaturahim Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) untuk Bangsa, Kamis malam, 22 Januari 2015, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta.

Dalam menghadapi itu, Wapres melanjutkan, ada beberapa tantangan yang dihadapi. Pertama, tantangan dari luar, yaitu ekonomi saat ini naik turun. Walaupun ada kesulitan-kesulitan, tetapi kondisi ini dapat diatasi. Tantangan luar lainnya adanya radikalisme yang meluas di kalangan umat. Masyarakat Indonesia hendaknya bersyukur, bahwa dari negara-negara Islam, Indonesia dengan penduduk Islam terbesar di dunia, kondisinya yang paling aman, dari sisi konflik radikalisme.

Dahulu ada, lanjut Wapres, tapi tidak menampakkan hal-hal yang luar biasa. Coba liat Pakistan, Afganistan, Iran, Irak, Libya, Mesir, Syiria, Tunisia, Nigeria, semua menampakkan kondisi yg mengkhawatirkan dan tdk melambangkan Islam di sana. “Bukan Islamnya, tetapi perilakunya sebagai rahmatan lil ‘alamiin, karena tiap hari sering membunuh mengebom dan macam-macam,” ungkap Wapres.

Yang kedua, tantangan dari dalam, yaitu potensi sumber daya manusia. Menurut Wapres, keluarga KAHMI banyak berkecimpung di pemerintah, lembaga negara, akademisi, dan sebagainya, namun kurang yang berkarya di bidang ekonomi. “Padahal bidang ekonomi ini, yang sebenarnya sangat penting,” tegas Wapres.

Wapres mencontohkan hal yang paling sederhana, kalau ada 100 orang miskin, hampr 95% umat Islam. Namun, ketika ada 100 orang kaya mungkin tidak lebih dari 10 umat Islam. “Kita yang menggambarkan seratus orang. Itu yang menggambarkan kita di ekonomi di keduniaan. Sehingga kita harus berbuat banyak untuk mencapai itu. Karena tanpa itu, kita susah untuk mencapai kemandirian yang kuat,” terang Wapres.

Wapres menilai, salah satu faktor yang menyebabkan kondisi perekonomian umat Islam ini tidak kuat, adalah cara berfikir. Ketika sekolah, banyak dari mereka berfikir kapan menjadi anggota DPR, kapan menjadi PNS, kapan menjadi pejabat, kapan menjadi ketua ini dan itu, dan sebagainya, tetapi tidak banyak yang berfikir bagaiman menjadi enterpreneur yang kuat. “Jadi jika kita ingin melihat tantangan-tantangan yang ada, kita lihat posisi kita dengan mengetahui tantangan itu. Karena dengan mengetahui tantangan itu, maka kita dapat berbuat yang baik untuk bangsa ini,” seru Wapres.

Oleh karena itu, Wapres berharap KAHMI tidak hanya memikirkan kelompok, atau umat, tetapi kemajuan bangsa ini. Kemajuan tersebut dapat diukur dengan berbagai cara, seperti pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesehatan, dan ukuran tersebut harus dicapai dengan peluang yang ada.

Wapres mengingatkan bangsa Indonesia harus banyak bersyukur, karena dilimpahi dengan sumber daya alam (SDA) yang kaya dan bersahabat, serta sumber daya manusia (SDM) yang jumlahnya sangat banyak. Namun, untuk mencapai kemajuan, bukan dilihat dari melimpahnya SDA dan banyaknya SDM tetapi kualitas SDMnya. Bahkan Malaysia, lebih maju dari Indonesia.

Wapres juga mencontohkan dengan SDA yang melimpah tetapi bisa maju, seperti Amerika Serikat. Sementara, negara-negara Afrika lebih kaya SDA-nya, tetap tidak maju. “Artinya adalah untuk maju, pokoknya adalah kemajuan orang itu sendiri dan semangatnya,” tegas Wapres.

Namun, Wapres menambahkan, kemajuan ini tidak dapat dicapai tanpa persatuan. Oleh karena itu prinsip-prinsip demokrasi yang bersatu sangat penting.

Wapres menggambarkan kondisi perbedaan partai politik ketika Pilpres, namun setelah Pilpres selesai, terutama setelah tanggal 20 Oktober, perbedaan-perbedaan itu sirna. “Karena itulah saya selalu berbicara kepada teman-teman yang berbeda partai, yang berbeda bendera, bahwa setelah ini kita bersatu. Karena siapapun yg maju, maka yang maju anggota-anggota kita semua, warga kita semua. Kalau kita maju, maka warga PDI maju, warga Golkar maju, warga PAN maju, warga P3 maju, warga PKS maju, semuanya maju.

Tetapi apabila negeri ini mundur, maka semuanya mundur juga, dan tidak ada yang mengambil mnafaat itu dan mungkin kita kehilangan itu. “Karena itu, disinilah letak kesatuan untuk mencapai kemajuan itu. Bersatu dari politik, bersatu untuk semangat, dan maju untuk semangat,” papar Wapres.

Sebelumnya, Koordinator Presidium Majlis Nasional KAHMI Mahfud MD juga menyampaikan hal serupa, dimana keutuhan bangsa harus dicapai dengan persatuan. Bahwa pada posisi apapun kita berada hendaklah tetap berpijak kepada nilai dasar perjuangan.

Mahfud menyampaikan nilai tersebut dengan mengambil perumpamaan sikap panglima perang Khalid bin Walid yang juluki oleh Nabi Muhammad sebagai “Pedang Allah”, Saifullah. Keikhlasan Khalid ketika ia diturunkan jabatannya menjadi serdadu oleh sahabat Nabi, Umar bin Khattab, tidak mematahkan niatnya untuk tetap berperang dan berjuang karena Allah SWT.

“Kalaulah ada diantara kita yang merasa gagal karena kemenangan atau kekalahan seseorang di dalam konteks politik, misalnya dalam pileg dan pilpres kemarin yang baru saja berlangsung, maka kita harus konsisten dan berkata dengan gagah seperti yang dikatakan oleh Khalid, kita berjuang bukan untuk Jokowi-JK atau Prabowo-Hatta, tetapi kita berjuang untuk Indonesia,” seru Mahfud.

Berjuang di sini, menurut Mahfud, artinya mendukung pemimpin yang telah dipilih oleh rakyat Indonesia secara sah dengan posisi dan kapasitas kita. Posisi apapun seperti eksekutif, legislatif, yudikatif, auditif, konsultatif, ormas, LSM, perkumpulan, paguyuban dan lain-lain, dimana banyak HMI atau alumni HMI di sana, harus dapat mendukung pemerintah. “Semuanya berangkat dari idelisme HMI untuk menuju idealisme HMI pula, yakni Indonesia sebagai Baldatun Thoyyibatun wa Robbun Ghofuur, negara yang maju di bawah ampunan Allah, bukan Indonesia sebagai negara yang buruk di bawah kutukan Allah,” kata Mahfud.

Dalam kesempatan itu, Wapres mengajak para peserta yang hadir untuk menjadi intelektual Islam yang modern. Wapres melihat negara-negara Islam di Timur Tengah saat ini tidak menghasilkan pemikiran-pemikiran Islam yang berujung pada peradaban dan akhlak yang baik.

Dengan segala permintan maaf, kata Wapres, apa yang kita bisa pelajari dari Timur tengah pada hari ini? Sekarang orang dikirim ke Syiria untuk apa? “Ujung dari Islam adalah peradaban dan akhlak, akhlak apa yg kita pelajari dari Syria? Akhlak apa yang bisa kita pelajari di Irak? Tidak ada lagi,” tutur Wapres.

Untuk itu, kata Wapres, umat Islam di Indonesia harus mulai memikirkan itu. Menurut Wapres, jumlah umat Islam memang banyak di negara ini, tetapi hanya sedikit pemikir-pemikir besar seperti Buya Hamka dan Nurkholis Majid.

Pemerintah berencana membangun universitas Islam bertaraf internasional di Jakarta, dengan mengajak para ahli baik dari dalam negeri maupun luar negeri. “Kita sudah bicara dengan teman-teman temasuk Menteri Pendidikan, Saudara Anis Baswedan, Menteri Keuangan, dan juga Presiden Jokowi. Kita rencanakan suatu universitas Islam internasional di Jakarta. Kita ingin pusat pemikiran yg moderat yang harus dibawa ke sini, berapapun biayanya,” kata Wapres optimis.

Hal lain yang harus dicapai, dikatakan Wapres, bagaimana kita mencapai keadilan. 70 tahun Indonesia merdeka, 15 besar pemberontakan besar yang terjadi, 10 diantaranya disebabkan ketidak adilan, ketidakadilan antar daerah, ekonomi, maupun politik.

Wapres melihat terjadinya Arab Spring di Mesir, Tunisia, Libya karena ekonomi gini ratio nya mencapai 0,45. Saat ini Indonesia berada pada 0,43, untuk itu Wapres mengingatkan bahwa kondisi Indonesia berada di garis kuning, mendekati merah.

Saat ini pemerintah berusaha untuk meningkatkan anggaran untuk membangun desa-desa, memberikan anggaran kepada UKM, dan usaha yang kecil-kecil. Wapres mencermati, perkembangan pasar modal setiap tahunnya memperoleh 22% sementara pertumbuhan ekonomi hanya 5%. Ini berarti pemodal lebih banyak mendapatkan keuntungan dari pada pekerja yang riil. Pasar modal mengembangkan industri bukan produksi. “Kelemahan kita di sektor riil. Oleh karena itu kita harus belajar dari Cina, negara ini maju bukan karena pasar modal, tetapi karena produksi,” ujar Wapres.

Acara Silaturahim KAHMI ini dihadiri oleh 300 peserta dan 100 orang alumni KAHMI yang duduk di pemerintahan mapun lembaga tinggi negara. Dalam pertemuan tersebut dilakukan penyerahan penyerahan buku cetak biru Indonesia Masa Depan oleh Koordinator Presidium MN KAHMI Mahfud MD kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla. Selain itu, dilakukan juga Deklarasi “Gerakan Wakaf Nasional KAHMI untuk Bangsa” yang dilanjutkan dengan penandatanganan Deklarasi oleh tokoh-tokoh KAHMI, yaitu Mahfud MD, Akbar Tandjung, Zulkifli Hasan, Irman Gusman, Harri Azhar Azis, Laode Kamaluddin, Subandriyo, dan Mashudi. (Siti Khodijah)

****