Jakarta-wapresri.go.id. Sebagai negara dengan umat Islam terbesar di dunia serta yang paling moderat, ternyata proses masuknya Islam ke Indonesia telah melalui sejarah yang sangat panjang, yakni melalui para pedagang.
“Sejarah Islam di Indonesia memang berbeda dengan sejarah Islam di banyak negara di Asia lainnya, Timur Tengah dan Afrika. Sejarah Islam di Indonesia dibawa oleh para ulama yang sekaligus pedagang atau pedagang yang sekaligus para ulama. Karena itulah tradisi ini harus diteruskan,” demikian sambutan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla pada Muktamar Nasional ke 24 Rabithah Alawiyah di Hotel Aston, TB Simatupang, Jakarta, Sabtu (6/8 2016).
Wapres menuturkan, sejarah Islam di Indonesia dibawa oleh pedagang, apakah itu dari Yaman, dari India dan dari manapun, bukan melalui tentara.
“Di Makasar, Saya bersama Pak Quraish, Bapak saya bersama beliau sama-sama berdagang dan sama-sama mengurus agama, jadi itulah yang menyebabkan selalu tradisi ini berjalan,” ucap Wapres yang disambut tepuk tangan meriah para muktamirin.
“Saya tau diantara bapak-bapak pasti juga seperti itu,” kata Wapres melanjutkan.
Seperti yang sering disampaikan dalam berbagai kesempatan, Wapres juga menyinggung konflik yang melanda di banyak negara-negara Islam, sebagai akibat dari masalah dari dalam negerinya sendiri dan diserang dari negara luar. Masalah dari dalam menurut Wapres karena kepemimpinan yang diktaktor dan keadilan yang tidak dijalankan. Hal ini memicu terjadinya tindakan radikalisme dan teroriseme. Padahal sebelumnya, sambung Wapres, negara-negara tersebut menjadi kebanggaan atas kepemilikan kekayaan yang luar biasa dibanding negara-negara lain.
“Orang sering mencela Islam sebagai teroris, dan agama yang mendorongnya terus padahal tidak, saya bantah di forum-forum internasional apapun,” tegas Wapres.
Lebih dalam Wapres menjelaskan bahwa anak-anak muda dari Eropa yang jadi teroris itu adalah peminum alkohol, penjual narkoba. Bahkan pendiri ISIS Al-Zarqawi, Wapres mengungkapkan, adalah preman pasar.
“Jadi bukan agama yang merusak, sistem yang merusak,” jelas Wapres.
“Apa yang anda sebut teroris di Eropa dan Amerika itu. Dia bukan pikiran agama. Mereka adalah pikiran pemuda yang pemarah, dia membalas kejahatan yang anda buat di negaranya, karena negaranya dihancurkan dari luar, mereka marah dan mereka bukan penganut islam yang baik,” terang Wapres menambahkan.
Atas kemelut yang terjadi di banyak negara Islam, Wapres mengajak masyarakat Indonesia untuk bersyukur.
“Kita di Indonesia Alhamdulillah, mengalami situasi yang jauh lebih baik, walaupun masih adanya konflik kecil yang terjadi tetapi dapat diatasi dengan baik, dan negeri ini masih terjaga persatuannya.
Di awal sambutannya Wapres menyebutkan, Sarikat Islam telah lahir lebih dari 100 tahun yang lalu, Muhammadiyah sudah 100 tahun, Nahdlatul Ulama hampir 100 tahun ditambah dengan Rabithah Alawiyah ini mendekati 100 tahun.
Wapres menilai Organisasi masyarakat ini, memiliki peran yang cukup besar dalam pembangunan sosial masyarakat Indonesia dan telah berkontribusi sejak sebelum Indonesia merdeka dan senantiasa berjuang bersama-sama rakyat Indonesia dalam bidang pendidikan serta dakwah dengan cara santun.
“Kita bersyukur dan terima kasih kepada para ulama dan habaib atas perjuangan dan pengorbanan untuk kita semuanya,” ujar Wapres.
“Mudah-mudahan Muktamar ke 24 Rabithah Alawiyah ini, Insya Allah tentu menghasilkan hal-hal yang baik untuk negeri ini. Sekali lagi saya ucapkan selamat,” pungkas Wapres mengakhiri sambutannya.
Sebelumnya Ketua Umum Rabithah Alawiyah Zen Umar bin Smith menyampaikan komitmen ormas Islam yang beranggotakan WNI keturunan Arab tersebut kepada pemerintah, untuk bersama-sama anak bangsa lainnya membangun Indonesia yang lebih baik. Zen Umar juga melaporkan kehadiran muktamar yang diikuti oleh 300 orang Muktamirin, 51 DPC Rabithah Alawiyah di seluruh Indonesia, dan 14 orang peninjau, dimana 10 peninjau dari Malaysia.
Tampak hadir dalam muktamar yang mengangkat tema “Dengan Ukhuwah Islamiyyah kita tingkatkan kualitas umat” tersebut, mantan Menag Muhammad Quraish Shihab, mantan Menlu Alwi Shihab, Kepala Sekretariat Wakil Presiden Muhammad Oemar, dan Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Penanggulangan Kemiskinan dan Otonomi Daerah Syahrul Udjud. (KIP, Setwapres)