Jakarta, wapresri.go.id – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) saat ini tengah melakukan Pendataan Keluarga Tahun 2021. Pendataan ini dilakukan pada periode 1 April – 31 Mei 2021, untuk menjadi basis data pemerintah dalam meningkatkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan keluarga. Untuk itu, validasi data harus dilakukan pada setiap periode pendataan sehingga data yang didapatkan benar-benar akurat.

“Terjadi ketidaktepatan itu karena tidak akuratnya data. Baik dalam masalah pembangunan keluarga, kemudian stunting, bahkan juga bantuan sosial (bansos). Oleh karena itu, validasi data harus dilakukan pada setiap periode yang sudah [ditetapkan],” tegas Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma’ruf Amin saat menerima Tim Pendataan Keluarga Perdana BKKBN di Kediaman Resmi Wapres, Jl. Diponegoro No. 2, Jakarta Pusat, Kamis (08/04/2021).

Lebih lanjut, Wapres meminta BKKBN agar dalam melakukan pendataan melibatkan unsur-unsur unit terkecil di tingkat rukun warga (RW).  Di samping itu, tetap memperhatikan waktu-waktu yang tepat agar mudah menemui target yang didata.

“Waktu-waktu menemui masyarakat juga harus dipilih. Siang itu banyak tidak ada. Oleh karena itu, harus dicari saat-saat bagaimana mereka bisa ditemui, sehingga datanya menjadi lebih akurat,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo melaporkan bahwa pendataan keluarga ini sifatnya memetik data mikro dari keluarga satu per satu.

“Kami berencana mendata 76 juta keluarga. Akan tetapi dari Sensus Penduduk 2020, memang keluarga sudah meningkat jumlahnya, menjadi lebih dari 82 juta. Makanya, nanti dari 76 juta itu juga akan berkembang menjadi lebih dari 82 juta,” paparnya.

Adapun data yang diambil, imbuh Hasto, berupa data umum, data keluarga berencana, data pembangunan keluarga, dan data keluarga yang beresiko stunting.

“Kami mengerahkan kader sebanyak 1,2 juta di seluruh Indonesia,” ucapnya.

Dalam kesempatan tersebut, Hasto juga melaporkan perkembangan penanganan stunting di Indonesia.

“Dari jumlah kelahiran sejak Juli 2019 hingga saat ini yang memiliki potensi stunting sekitar 2,3 juta anak. Kemudian yang akan lahir ke depan ini kira-kira 20 juta anak hingga 4 tahun ke depan, dengan potensi stuntingnya 27 persen,” terang Hasto.

Oleh sebab itu, lanjutnya, BKKBN akan berupaya keras mencegah terjadinya stunting pada 20 juta kehamilan tersebut, dan berusaha menyembuhkan 2,3 juta anak yang telah lahir dan berpotensi stunting.

“Jadi energi kami lebih banyak untuk mengurus yang hamil dan yang mau lahir untuk mempersiapkan angka stunting 14 persen di 2024,” ungkapnya.

Menurut Hasto, untuk mencapai prevalensi stunting 14 persen, apabila pada 2024 jumlah balita yang lahir sebanyak 23.400.000 (dua puluh tiga juta empat ratus ribu), maka yang berpotensi stunting tidak boleh lebih dari 3.090.000 (tiga juta sembilan puluh ribu) anak.

“Sehingga kami itu harus mencegah tiap tahun tidak boleh menambah bayi stunting sekitar 680 ribu,” pungkasnya.

Menanggapi laporan Hasto mengenai stunting, Wapres mengarahkan agar BKKBN dapat menciptakan berbagai inovasi penanganan stunting untuk diaplikasikan di daerah. Selain itu, ia juga mengingatkan pentingnya melakukan konvergensi anggaran penanganan stunting yang saat ini masih tersebar di berbagai kementerian dan lembaga.

“Bagaimana biaya itu bisa dikoordinasikan dengan baik. Sebenarnya biayanya besar, cuma ada di kementerian-kementerian,” ujarnya.

Usai pertemuan, Tim Pendataan Keluarga Perdana BKKBN melakukan pendataan keluarga Wapres.

Turut hadir dalam pertemuan ini Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Dwi Listyawardani, Direktur Pelaporan dan Statistik BKKBN Lina Widyastuti, serta Kader Pendata dari Tanara Banten Faridoh Supari.

Sementara Wapres didampingi oleh Staf Khsus Wapres Bambang Widianto. (EP/SK-BPMI, Setwapres)