Semarang-wapresri.go.id Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. 75% luas wilayah Indonesia adalah lautan. Untuk memajukan Indonesia sebagai poros maritim dunia, maka daya saing di sektor maritim harus ditingkatkan. Teknologi inovasi dan sumber daya manusia (SDM) menjadi elemen penting untuk meningkatkan daya saing tersebut.
“Apabila kita ingin memenangkan setiap persaingan ialah SDM dan teknologi inovasi yang kita punya. Kita punya semua modal yang ada. Tetapi SDM lah yang menentukan kekayaan dan daya saing ini. Dan tentu pada akhirnya sumber SDM itu ditemukan di universitas-universitas dan perguruan tinggi lainnya,” demikian disampaikan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla ketika memberikan Orasi Ilmiah pada acara Dies Natalis ke-59 Universitas Dipenegoro (UNDIP), di Gedung Prof. Soedarto, SH, UNDIP, Semarang, Sabtu, (15/10/2016).
Menurut Wapres, daya saing ibarat pertandingan, yakni pertandingan dengan orang lain atau negara lain. Turunnya indeks daya saing Indonesia dari peringkat ke-37 menjadi 41, mungkin saja bisa berarti sudah baik, tetapi negara lain lebih baik lagi.
“Daya saing tujuannya pada akhirnya ialah, apa yang dipertandingkan mencapai apa yang lebih baik, bagaimana lebih murah, dan bagaimana lebih cepat. Tiga hal saja inti daripada daya saing itu. Yang lebih baik, yang lebih murah, dan lebih cepat,” jelas Wapres.
Terkait daya saing di sektor maritim, yang menjadi tema yang diangkat Wapres dalam Orasi Ilmiah nya, Wapres mengimbau kepada peserta yang hadir, untuk merubah mindset tentang konsep kemaritiman. Laut bukan lagi memisahkan pulau-pulau yang ada di Indonesia, melainkan penghubung antar pulau, sehingga potensi laut yang ada dapat dimanfaatkan bersama.
“Dengan suatu pikiran yang sama maka tentu pikiran kita adalah maju bersama-sama. Itulah prinsip-prinsip pokok yang harus kita pegang dalam memajukan sektor maritim kita, poros maritim kita, dengan memperbaki daya saing, agar dapat memajukan bangsa,” pesan Wapres.
Selanjutnya, Wapres menekankan, sebagai negara kepulauan, konektivitas sangat diperlukan. Konektivitas yang dimaksud adalah pembangunan sistem, infrastruktur, dan juga moda transportasi laut.
“Inti suatu negara kepulauan ialah bagaimana menciptakan konektivitas agar terjadi suatu pemerataan kemajuan. Kalau tidak terjadi akan timbul suatu ketidakadilan,” ucap Wapres.
Menurut Wapres, konflik yang terjadi beberapa puluh tahun lalu kebanyakan disebabkan karena ketimpangan antar daerah, termasuk di wilayah Timur yang mengalami ketertinggalan. Apa yang dihasilkan di Pulau Jawa, jika dijual di wilayah Timur biaya transportasinya menjadi mahal, sementara, apa yang dihasilkan dari Timur apabila dijual di Pulau Jawa harganya lebih murah, karena biaya transportasinya sudah mahal. Hal ini mengakibatkan inequality (ketidaksamaan) dalam pendapatan.
“Karena itulah maka semua pemerintahan, juga pemerintahan sekarang selalu ingin meningkatkan connectivity atau poros maritim atau pembangunan tol laut atau apapun untuk mengurangi ketidakadilan, ketidaksamaan pendapatan akibat ongkos yang mahal itu,” tegas Wapres.
Wapres menyatakan, perlunya suatu negara yang adil membangun infrastruktur yang sama di mana pun, sehingga pendapatan masyarakat di tiap daerah sama dan menjadi lebih baik. Tidak mungkin membangun industri di Papua karena penduduknya hanya 3,5 juta orang, dan tidak mungkin membangun tempat pertemuan yang besar di Pulau Jawa, karena lahannya terbatas akibat padatnya penduduk.
“Jadi kebijakanlah yang akan mengubah semua ini, termasuk kebijakan memperbaiki sistem maritim kita, kelautan kita, transportasi laut kita. Karena di dunia ini, 90 persen perdagangan melalui laut. Dan apabila kita berhenti, maka seluruh perdagangan antar daerah itu akan sulit. Itulah yang mempengaruhi daya saing,” jelas Wapres.
Wapres mencermati, konektivitas sangat dipengaruhi oleh teknologi. Dulu, kapal yang dibuat hanya kapal-kapal kecil yang bisa menampung 5000 sampai 10.000 ton. Tapi dengan teknologi, kini manusia dapat membuat kapal-kapal besar yang menampung lebih banyak lagi. Sayangnya, beberapa pelabuhan di Indonesia tidak dapat menampung kapal-kapal besar. Oleh karena itu, pelabuhan kecil di daerah, harus mempunya sistem transportasi lanjutan atau feeder.
“Inilah yang menjadi bagian tantangan negara kepulauan, sistem mother ship, feeder ship, apabila kita berbicara tranportasi kelautan untuk membahas itu,” tutur Wapres.
Tahun 70-80an, Wapres mengungkapkan, biaya transportasi laut lebih murah dibandingkan udara. Namun, dengan kemajuan teknologi, kini transportasi udara lebih murah dibandingkan transportasi laut maupun darat. Dari Jakarta ke Semarang, misalnya, dulu lebih murah dengan kereta atau bis, tapi sekarang menggunakan pesawat terbang lebih efisien, baik dari sisi waktu maupun biaya.
“Karena itulah maka teknologi itu merupakan bagian yang harus menjadi penguasa kita semua, dan tentunya ditolong oleh universitas,” tegas Wapres.
Wapres pun mendorong UNDIP untuk bersama-sama berupaya meningkatkan daya saing di sektor maritim ini, dengan mencetak SDM yang berkualitas. Hal ini dapat dilakukan dengan berpedoman pada Tri Darma Perguruan Tinggi, yakni melalui pendidikan, riset, dan pengabdian.
Terkait pendidikan, Wapres menegaskan, haruslah selalu dinamis, berpikir ke depan bukan masa lampau. Selain itu, pendidikan juga harus menerapkan keterampilan dan inovasi. Pendidikan tidak hanya berpandangan luas, tetapi juga terampil secara teknis.
“Tentu UNDIP tidak mendidik orang menjadi nelayan atau pelaut, tapi sektor maritim. Apakah itu membikin pegawai kapal yang baik, atau membikin teknologi menangkap ikan yang lebih baik, atau mematangkan hukum laut yang baik, atau meningkatkan budaya maritim atau sektor pendukung maritim, atau bagaimana mengebor minyak di laut. Itu semua kekayaan yang harus kita timbulkan dengan teknologi,” jelas Wapres.
Terkait riset, Wapres mengharapkan, riset yang dilakukan harus implementatif dan berguna bagi masyarakat, seperti meriset biodata laut, atau bagaimana nelayan dapat menghasilkan produktivitas laut dengan tinggi.
Sementara tentang pengabdian, Wapres percaya, alumni UNDIP sudah mengabdikan ilmunya sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
“Tentu universitas gelar penting, tetapi yang lebih penting lagi ialah ilmu yang diperoleh. Ijazah bisa terbakar, tapi ilmu tidak akan pernah hilang selama kita praktekkan. Semoga peranan universitas dapat memajukan bangsa, sehingga kita dapat bersaing. Seperti pemain bola, yang memenangkan adalah mereka yang punya pelatih yang baik, lapangan yang bagus, serta pengalaman sering bertanding,” pungkas Wapres.
Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) M. Nasir melaporkan, Indonesia global competitive index mengalami penurunan, dari 37 menjadi 41. Dari 12 indikator yang paling dominan adalah tiga hal, korupsi, birokrasi, dan infrastruktu. Sementara dari segi inovasi, meskipun mengalami penurunan, nilainya masih 4.0, yakni peringkat ke-30 menjadi 31 dunia dari 144 negara.
Untuk kesiapan teknologi, Nasir mengungkapkan, mengalami pemingkatan cukup baik, dari 3.5 di dunia, Indonesia sudah mencapai 4,6.
“Kami berikan dorongan kepada UNDIP untuk selalu berpacu dan bersaing untuk meningkatkan mutu di dunia,” ujar Nasir.
Usai memberikan Orasi Ilmiahnya, Wapres melakukan peninjauan pameran Dies Natalis UNDIP Expo, di luar gedung Prof. Soedarto, SH. Selain Menristekdikti, hadir mendampingi Wapres, Wakil Gubernur Jawa Tengah Heru Sudjatmoko, Kepala Setwapres Mohamad Oemar, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Ekonomi, Infrastruktur dan Kemaritiman Tirta Hidayat, dan Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan Bambang Widianto. (KIP, Setwapres)