Jakarta, wapresri.go.id – Di era revolusi 4.0 ini, Indonesia membutuhkan tenaga kerja yang memiliki skill, maka peran Keluarga Berencana (BKKBN) sangat diperlukan untuk memperkuat kondisi kependudukan dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berdaya saing.

“Perubahan zaman kita tetap membutuhkan keluarga berencana, tapi kita bicarakan revolusi industri 4.0, teknologi dan industri akan berkembang, tidak lagi membutuhkan orang yang bekerja (kuantitas orang yang bekerja), lebih memerlukan skill dan teknologi,” ungkap Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla saat membuka acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Simposium Nasional Program Kependudukan Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Badan Nasional Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN), di Istana Wapres, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin (25/2/2019).

Selanjutnya, Wapres menjelaskan bahwa Keluarga Berencana sebelumnya dinamakan birth control yang didasari atas kekhawatiran berdasarkan teori Thomas Robert Malthus bahwa pertumbuhan pertumbuhan penduduk lebih cepat dari pada pertumbuhan pangan. Namun, Wapres menghimbau tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebih, karena adanya kemajuan teknologi yang dapat meningkatkan produksi sumber daya pangan.

“Jadi ada kekhawatiran, walaupun tentu pada dewasa ini kita tahu bahwa teori itu (Teori Malthus) tidak benar karena Malthus merupakan ekonom, kemudian timbul revolusi hijau, revolusi biru, pangan dan perikanan yang kemudian dapat menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pangan atau produksi pangan dapat berkembang secara bersama-sama” tegas Wapres.

Wapres juga menegaskan bahwa tujuan dari Keluarga berencana di Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan bukan hanya mengurangi angka kelahiran.

“Indonesia tahun 70-an lebih mensoftkan menjadi family planning bukan birth control karena bukan hanya mengurangi kelahiran tapi bagaimana keluarga itu sejahtera. Karena itu timbul gerakan keluarga sejahtera yang bukan hanya mengurangi tingkat kelahiran tetapi bagaimana meningkatkan kesejahteraan,” tegasnya.

Untuk itu, hal terbaik dan benar yang harus dilakukan adalah mengatur penurunan kelahiran, jangan terlalu ketat dalam mengendalikan kelahiran, melainkan pemanfaatan teknologi yang tepat guna.

“Artinya, bukan keluarga berencana kita buatkan karena kekhawatiran teori Maltus , teori itu banyak sanggahannya , justru teknologi dibutuhkan, tapi yang penting suatu penurunan yang baik (pengaturan/pengendalian laju pertumbuhan penduduk), tapi sekali lagi jangan lagi kita seperti Singapura, China dan Jepang yang cukup 1, kita (Indonesia) malah menyebut keuntungan demografi (bonus demografi), dengan keluarga berencana menimbulkan orang yang bekerja lebih banyak, sehingga tingkat subsidi ke orang yang tidak bekerja tidak sebesar apa yang terjadi di Jepang,” pungkasnya.

Wapres pun berharap adanya sinergitas antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mensukseskan program Keluarga Berencana di Indonesia.

“Keluarga Berencana Indonesia pernah menjadi acuan dari banyak negara, bahwa kita berhasil menurunkan tingkat kelahiran, fertility, tapi setelah reformasi, keluarga berencana bukan masalah yang dapat menjadi masalah nasional, hanya dilaksanakan nasional, maka pelaksanaannya oleh daerah, maka timbul spirit yang berbeda. Karena itulah pada hari ini tema rakernas meningkatkan hubungan kerja antara pusat dan daerah, kembali menyukseskan program Keluarga Berencana,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Utama BKKBN Nofrijal melaporkan bahwa BKKBN telah melakukan inovasi melalui kampung keluarga berencana yang telah terbentuk sebanyak 14.098 dan tersebar diseluruh Indonesia, dengan fokus pada pemberian pelayanan dasar dan pemberdayaan keluarga, yang mampu mengurangi angka kemiskinan dan menanggulangi gizi buruk.

Nofrijal menambahkan bahwa Indonesia telah berhasil mengukir sejarah dalam menurunkan laju pertumbuhan penduduk menjadi 1,36% selama periode 2010-2016 dari 1,49% pada periode tahun 2000-2010, serta Total Fertility Rate (TFR) dari 5,61 (1971) per perempuan reproduksi (15-49 tahun) menjadi 2,38 (2018).

Karena itu, Nofrijal berharap program Keluarga Berencana tetap menjadi prioritas Pemerintah Pusat dan Daerah sehingga usia bonus demografi akan lebih panjang dan dapat memberikan kesejahteraan pada usia tua.

Rakernas dan Simposium Nasional Program KKBPK Tahun 2019 diselenggarakan pada 25-28 Februari 2019, yang akan dihadiri 650 peserta. Adapun puncak peringatan Hari Keluarga Nasional Tahun 2019 direncanakan akan diselenggarakan di Kalimantan Selatan pada Juli 2019.

Tampak hadir dalam acara tersebut Menteri Kesehatan Nila Moeloek dan Prof. Haryono Suyono, serta 200 peserta dari seluruh Indonesia.

Hadir mendampingi Wapres, Kepala Setwapres Mohamad Oemar, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Bambang Widianto, Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Penanggulangan Kemiskinan Syahrul Udjud, dan Tim Ahli Wapres Sofyan Wanandi. ( IO/AF, KIP-Setwapres).