Menyaksikan Penandatanganan MoU Pengelolaan Migas antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dengan Kalimantan Selatan

Kantor Wakil Presiden. Suatu perselisihan akan mudah diselesaikan jika yang diutamakan dalam penyelesaian adalah tujuannya. “Caranya sederhana, sebanyak-banyak pengalaman saya menyelesaikan perselisihan, yang penting dan perlu dibicarakan serta disetujui bersama terlebih dulu adalah tujuannya, jangan prosesnya dulu yang dibicarakan,” kata Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla dalam sambutannya pada acara Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Kalimantan Selatan di Kantor Wakil Presiden, Rabu, 29 Juli 2015.

Lebih lanjut Wapres menyampaikan, bahwa tujuan yang dibicarakan dalam penyelesaian perselisihan antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dengan Kalimantan Selatan adalah untuk kesejahteraan rakyat, khususnya di kedua wilayah provinsi tersebut. Hal ini wajar, mengingat wilayah laut perbatasan kedua provinsi ini memiliki kekayaan sumber daya alam berupa migas yang cukup penting. “Jadi untuk kesejahteraan rakyatlah,” tegas Wapres.

Dalam penyelesaian perselisihan menurut Wapres, hendaknya tidak selalu menggunakan pendekatan legal formal yang mengacu pada peraturan perundangan, melainkan akan lebih efektif jika mengutamakan cara persuasif dan duduk bersama. Jangan selalu menggunakan pasal dari peraturan perundangan. “Kalau hal itu yang selalu digunakan, maka tidak pernah akan ketemu,” kata Wapres memberikan solusi.

Tetapi, lanjut Wapres, kalau tujuannya yang didahulukan, maka prosesnya tinggal menyesuaikan dengan tujuan, dan perselisihan akan berakhir. Begitu pula yang terjadi di wilayah perbatasan, jika wilayah itu tidak mengandung kekayaan alam, maka tidak akan menimbulkan masalah bagi siapapun dan akan dibiarkan saja. “Namun begitu memiliki kandungan sumber daya alam, maka lokasi tersebut langsung menjadi penting,” ujar Wapres.

Peristiwa seperti ini tengah dialami di wilayah Laut Tiongkok Selatan, yang berbatasan dengan Tiongkok. Perselisihan timbul karena di wilayah itu terdapat sumber energi, maka Tiongkok, Filipina dan Vietnam berselisih. “Perselisihan tersebut sesungguhnya tidak memperebutkan lautnya, melainkan memperebutkan kesempatan untuk mensejahterakan rakyat,” ucap Wapres.

Oleh karena itu, Wapres menyampaikan apresiasinya atas dilaksanakannya penandatanganan kesepakatan pengelolaan migas antara kedua provinsi tersebut. “Mengingat hal itu sangat penting, supaya ada kepastian baik oleh masing-masing provinsi, kabupaten, juga kepastian untuk pemerintah,” kata Wapres.

Wapres menggarisbawahi bahwa yang terpenting bagi seluruh rakyat di daerah tersebut adalah memperoleh manfaat dari kekayaan alam yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. “Sehingga kita semua mendapat manfaatnya,” ujar Wapres.

Di awal acara Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo melaporkan bahwa sesuai arahan Wapres pada rapat 25 Maret 2015, agar pengelolaan migas di Selat Sebuku diupayakan semaksimal mungkin agar dapat dirasakan manfaatnya untuk kesejahteraaan rakyat di kedua provinsi tersebut. Atas arahan tersebut Mendagri telah memfasilitasi kerjasama kedua pemerintah provinsi dimaksud.

Yang menjadi obyek kesepakatan pada kerjasama ini adalah terkait pengelolaan potensi dan sumber daya minyak dan gas bumi yang berada di perairan, meliputi pengelolaan participating interest (PI), pembentukan kelembagaan, perizinan sesuai kewenangan, dan hal-hal lain yang telah disepakati kedua belah pihak.

Penandatanganan Nota Kesepahaman tersebut dilakukan antara Gubernur Provinsi Sulawesi Barat Anwar Adnan Saleh dengan Gubernur Provinsi Kalimantan Selatan Rudy Ariffin. Tampak hadir pula pada acara penandatanganan ini, Menteri ESDM Sudirman Said, Kepala Setwapres Mohamad Oemar, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Ekonomi, Infrastruktur dan Kemaritiman Tirta Hidayat, Bupati Kabupaten Majene Kalma Katta, Bupati Kabupaten Kotabaru Irhami Ridjani Rais, dan sejumlah pejabat SKK Migas. (Supriyanto).