Pontianak-wapresri.go.id. Indonesia memiliki wilayah perbatasan yang luas, baik daratan maupun lautan, yang menuntut pemerintah pusat dan daerah bertanggung jawab dan bekerja keras membangunnya agar tercapai kesejahteraan yang adil dan merata. Hal itu, menjadi salah satu tujuan Indonesia dalam bernegara, seperti diatur dalam Undang-undang.

“Perbatasan harus dibangun dengan kebersamaan seluruh stakeholders mulai dari pejabat tertinggi hingga pejabat di desa/kecamatan, termasuk peran serta masyarakat,” demikian seperti disampaikan Wakil Rektor III Universitas Tanjungpura Kamarullah saat memberikan keynote speech dalam Diskusi Sehari bertema “Perbatasan RI-Malaysia: Pembangunan Kawasan Perbatasan” di Hotel Mercure Pontianak pada Kamis (07/04/16).

Diskusi tersebut menghadirkan empat orang narasumber, yakni Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan, Kementerian Luar Negeri Octavino Alimudin, Asisten Deputi Potensi Kawasan Perbatasan Darat, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Ahmad Sudirman Tavipiyono, Kaprodi Sosiologi Pascasarjana Universitas Tanjungpura Pontianak Syarifah Ema Rahmaniah, dan Pemred Pontianak Post Salman Busrah, dengan moderator Asdep Hubungan Luar Negeri Setwapres Ramli Kuntiarto.

Dalam pemaparan pembuka, Octavianus Alimudin mengatakan, saat ini pemerintah memutuskan untuk menerapkan konsep diplomasi kemaritiman sebagai konsekuensi wilayah Indonesia dengan ribuan pulau. Konsep kemaritiman itu, lanjut Octavianus, dinilai sejalan dengan program nawa cita yang telah ditetapkan pemerintah.

“Kemlu saat ini memiliki konsep diplomasi perbatasan sama dengan diplomasi maritim. Diplomasi maritim bisa mencakup diplomasi perbatasan,” ujar Octavino Alimudin

Menurutnya, Kemlu juga fokus menangani berbagai isu terkait kepentingan WNI di luar negeri seperti pendidikan, kesehatan, perdagangan dan pariwisata. Bekerjasama dengan beberapa instansi yang membidangi substansi tertentu, lanjut Octaviano, Kemlu berusaha bersinergi dalam mengatasi setiap persoalan.

“Kemlu juga membuat Community Learning Centre, pendidikan bagi anak-anak TKI di Malaysia, yang tinggal di perbatasan,” ucap Octaviano.

Melanjutkan diskusi, Ahmad Sudirman Tavipiyono sependapat dengan perubahan konsep dan paradigma mengenai perbatasan seperti yang disampaikan Octaviano. Pemerintah, kata Tavipiyono, telah mengubah cara pandang pengelolaan daerah perbatasan dari semula memosisikan perbatasan sebagai halaman belakang sekarang menjadi halaman depan (etalase), dari inward looking menjadi outward looking.

Sinergi pemerintah pusat dan daerah diperlukan, lanjut tavipiyono, agar mendorong kesejahteraan ekonomi penduduk di perbatasan yang 95 persennya berprofesi sebagai petani dan

nelayan. Untuk itu, BNPP telah merancang grand design dan rencana induk tentang pengelolaan perbatasan yang bersifat komprehensif dan integral.

“Kami harapkan semua stakeholders terkait pembangunan perbatasan, dapat mengikuti panduan grand design ini,” seru Tavipiyono kepada peserta diskusi.

Dalam grand design tersebut, terdapat 10 Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), ditambah lagi 16 PKSN dalam tahapan persiapan pengembangan. Rencana pembangunan menempatkan 187 kecamatan di perbatasan sebagai lokasi prioritas (lokpri) di 41 kabupaten/kota di 13 Provinsi.

Sementara itu, Syarifah Ema Rahmaniah sebagai narasumber selanjutnya mengungkapkan, peran perguruan tingginya Universitas Tanjungpura, dalam upaya peningkatan kapasitas dan nilai tambah penduduk perbatasan. Ema pun menceritakan pengalamannya dalam mendirikan Sekolah Komunitas Perbatasan, dengan salah satu karya andalannya, berupa kerajinan tikar ‘bidai’ yang pemasarannya telah menjangkau sampai ke negara tetangga.

“Dapat diupayakan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga yang ditandai dengan meningkatnya pengetahuan dan kesadaran pentingnya inkubator bisnis dalam menghadapi MEA,” jelas Ema.

Sesi pemaparan dilengkapi oleh Salman Busra, yang mengisahkan pengalamannya menjadi jurnalis sejak 20 tahun terakhir yang fokus pada isu-isu perbatasan, terutama provinsi Kalimantan Barat. Salman membenarkan, soal banyaknya aspek dan faktor yang perlu dibenahi bersama oleh pemerintah pusat dan daerah, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur dll. Perbatasan menjadi menarik untuk dikelola, bila ternyata negara tetangga lebih maju dari Indonesia.

Bagian akhir diskusi, dibuka forum dialog dan tanya jawab kepada seluruh peserta diskusi. Beberapa isu menarik terkait perbatasan, antara lain Kasdam XII Tanjungpura yang menyarankan penyelesaian tapal batas RI-Malaysia yàng dapat mendorong pembangunan wilayah perbatasan berjalan optimal. Selain itu, Konsultan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengingatkan pentingnya menjalin hubungan “People to People” yang baik dengan Malaysia, sebagai negara tetangga dengan rumpun budaya yang sama, disamping hubungan “Goverment to Goverment” yang juga sudah terjalin baik selama ini.

Terlihat hadir dalam diskusi sehari ini, Rektor IKIP Pontianak, Wakapolda Kalbar, Direktur Kawasan Perkotaan dan Batas Negara Kemdagri, Kepala TVRI/RRI Pontianak. (KIP, Setwapres)