Jakarta, wapresri.go.id – Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) merupakan titik pertama yang dikunjungi pasien sebelum dirujuk ke rumah sakit. Menempatkan fungsi FKTP sebagai gatekeeper atau penjaga gawang di tingkat akar rumput merupakan kunci dalam pengendalian kesehatan masyarakat yang akan menurunkan biaya kesehatan secara nasional.
“Menurut hemat saya, kita perlu meningkatkan jumlah dan kualitas FKTP/Puskesmas sebagai ujung tombak layanan kesehatan, baik layanan kesehatan kuratif maupun layanan pemberdayaan kesehatan masyarakat,” ungkap Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat memberikan pidato kunci pada webinar dengan tema “Ketahanan dan Kemandirian Kesehatan Menuju Indonesia Emas 2045” yang diselenggarakan oleh Majelis Wali Amanat Universitas Indonesia, melalui konferensi video di Kediaman Resmi Wapres, Jl. Diponegoro No. 2, Jakarta Pusat, Kamis (25/03/2021).
Selama ini, menurut Wapres, tingginya biaya kesehatan di Indonesia disebabkan karena pembiayaan yang lebih banyak digunakan untuk upaya pengobatan (kuratif dan rehabilitatif) yang cenderung bertumpu pada rumah sakit, dibandingkan dengan memberdayakan masyarakat agar hidup sehat melalui upaya pencegahan (promotif dan preventif).
“Salah satu proporsi pembiayaan tertinggi dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ialah pembiayaan Penyakit Tidak Menular (PTM) Katastropik,” ujarnya.
Terlebih, kata Wapres, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2013 dan 2018 menunjukkan prevalensi PTM seperti hipertensi dan diabetes melitus mengalami peningkatan signifikan. Prevalensi hipertensi naik dari 25.8% menjadi 34.10%, sementara prevalensi diabetes melitus naik dari 6.9% menjadi 10.9%.
“Data BPJS Kesehatan menunjukkan pada tahun 2019 total biaya yang dikeluarkan untuk menangani PTM Katastropik mencapai Rp20,27 triliun,” paparnya.
Hal ini menunjukkan, sambung Wapres, bahwa tingginya biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh BPJS Kesehatan disebabkan oleh menurunnya kesadaran masyarakat akan faktor risiko penyakit tidak menular, seperti obesitas, merokok, kurangnya aktivitas fisik, dan rendahnya konsumsi buah dan sayuran. Contoh akibatnya, penyakit jantung, diabetes, dan stroke kini mulai menyerang kelompok usia muda.
“Data BPJS Kesehatan tahun 2015–2018 menunjukkan bahwa penyakit jantung mulai diderita pada kelompok usia yang lebih muda, yaitu mereka yang berusia 31 tahun, sementara diabetes dan stroke mulai banyak terjadi pada usia 41 tahun,” urainya.
Untuk itulah, menurut Wapres, perlu dilakukan transformasi sistem kesehatan yang lebih menekankan pada pemberdayaan masyarakat agar hidup sehat, yang pada dasarnya dapat ditempuh melalui berbagai program upaya promotif dan preventif dengan memanfaatkan FKTP.
“Dalam suatu negara besar yang memiliki sistem jaminan kesehatan nasional berbasis asuransi kesehatan, berfungsinya FKTP secara optimal merupakan suatu keharusan,” tegasnya.
Namun, Wapres menilai saat ini jumlah FKTP di Indonesia seperti Puskesmas tidak sebanding dengan banyaknya pasien yang harus dilayani.
“Keterbatasan jumlah puskesmas yang ada seperti saat ini dengan banyaknya pasien yang perlu dilayani, telah menyebabkan puskesmas lebih fokus kepada pelayanan kuratif dan tidak fokus pada pelayanan promotif dan preventif,” terangnya.
Untuk itu, Wapres mengharapkan peran fasilitas kesehatan BUMN dan swasta untuk menjadi bagian dari FKTP. Dengan demikian, diharapkan beban Puskesmas dalam layanan pengobatan dapat dikurangi dan lebih melakukan fungsinya untuk mendorong upaya kesehatan masyarakat yang bersifat pencegahan.
“Saya melihat peluang peningkatan ketersediaan fasilitas kesehatan ini ke depannya melalui keterlibatan klinik BUMN maupun swasta agar dapat menjadi bagian dari FKTP dan menjadi gatekeeper untuk menangani upaya kesehatan perorangan yang bersifat kuratif,” pungkasnya. (EP-BPMI Setwapres)