Jakarta, wapresri.go.id – Islam mengatur segala aspek kehidupan umatnya, termasuk hubungan manusia dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, dengan sesama manusia, dan alam semesta yang didasarkan pada Al-Quran dan Sunnah. Seiring perkembangan zaman, tantangan dalam beragama Islam juga terjadi. Untuk itu, diperlukan kajian yang mendalam untuk memahami permasalahan secara lebih tepat sesuai dengan konteksnya (ijtihad) agar menghasilkan cara pandang moderat yang secara relevan dapat dilakukan serta tetap sesuai dengan hukum Islam.

“Cara berpikir yang benar dan tepat adalah cara berpikir yang moderat (tawassuthi/ wasathi) dalam arti tidak tekstual dan tidak liberal, yaitu dengan melakukan ijtihad terhadap masalah-masalah yang belum di-ijtihadi sebelumnya atau sudah di-ijtihadi tapi sudah tidak relevan lagi,” tegas Wapres pada acara The 2nd International Conference on Humanity Law And Sharia, melalui konferensi video di Kediaman Resmi Wapres, Jl. Diponegoro No. 2, Jakarta Pusat, Rabu (23/06/2021).

Lebih lanjut, Wapres menjelaskan bahwa cara berpikir moderat ini dapat menghindarkan umat baik dari kekeliruan cara pandang Islam, yaitu cara berpikir yang statis dan konservatif maupun cara berpikir sangat liberal yang meliputi penafsiran berlebihan tanpa batas (Hudud) dan tanpa patokan (Dhowabith) demi semata-mata mencari kemudahan.

“Menurut Imam Al Qarafi cara berpikir statis pada teks adalah merupakan kesesatan dalam agama. Di sisi lain Islam memang agama yang memberikan kemudahan (Taysir) tetapi bukan tanpa batas, bukan kemudahan yang berlebihan (Al-Mubalaghah fittaysir). Mencari kemudahan secara berlebihan tidak diperbolehkan karena hal demikian itu semata-mata mencari rukhsah (Tatabbu’urrukhas),” jelas Wapres.

Dalam konferensi yang digelar oleh Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar dengan tema “Local Culture, Revelation, and Principle of Moderation in Islamic Law” ini, Wapres memberikan contoh bahwa cara berpikir moderat inilah yang digunakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam memandang permasalahan yang perlu dikeluarkan fatwanya, yaitu denganmemisahkan antara yang halal dan haram (tafriiqul halal ‘anil haram) yang berarti sesuatu yang halal tetap halal dan hasilnya menjadi halal, sementara sesuatu yang haram tetap haram dan hasilnya menjadi haram, salah satunya terkait masalah vaksin.

“MUI menghalalkan vaksin yang tidak mengandung unsur-unsur yang haram baik melalui percampuran (ikhtilath) maupun karena memanfaatkan unsur haram sebagai media (intifa’) ataupun karena unsur yang haram itu sudah berubah bentuk (istihalah) menjadi suci dalam petunjuknya (Nash). Dan Kecuali dalam keadaan darurat karena ada kaidah yang mengatakan kedaruratan itu membolehkan sesuatu yang dilarang (adhorurotu tubihul mahdzuraat),” tuturnya.

Dengan cara berpikir tersebut, lanjut Wapres, dapat menjawab berbagai permasalahan baru yang belum ditemukan hukumnya dengan menggunakan perangkat metodologi yang telah dirumuskan para ulama terdahulu.

“Penggunaan perangkat metodologi dalam menjawab permasalahan hukum yang baru muncul tersebut juga diyakini lebih otentik sebagaimana ajaran Rasulullah Sallahu ‘Alaihi Wassalam dengan istilah menurut cara yang apa yang beliau lakukan dan para sahabat lakukan, dan menurut saya di ranah itulah moderasi Islam seharusnya diletakkan,” ungkapnya.

Menutup sambutannya, Wapres mengajak seluruh pihak untuk dapat berperan lebih aktif dalam menghadapi tantangan ke depan dengan menggunakan cara berpikir moderat serta turut serta dalam upaya pengendalian wabah Corona Virus Disease-2019 (Covid-19) beserta dampaknya.

“Saya mengajak para akademisi dan cendekiawan untuk bisa mengambil prakarsa lebih besar guna mencari solusi kenegaraan, kebangsaan (makharij wathaniyah) atau makharij ummatiyah, solusi keumatan melalui pendekatan yang moderat (tawashuthi/wasathi), serta mensosialisasikan pentingnya disiplin penerapan protokol kesehatan, mematuhi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan mengikuti vaksinasi Covid-19,” tutupnya.

Sebelumnya, Dekan Fakultas Syariah IAIN Batusangkar Zainuddin, menyampaikan bahwa konferensi ini merupakan bagian dari kegiatan ilmiah dan kajian akademis dalam mencari format baru moderasi hukum Islam, sehingga diharapkan mampu memenuhi tuntutan zaman dalam berbagai bidang serta dapat menjadi hukum yang hidup di tengah- tengah masyarakat.

“Perkembangan dunia modern melahirkan penemuan-penemuan baru di antaranya dalam bidang kedokteran, politik, tata negara, ekonomi, kemudian undang-undang di bidang inayah yang terus dipromosikan di beberapa negara yang akan mempengaruhi gaya hidup dan interaksi sosial umat Islam di tengah pluralisme budaya dan agama. Oleh karena itu, Fakultas Syariah memandang perlu adanya formula baru dalam ilmu syariah dalam menjawab permasalahan kekinian yang bekembang tersebut,” ungkapnya.

Hadir dalam acara tersebut, Bupati Tanah Datar Eka Putra dan Rektor IAIN Batusangkar Marjoni Imamora, serta civitas akademika IAIN Batusangkar. Sementara, Wapres didampingi oleh Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar serta Staf Khusus Wapres Bambang Widianto dan Masduki Baidlowi. (SM/SK-BPMI, Setwapres)